Selasa, 09 Desember 2014

"NUANSA NATAL DALAM POLITIK TANDINGAN'



“NUANSA NATAL  DALAM POLITIK TANDINGAN”
*Yoyarib Mau 

Siasat politik dari KMP terus menghantui kepemimpinan Jokowi-JK yang ditandai dengan kemenangan mereka meloloskan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang mengatur bahwa kepala daerah dipilih oleh DPRD,  harapan dari UU ini yakni bertujuan agar pemilihan tidak lagi dilakukan secara langsung oleh masyarakat. Akrobat politik KMP memberikan pukulan telak bagi KIH yang merupakan “bempers” politik Jokowi-JK di parlemen, akan tetapi UU Pilkada itu kemudian dibendung  oleh SBY dengan mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2014  untuk mencabut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014.

Untuk memberikan kepastian hukum, SBY juga menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Kedua Perppu ini merupakan dua kebijakan SBY diakhir kepemimpinannya untuk menghapus tugas dan wewenang DPRD untuk memilih kepala daerah. Akibat blundernya UU 22 Tahun 2014 ini menggiring keberadaan anggota KMP untuk mencari jalan selamat dalam politik.

Langkah selamat dilakukan Partai Persatuan Pembangunan (PPP),  antara kubu Surya Dharma Ali (SDA) dan kubu Romahurmuzy. Muktamar pertama dilakukan di Surabaya oleh kubu Romahurmuzy yang menghasilkan terpilihnya Romahurmuzy sebagai ketua umum DPP PPP. Hasil Muktamar Surabaya didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM dan mendapatkan Surat Keputusan Menkumham Nomor M.HH-07.AH.11.01, sedangkan kubu SDA pada tanggal 31 Oktober 2014, SDA juga melaksanakan Muktamar PPP yang dilaksanakan di Jakarta, yang menunjuk Djan Faridz sebagai ketua umum menggantikan SDA.

            Kondisi yang sama juga terjadi dalam internal Partai Golkar antara Kubu Aburizal Bakrie (ARB) yang melakukan Munas Golkar ke IX berlangsung pada 30 November sampai 4 Desember 2014 yang menetapkan secara aklamasi Aburizal Bakrie menjadi Ketua Umum Partai Golkar. Sedangkan Kubu Presidium Penyelamat Partai Golkar yang di gawangi oleh Agung Laksono Cs memilih melakukan Munas di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, 6-8 Desember 2014, dimana sebagian peserta yang hadir di munas di Bali versi Aburizal Bakrie, juga hadir kembali di munas Jakarta, Munas Jakarta di menangi oleh Agung Laksono setelah menyisihkan dua kandidat lainnya yakni Agus Gumiwang dan Priyo Budi Santoso.

            Di Parlemen juga sempat terbentuk DPR tandingan yang dimotori oleh partai politik yang tergabung kedalam KIH. Pada akhir bulan Oktober yang lalu, DPR tandingan muncul karena tidak ada kesepahaman pendapat KIH dengan KMP terkait dengan pembentukan Alat Kelengkapan Dewan di DPR yang didominasi oleh kader-kader dari Koliasi KMP, hampir 1,5 bulan pertikaian ini terjadi di DPR, dan banyak pengamat politik menilai langkah KIH membentuk DPR tandingan merupakan inkonstitusional, dan mengecam manuver politik yang dilakukan oleh KIH.

            Persoalan tandingan tidak saja berlaku di aras politik nasional tetapi juga digaungkan di politik lokal seperti yang terjadi di DKI Jakarta, merupakan turunan dari perseteruan politik nasional antara Kubu KMP dan Kubu KIH, setelah Jokowi menjadi Presiden maka dengan sendirinya Kepala Daerah dalam hal ini Jabatan Gubernur harus diisi, sebagaimana diatur dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan kepala daerah dalam Pasal 203 menyatakan, wakil kepala daerah berhak mengisi kekosongan jabatan yang ditinggalkan oleh kepala daerah. Berdasarkan perppu tersebut maka Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta. 

Menjadi gejolak baru ketika Gubernur Ahok dilantik, ada komunitas yang di komandai oleh Forum Pembela Islam (FPI) tidak menerima akan keberadaan Ahok sebagai Gubernur Jakarta dengan alasan Ahok adalah keturunan Tionghoa dan Kristen. Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Muchsin Al Attas mengajukan Ketua Gerakan Masyarakat Jakarta (GMJ) Fahrurrozi Ishaq menjadi Gubernur DKI, Dari akrobatik politik sepanjang tahun 2014 hadir pertanyaan, apa standar dan motif yang tepat untuk membenarkan langkah politik tandingan

Kapak sayap kupu-kupu di Brazil dapat menimbulkan  Tornado di Texas. Benarkah ... ?. Setidaknya begitulah keyakinan dalam teori Chaos. Bila satu komponen kecil diubah dengan berjalannya waktu, maka duniapun akan terlihat berbeda. Satu Muhammad lahir dan Asia pun bangun dari mimpi jahiliah. Satu Yesus hadir dan seluruh dunia Barat pun berubah. Satu Gautama tercerahkan dan seluruh kepercayaan Hindu-Budha di India meluas. Satu Hitler muncul dan seluruh dunia terlibat dalam perang dahsyat yang menewaskan lebih dari 20 juta manusia (Roy Budi Efferin, Sains & Spiritualitas:Dari Nalar Fisika Hingga Bahasa Para Dewa). Michel Serres dalam Genesis (1995) yang menyatakan bahwa bila chaos (kekacauan) hanya dipandang sebagai negatif chaos, ia tidak akan pernah dilihat sebagai sebuah peluang: peluang kemajuan, peluang dialektika kultural, peluang persaingan, peluang peningkatan etos kerja, peluang peningkatan daya kreativitas dan produktivitas. Chaos tidak akan pernah dilihat sebagai cara pemberdayaan, cara manajemen, cara pembelajaran, cara pengorganisasian dan lain sebagainya. 

Tandingan Sebagai Pesan Teologis

Teori Chaos atau kekacauan hadir ketika malam Natal, sebagaimana diungkapkan diatas bahwa Satu Yesus hadir dan seluruh dunia Barat pun berubah, kemudian Barat menjadi pemicu perubahan bagi hampir seluruh dunia, Malam Natal pada waktu Kaisar Agustus berkuasa dalam kekasisaran Romawi, Kirenius menjadi wali negeri di Siria, Raja Herodes Agung berkuasa di seluruh Yudea. Peristiwa Natal dalam Injil menuliskan dengan jelas soal kelahiran Yesus yang menurut pengakuan para Orang Majus dalam bahasa lating : magus yang dianggap orang dari kerajaan Media, magi (bentuk plural dari magus) yang mengenal astrologi dari  Persia kuno. Injil Matius menyatakan bahwa mereka datang dari timur ke Yerusalem untuk menyembah Yesus. 

Dinasti Herodes merasa kekuasaannya terancam karena hadirnya seorang Raja Yudea yang baru bahkan mendapatkan pengakuan dari negara lain yakni orang-orang majus (Persia) dengan memberikan persembahan Mas, Mur dan Kemenyan, pemberian ini merupakan pengakuan yang tak terbantahkan. Mas, Mur dan Kemenyan sebagai simbol kerjasama dalam bentuk investasi jangka panjang, Herodes merasa ada tandingan sehinga Herodes melakukan  perlawanan secara masif dengan melakukan pembantaian secara membabi buta terhadap anak-anak berumur 2 (dua) tahun ke bawah. 

Perilaku Herodes sesungguhnya dalam alam Demokrasi telah melakukan pelanggaran HAM berat, namun dalam perspektif Teologis makna Natal dalam chaos yang dilakukan Herodes, dapat dipahami berdimensi Kekuasaan Allah Pencipta untuk menghadirkan cara manajemen, cara pembelajaran, cara pengorganisasian yang ideal.  Aksi Tandingan yang marak dalam Politik Indonesia menunjukan bahwa “Chaos Politik atau Politik Tandingan” dibutuhkan dalam organisasi politik untuk memberikan model kepemimpinan yang baik, memberikan tamparan politik bagi para elite yang menjalankan model kepemimpinan yang menindas rakyat,  mencari keuntungan untuk bisnis  serta membangun dinasti. Chaos tidak selamannya memiliki sisi negatif, tetapi ada pesan positif untuk sebuah perubahan, Natal mengingatkan kita bahwa pernah ada “chaos (baca) tandingan politik” bagi revolusi perubahan kepemimpinan nasional, sebagai “jembatan” untuk mengatasi kesenjangan sosial dan politik.

*Pemerhati Sosial - Politik







Kamis, 30 Oktober 2014

"PASWORD PEMUDA INDONESIA"



“PASSWORD PEMUDA INDONESIA”
*Yoyarib Mau

Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 terikrar sumpah yang dilakukan oleh sejumlah pemuda Indonesia dari berbagai daerah, dengan satu tekat yang bulat untuk menyatu dalam Indonesia dengan pengakuan tulus  satu bangsa Indonesia, satu bahasa Indonesia, satu tanah air Indonesia. Pengakuan ini sebagai bentuk pengakuan dasar kebangsaaan, dilakukan jauh sebelum negara Indonesia mendapatkan pengakauan dunia. Sikap para pemuda ini menunjukan bahwa sebelum Indonesia menjadi negara, mereka telah terlebih dahulu menjadi bangsa. Menyatunya berbagai pemuda dari pelosok nusantara untuk berkumpul pada 86 tahun lalu  adalah sebuah keniscayaan. Sebab kondisi infrastruktur dan alat komunikasi pada saat itu sangat terbatas. Kenyataan yang terjadi konsolidasi pemuda Indonesia terwujud untuk menyatukan cita-cita kebangsaannya. 

Embrio Negara tidak bisa hadir dan mendapatkan pengakuan dunia sebagai negara yang berdaulat jika belum terbangun semangat kebangsaan, pemuda Indonesia mengelompokan diri menjadi sebuah identitas dengan pengikat identitas sebagai sebuah sumpah pemuda. Entitas sumpah pemuda merupakan hasil keputusan kolektif untuk berbangsa, sekat primordial yang beragam ditanggalkan untuk mendapatkan password menuju Indonesia bernegara. Para pemuda Indonesia ini hanyalah generasi penerus bukan generasi penentu kebijakan, selalu saja pemuda dianggap sebagai tulang punggung bangsa, sebagai agen perubahan dan banyak sebutan yang disematkan bagi pemuda. 

Generasi muda sebagai potensi besar bagi negara, sehingga pemuda menjadi aset untuk dimanfaatkan karena ruang pemikiran, semangat yang membara sehingga dengan mudah direcoki dengan sejumlah hal, kondisi ini membuat pemuda bisa berjuang untuk mewjudkan ide-ide atau gagasan yang telah diserapnya. Persoalan mendasarnya adalah, apa kata sandi atau password yang tepat untuk membuka pemikiran dan membentuk arah perjuangan pemuda Indonesia ? 

Teori Bangsa Hans Kohn sebagai seorang ahli antropologi etnis mengemukakan teorinya tentang bangsa, bahwa bangsa itu terbentuk karena persamaan bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah, negara dan kewarganegaraan. Suatu bangsa tumbuh dan berkembang dari anasir serta akar-akar yang terbentuk melalui suatu proses sejarah. Sumpah pemuda yang dilakukan 86 tahun lalu telah mampu merumuskan keberagaman budaya, agama dan suku di Indonesia menjadi model yang tepat untuk berbangsa, yang kemudian menjadi modal dasar untuk bernegara, dengan menitikberatkan persamaan itu pada : mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. 

Persamaan ini kemudian menjadi modal dasar berbangsa dan dijadikan the “founding father’s” untuk mendeklarasikan NKRI. Berangkat  dari pemikiran para pemikir negara pada masa lampau seperti Thomas Hobbes yang mengemukakan hal  “pactum subjectionis”  bahwa dalam kesepakatan membentuk negara, rakyat menyerahkan semua hal mereka secara alamiah untuk diatur sepenuhnya oleh kekuasaan negara. John Locke mengemukakan adanya “pactum unionis dan pactum subjectionis”  bahwa mayoritas anggota suatu masyarakat membentuk persatuan dahulu, baru kemudian anggota masyarakat menjadi suatu negara. Rosseau meletakkan paham “kedaulatan rakyat” Maka rakyat memilih orang-orang untuk mewakilinya dalam menyusun aparatur pemerintahan. Berangkat dari pemikiran diatas ada penekanan kalimat utama yakni adanya “kesepakatan bersama” atau yang dapat dipahami yakni adanya tujuan bersama, tujuan bersama dalam polis adanya ketentraman, kedamaian dan keadilan dalam kehidupan bersama yang di sebut Negara. 

Pactum ini tertuang dalam konstitusi Pembukaan UUD 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam alinea 2-4:  "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya." "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Pertama; Ketuhanan Yang Maha Esa, Kedua; Kemanusiaan yang adil dan beradab, Ketiga; Persatuan Indonesia, Keempat; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan Kelima; Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam konstitusi Negara kesatuan sudah jelas bahwa ada tujuan yang hendak dicapai dalam membentuk sebuah Negara dengan tujuan yang hendak di capai adalah;  “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”  

            Persoalan yang akhir-akhir ini terjadi didalam bangsa kita adalah konsentrasi rakyat kita tidak fokus pada bagaiamana mewujudkan tujuan negara kita, tetapi menggiring rakyat kita untuk  berpkir pada hal “dasar negara”, rakyat dipaksakan untuk mengganti dasar negara yakni PANCASILA dengan dasar yang lain. Padahal jika berbicara soal dasar negara, sebenarnya kita hendak meragukan “NKRI” yang telah ada dan merdeka selama  69 tahun, bahkan sejak 86 tahun lalu sejak para Pemuda Indonesia melakukan Sumpah Pemuda Dasar Negara kita Pancasila sudah final disana, tetapi adanya kecenderungan kuat untuk membubarkan NKRI, terlihat dari keterlibatan putri-putri Indonesia dalam Negara Islam Irak dan Suriah, atau juga dikenal Negara Islam Irak dan Levant (Islamic State of Iraq and the Levant/ISIL) atau yang lebih dikenal dengan ISIS, dan organisasi radikal lainnya yang mencoba merongrong dasara negara. 

            Bukti keterlibatan pemuda Indonesia yang terlibat dalam ISIS dan ormas radikal lainnya bukanlah fenomena tetapi kenyataan dimana tujuan berbangsa kita mengalami kelunturan atau noda hitam apabila dibiarkan akan membandel, sehingga perlu model pembelajaran dalam sistem kurikulum pendidikan kita, dimana Pancasila sebagai ideologi negara mendapatkan prioritas utama sebelum mata pelajaran atau mata kuliah lainnya diajarkan di setiap jenjang pendidikan. 

            Apabila dasar negara telah larut dan menyatu dalam diri putra dan putri Indonesia, maka setelah menjadi Pemuda Indonesia tidak lagi berpikir dan melangkah kebelakang untuk bergelut soal dasar negara, tetapi Pemuda Indonesia harus berkonsentrasi pada “password” utamanya yakni tujuan bernegara yakni bagaimana memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

            Usia Pemuda potensial itu 30 – 40 tahun, ini usia produktif untuk berperan dalam tujuan bernegara, diusia inilah pasword pemuda Indonesia yakni tujuan bernegara dijinkan untuk ada dalam pikiran dan spirit pemuda Indonesia, sehingga password ini meracuni pemuda Indonesia menghasilkan karya-karya hebat untuk memenuhi kebutuhan negara serta mengangkat harkat dan martabat negara di mata dunia. Sehingga Usia kemerdekaan yang hampir 69 tahun, sumpah pemuda yang telah dikumandangkan pada 86 tahun lalu tidak menjadi kenangan semata, serta menggelorakan sumpah pemuda tersebut dalam berpidato dengan dibumbui yel-yel merdeka....merdeka...., tetapi kita sepertinya tetap terjajah dan berjalan ditempat dengan perilaku ingin dan masih berdialektika untuk mengganti  dasar negara kita.

*Pemerhati Sosial-Politik