“NUANSA NATAL DALAM POLITIK TANDINGAN”
*Yoyarib Mau
Siasat
politik dari KMP terus menghantui kepemimpinan Jokowi-JK yang ditandai dengan
kemenangan mereka meloloskan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang mengatur
bahwa kepala daerah dipilih oleh DPRD, harapan dari UU ini yakni bertujuan agar pemilihan
tidak lagi dilakukan secara langsung oleh masyarakat. Akrobat politik KMP
memberikan pukulan telak bagi KIH yang merupakan “bempers” politik Jokowi-JK di parlemen, akan tetapi UU Pilkada itu
kemudian dibendung oleh SBY dengan
mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 untuk mencabut Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2014.
Untuk memberikan kepastian hukum, SBY
juga menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Kedua
Perppu ini merupakan dua kebijakan SBY diakhir kepemimpinannya untuk menghapus
tugas dan wewenang DPRD untuk memilih kepala daerah. Akibat blundernya UU 22
Tahun 2014 ini menggiring keberadaan anggota KMP untuk mencari jalan selamat dalam
politik.
Langkah selamat dilakukan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), antara kubu
Surya Dharma Ali (SDA) dan kubu Romahurmuzy. Muktamar pertama
dilakukan di Surabaya oleh kubu Romahurmuzy yang menghasilkan terpilihnya
Romahurmuzy sebagai ketua umum DPP PPP. Hasil Muktamar Surabaya didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM dan mendapatkan Surat Keputusan Menkumham Nomor M.HH-07.AH.11.01, sedangkan kubu SDA pada tanggal 31
Oktober 2014, SDA juga melaksanakan Muktamar PPP yang dilaksanakan di Jakarta,
yang menunjuk Djan Faridz sebagai ketua umum menggantikan SDA.
Kondisi yang sama juga terjadi dalam
internal Partai Golkar antara Kubu Aburizal Bakrie (ARB) yang melakukan Munas
Golkar ke IX berlangsung pada 30 November sampai 4 Desember 2014 yang
menetapkan secara aklamasi Aburizal Bakrie menjadi Ketua Umum Partai Golkar. Sedangkan
Kubu Presidium Penyelamat Partai Golkar yang di gawangi oleh Agung Laksono Cs memilih
melakukan Munas di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, 6-8 Desember 2014, dimana sebagian
peserta yang hadir di munas di Bali versi Aburizal Bakrie, juga hadir kembali
di munas Jakarta, Munas Jakarta di menangi oleh Agung Laksono setelah
menyisihkan dua kandidat lainnya yakni Agus Gumiwang dan Priyo Budi Santoso.
Di Parlemen juga sempat terbentuk DPR tandingan yang dimotori oleh partai politik yang
tergabung kedalam KIH. Pada akhir bulan Oktober yang lalu, DPR tandingan muncul
karena tidak ada kesepahaman pendapat KIH dengan KMP terkait dengan pembentukan Alat
Kelengkapan Dewan di DPR yang didominasi oleh kader-kader dari Koliasi KMP,
hampir 1,5 bulan pertikaian ini terjadi di DPR, dan banyak pengamat politik
menilai langkah KIH membentuk DPR tandingan merupakan inkonstitusional, dan
mengecam manuver politik yang dilakukan oleh KIH.
Persoalan tandingan tidak saja
berlaku di aras politik nasional tetapi juga digaungkan di politik lokal
seperti yang terjadi di DKI Jakarta, merupakan turunan dari perseteruan politik
nasional antara Kubu KMP dan Kubu KIH, setelah Jokowi menjadi Presiden maka
dengan sendirinya Kepala Daerah dalam hal ini Jabatan Gubernur harus diisi,
sebagaimana diatur dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang
pemilihan kepala daerah dalam Pasal 203 menyatakan, wakil kepala daerah berhak
mengisi kekosongan jabatan yang ditinggalkan oleh kepala daerah. Berdasarkan perppu
tersebut maka Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dilantik menjadi Gubernur
DKI Jakarta.
Menjadi
gejolak baru ketika Gubernur Ahok dilantik, ada komunitas yang di komandai oleh
Forum Pembela Islam (FPI) tidak menerima akan keberadaan Ahok sebagai Gubernur
Jakarta dengan alasan Ahok adalah keturunan Tionghoa dan Kristen. Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Muchsin Al Attas mengajukan
Ketua Gerakan Masyarakat Jakarta (GMJ) Fahrurrozi Ishaq menjadi Gubernur DKI,
Dari akrobatik politik sepanjang tahun 2014 hadir pertanyaan, apa standar dan motif yang tepat untuk membenarkan
langkah politik tandingan?
Kapak sayap
kupu-kupu di Brazil dapat menimbulkan Tornado di Texas. Benarkah ... ?.
Setidaknya begitulah keyakinan dalam teori Chaos. Bila satu komponen kecil diubah
dengan berjalannya waktu, maka duniapun akan terlihat berbeda. Satu Muhammad
lahir dan Asia pun bangun dari mimpi jahiliah. Satu Yesus hadir dan seluruh
dunia Barat pun berubah. Satu Gautama tercerahkan dan seluruh kepercayaan
Hindu-Budha di India meluas. Satu Hitler muncul dan seluruh dunia terlibat
dalam perang dahsyat yang menewaskan lebih dari 20 juta manusia (Roy Budi
Efferin, Sains & Spiritualitas:Dari Nalar Fisika Hingga Bahasa Para Dewa). Michel
Serres dalam Genesis (1995) yang menyatakan bahwa bila chaos (kekacauan) hanya
dipandang sebagai negatif chaos, ia tidak akan pernah dilihat sebagai sebuah
peluang: peluang kemajuan, peluang dialektika kultural, peluang persaingan,
peluang peningkatan etos kerja, peluang peningkatan daya kreativitas dan
produktivitas. Chaos tidak akan pernah dilihat sebagai cara pemberdayaan, cara
manajemen, cara pembelajaran, cara pengorganisasian dan lain sebagainya.
Tandingan Sebagai Pesan Teologis
Teori Chaos
atau kekacauan hadir ketika malam Natal, sebagaimana diungkapkan diatas bahwa Satu
Yesus hadir dan seluruh dunia Barat pun berubah, kemudian Barat menjadi pemicu
perubahan bagi hampir seluruh dunia, Malam Natal pada waktu Kaisar Agustus
berkuasa dalam kekasisaran Romawi, Kirenius menjadi wali negeri di Siria, Raja
Herodes Agung berkuasa di seluruh Yudea. Peristiwa Natal dalam Injil menuliskan
dengan jelas soal kelahiran Yesus yang menurut pengakuan para Orang Majus dalam bahasa lating :
magus yang dianggap orang dari kerajaan Media, magi (bentuk
plural dari magus) yang mengenal astrologi
dari Persia
kuno. Injil Matius
menyatakan bahwa mereka datang dari timur ke Yerusalem
untuk menyembah Yesus.
Dinasti
Herodes merasa kekuasaannya terancam karena hadirnya seorang Raja Yudea yang
baru bahkan mendapatkan pengakuan dari negara lain yakni orang-orang majus
(Persia) dengan memberikan persembahan Mas, Mur dan Kemenyan, pemberian ini merupakan
pengakuan yang tak terbantahkan. Mas, Mur dan Kemenyan sebagai simbol kerjasama
dalam bentuk investasi jangka panjang, Herodes merasa ada tandingan sehinga
Herodes melakukan perlawanan secara masif
dengan melakukan pembantaian secara membabi buta terhadap anak-anak berumur 2
(dua) tahun ke bawah.
Perilaku
Herodes sesungguhnya dalam alam Demokrasi telah melakukan pelanggaran HAM
berat, namun dalam perspektif Teologis makna Natal dalam chaos yang dilakukan
Herodes, dapat dipahami berdimensi Kekuasaan Allah Pencipta untuk menghadirkan cara
manajemen, cara pembelajaran, cara pengorganisasian yang ideal.
Aksi Tandingan yang marak dalam Politik Indonesia
menunjukan bahwa “Chaos Politik atau
Politik Tandingan” dibutuhkan dalam organisasi politik untuk memberikan
model kepemimpinan yang baik, memberikan tamparan politik bagi para elite yang
menjalankan model kepemimpinan yang menindas rakyat, mencari keuntungan untuk bisnis serta membangun dinasti. Chaos tidak
selamannya memiliki sisi negatif, tetapi ada pesan positif untuk sebuah
perubahan, Natal mengingatkan kita bahwa pernah ada “chaos (baca) tandingan politik”
bagi revolusi perubahan kepemimpinan nasional, sebagai “jembatan” untuk
mengatasi kesenjangan sosial dan politik.
*Pemerhati
Sosial - Politik