“YABES JANGAN DIKOOPTASI POLITISI”
*Yoyarib Mau
Prestasi Tim Nasional Indonesia usia di bawah 19 tahun menetapkan sebanyak 23 orang pemain inti untuk berlaga di kejuaraan Piala AFF U-19 di Sidoarjo dan Gresik, Jawa Timur, pada 9-22 September 2013. Kemudian menjelang final pertandingan di pindahkan di Gelora Bung Karno, pemindahan tempat ini memberikan angin segar bagi kemenangan Team Indonesia meraih kemenangan sebagai juara Group G.
Garuda Muda memastikan lolos ke putaran final piala AFC U-19 di Myanmar pada bulan Oktober 2014 mendatang dicapai melalui poin sempurna yakni sembilan, pasca mengalahkan Juara bertahan Piala Asia Korea Selatan dengan skor 3-2. Kemenangan ini tak luput dari sang pelatih bertangan dingin Indra Sjafri yang berinisiatif mencari pemain-pemain berbakat di seluruh penjuru Indonesia. Dalam pengakuan Indra Safri bahwa proses seleksi pemain dilakukan selama tujuh (7) bulan tanpa di bayar.
Perjuangan berat Indra Safri dan seluruh skuad tim Garuda Muda U-19 tahun, mendapatkan apresiasi dari semua pihak di seluruh tanah air. Apresiasi yang tak kalah menariknya datang dari warga Flobamora di semua tempat. Ungkapan apresiasi dan kebanggaan dilakukan oleh warga Flobamora dikarenakan seorang Putra Flobamora dari kampung Moru Kab. Alor-NTT terpilih dalam skuad tim Garuda Muda.
Yabes Roni
Malaifani menjadi kebanggaan warga NTT ketika malam itu pelatih Indra Sjafri,
menurunkan pemain 18 tahun itu di pertandingan melawan Filipina U-19 di Stadion
Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis (10/10/2013). Yabes masuk menggantikan
Dinan Yahdian pada pertengahan babak kedua, dia membuktikan kelasnya sebagai
pemain berpotensi. Pada menit ke-82, Yabes mencetak gol setelah melakukan
kerjasama apik dengan Paulo Sitanggang. Gol itu menggandakan kedudukan
Indonesia U-19 menjadi 2-0 dari Filipina U-19.
Malam itu
nama Yabes Roni Malaifani menjadi kebanggan dan topik pembicaraan bagi seluruh
warga Flobamora yang berada di seluruh pelosok nusantara bahkan di mancanegara.
Sejarah baru bagi persepakbolaan tanah air, dimana ada sosok pemain yang hanya
bertanding dipertandingan antar kampung tanpa melalui sekolah sepakbola
sebagaimana lazimnya para pemain nasional, tetapi memiliki skill yang luar
biasa. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Indra Sjafri bahwa Yabes dapat menjadi
kartu truf bagi kemenangan tim Garuda Muda. Kenyataannya memang sesuai dengan
aksi Yabes ketika menjebol gawang Filipina pada menit-menit terakhir
pertandingan.
Keberhasilan
Yabes adalah keberhasilan rakyat NTT khususnya masyarakat di Alor yang sering
melakukan pertandingan antar kampung sebagai media bagi anak-anak kampung
menunjukan kemampuan alamiah yang mereka miliki. Namun menjadi pertanyaan bagi
kita bersama untuk direnungkan, bagaimana
nasib Yabes Roni Malaifani ketika para politisi atau lembaga bentukan politisi
yang mengklaim bahwa keberhasilannya adalah peran keberhasilan mereka ?
Jika partai
politik atau institusi yang melakukan penguasaan terhadap diri Yabes maka
benarlah apa yang dikatakan oleh Antonio Gramsci mengenai hegemoni, dimana
hegemoni sebagai strategi perjuangan, dengan melakukan kepemimpinan de facto
suatu kelompok sosial atas kelompok sosial lain tanpa harus memimpin secara de
jure. Dimana kekuasaan politik yang didasarkan pada konsensus moral dan politis
melalui perserikatan, partai politik, sekolah-sekolah, media massa, lembaga
agama dan sebagainya. Kelompok sosial yang melakukan hegemoni, sengaja ataupun
tidak akan menampilkan secara implisit konsepsi politik yang dimanifestasikan
dalam penggunaan bahasa. Agar kelas atau kelompok yang dikuasai patuh kepada
penguasa maka kelas itu harus memberi persetujuan atas subordinasi mereka
(Arief Adityawan S – LP3ES – 2008).
Kooptasi Atlet Sebagai Pencitraan
Perkembangan
paska kemenangan tim Garuda Muda besutan Indra Sjafri memenangan perhelatan di
grup G sebagai juara group. Membuat kehadiran Yabes sebagai salah satu tim
sebagai atlet NTT yang berprestasi, seiring dengan prestasi yang di raih, sejumlah kelompok
masyarakat yang tergabung dalam kelompok sosial yang diberi nama Novanto Center
melakukan hegemoni bahwa mereka yang memiliki peran penting bagi kebesaran nama
Yabes, hal ini di ungkapkan oleh salah satu tim Novanto Center yakni Hendro
Ndun bahwa kehadiran pelatih tim Garuda
Muda Indra Sjafri adalah hasil sponsor Novanto Center, mereka yang mendatangkan
pelatih ini ke kupang untuk mencari bibit pemain Garuda Indonesia di bulan Mei,
bertepatan dengan diadakannya pertandingan bola antar SMU yang diinisiasi oleh
kelompok sosial ini.
Bahkan
penguasaan Yabes sebagai alat visual untuk kekuasaan politik Novanto Center dikemas
dalam pembuatan sejumlah baju yang kaos yang bertuliskan nama Yabes Roni
Malaifani untuk mengkooptasi pengagum Yabes (fans). Penggiringan atau bahasa
yang tepat yang digunakan sebagai bentuk hegemoni politik atas pengagum (fans) Yabes akan
dimobilisasi dalam penjemputan Yabes di Bandara Eltari Kupang. Kekwatiran atas
proses hegemoni ini akan menghambat pengembangan persepakbolaan di tanah air,
karena atlet akan dimanfaatkan bagi pencitraan visual bagi sang politisi. Pengakuan
Tim Novanto Center tentunya berbeda dengan pengakuan Indra Sjafri yang
mengatakan bahwa proses pencarian atlet ini dilakukan sendiri tanpa dibiayai
oleh siapapun.
Jauhkanlah Mereka Dari Godaan Setan
Mengharumkan
nama NTT di level nasional membuat semua pihak bangga atas prestasi yang
diraih, bahkan memberikan pemahaman baru bahwa di NTT banyak pemain potensial.
Keberadaan Yabes sebagai salah satu tim Garuda Muda dari 32 orang yang berasal
dari berbagai provinsi di tanah air, telah menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari PSSI sehingga seyogiannya PSSI betanggungjawab atas skuad
Garuda Muda.
PSSI tidak
dapat melepaskan keberadaan skuad tim Garuda Muda ini lepas ke tangan para kaum
hegemoni yang dapat memanfaatkan keberadaan atlet untuk kepentingan yang tidak
dapat di pertanggungjawabkan. Info dari Hendro Ndoen salah satu tim Novanto
Center bahwa Yabes diinapkan di rumah Setya Novanto adalah sebuah kesalahan
atau pelanggran terhadap keberadaan Yabes sebagai tim Garuda Muda Indonesia.
Seyogiannya keberadaan Yabes diserahkan dalam pengawasan PSSI di tingkat
provinsi atau kabupaten.
Keberadaan
Yabes berbeda dengan anggota tim yang berasal dari klub bola dimana mereka
direkrut. Seandainya Yabes masih sebagai anggota tim Perskab Alor, maka
sebaiknya pemda bertanggung jawab untuk melakukan pendampingan terhadap atlet
yang telah mengharumkan nama daerah. Hal ini penting karena agenda Garuda Muda
ke depan masih panjang menuju perebutan Piala AFC U-19 di Myanmar pada bulan
Oktober Mendatang.
Jika jatuh ke
tangan mereka yang tidak bertanggung jawab, akan menyebabkan keberadaan diri
Yabes sebagai alat eksploitasi bahkan menjadi alat dagangan politik, bagi para
politisi untuk pencitraan diri mereka. Hal ini akan mengurangi orientasi
prestasi yang hendak dicapai oleh bangsa ini. Sebagai alat pencitraan dari para
politisi tentunya akan mendapatkan imbalan sejumlah uang, sehingga membentuk
karakter (mindset) pemain kita untuk lebih memikirkan uang. Akibat terlena atas
pengagguman para politisi kita dengan sejumlah uang penghargaan maka akhirnya
lebih memikirkan jumlah uang bayaran daripada prestasi yang hendak di capai.
*Mahasiswa Ilmu Politik – FISIP - UI