“SETYA NOVANTO POLITISI BELUT...???”
*Yoyarib
Mau
Sejarah
panjang Setya Novanto (SN) dalam panggung politik Indonesia sudah cukup tua, tercatat
20 tahun sejak periode 1999-2004, 2004-2009, 2009-2014, 2014-2019, terhitung 4 periode SN masih tetap sebagai
wakil rakyat dari Dapil II - NTT, karier politik SN ibarat durian runtuh ketika hasil Munas Partai Golkar di Riau, didaulat
sebagai Bendahara Partai Golkar mendampingi Aburizal Bakrie. Peran sebagai
Bendahara Partai Golkar adalah bagaimana mendapatkan sumber keuangan agar dapur
Golkar terus mengepul guna konsolidasi partai dapat berjalan dengan
baik, sehingga ruang harus diberikan kepada SN untuk bisa menghasilkan “in
come” untuk partai. Peran inilah kemudian Golkar memberikan kesempatan kepada
SN pada periode 2009 – 2014 sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di parlement.
Prestasi
dan strategi politik ala SN dalam mempertahankan dapur partai politik agar tetap
mengepul dan eksis, para periode 2014 – 2019 SN terpilih lagi sebagai wakil rakyat dan ditempatkan di Komisi II juga resmi dilantik sebagai Ketua DPR RI periode
2014-2019. Namun dalam perjalanan waktu karena ricuh diinternal Partai Golkar
antara Kubu Ical dan Kubu Agung, SN kemudian pindah ke Komisi III yang bermitra dengan Kepolisian, Hukum dan HAM, juga tetap berposisi sebagai ketua DPR RI. Keberadaan SN sebagai wakil rakyat di parlemen
tentunya besar harapan rakyat untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat, namun kenyataan
yang terjadi sejumlah catatan kelam yang ditorehkan selama berada di parlemen,
dan hampir setiap kasus yang dituduhkan selalu berhubungan dengan perburuan
rente yang melilit piminan DPR RI ini sebagai sebuah habits.
Berikut sejumlah kasus yang mencuat, dinilai
merugikan negara dan kasus-kasus tersebut memberikan dugaan kuat melibatkan SN. Dimulai tahun 1999 kasus Cassie Bank Bali kerugian negara sebesar Rp. 904,6 miliar
dugaan keterlibatan SN dalam kasus yakni mengalihkan hak piutang (cassie) PT. Bank Bali ke
Bank Dagang Negara Indonesia. Saat 2003 melakukan Impor Beras yang merugikan
negara sebesar Rp. 23,5 miliar, dugaan keterlibatan SN karena menjadi pemilik
PT. Hexatama, importir beras Vietnam tanpa membayar pajak. Pada 2005 terlibat
dalam kasus limbah B3 yang merugikan negara sebesar Rp. 1.115 ton, keterlibatan
SN diduga bersama pengusaha Singapura melakukan penyulundupan. Ketika 2009
kasus e-KTP tercatat kerugian negara Rp. 2,5 triliun, nama SN disebutkan oleh
Nazarudin (kala itu Bendahara Partai Demokrat) dengan tuduhan bahwa SN membagikan komisi ke
anggota DPR. Saat PON Riau pada 2011
tercatat kerugian negara sebesar US$ 1 juta, dugaan kuat bahwa SN memfasilitasi
permintaan bantuan dana PON dari APBN. Berikut pada 2014 terkait kasus Pilkada
di Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar menyebut Novanto menyiapkan dana suap
sengketa Pilkada Jatim senilai Rp. 10 miliar. Terakhir pada 2015 memanfaatkkan
jabatan sebagai Ketua DPR RI melakukan sejumlah upaya keuntungan ekonomis yakni
bertemu dengan Pengusaha AS Donald Trump yang juga calon Presiden AS, SN dituduh melakukan pelanggaran kode etik karena bertepatan dengan masa kampanye, Naas
menimpa ketika perilaku politik SN dibongkar oleh Menteri ESDM Sudirman
Said melalui hasil rekaman saat SN bertemu dengan pimpinan Freeport bersama
dengan seorang pengusaha dengan mencatut
nama Presiden Jokowi untuk perpanjangan kontrak kerja Freeport di Papua
(Sumber: diolah dari berbagai sumber seperti Tempo, Kompas dan Liputan6.com).
Dari berbagai kasus yang melibatkan nama SN,
sehingga kemudian banyak sebutan yang dikenakan kepada SN, bahwa dirinya
seperti politisi licin seperti belut, yang sulit di tangkap karena terlalu
licin, akhirnya sebutan menyamakan dengan jatidiri binatang terhadap seorang
Setnov, tatkala meminta saham 20% dari freeport, kemudian diakui oleh SN sendiri tentang pertemuan tersebut kepada sejumlah media, kemudian publik memberikan
sebutan lain bagi politisi ini seperti pepatah; sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya
akan jatuh juga. Perilaku SN mendapatkan identifikasi perilaku yang disamakan
dengan perilaku binatang.
Kebanyakan pembaca mungkin bertanya, Mengapa adannya kecenderungan kuat publik
memberikan sebutan yang menyamakan track record perilaku SN dengan jatidiri atau
ciri khas sejumlah binatang ? Secara
etimologi istilah etologi yang dalam bahasa Yunani terdiri dari dua suku kata
yakni ethos dan logos, ethos merujuk pada perilaku etis atau etika yang juga
berarti karakter, sedangkan logos berarti ilmu atau pengetahuan. Dengan
demikian kaka etologi yang adalah cabang ilmu untuk mempelajari perilaku hewan. Teori ini memberikan relevansi bahwa perilaku manusia mempunyai relevansi
dengan perilaku binatang, sifat-sifat yang menonjol dari setiap binatang
diantaranya bertindak agresif dan perasaan ingin mengusai, sifat-sifat ini
kemudian ditemukan pula pada diri manusia.
Hobbes pernah menggunakan teori etologi dalam
pemikiran politiknya yang terkenal sebagai perilaku “leviathan” yang
menggambarkan hukum alam, dimana manusia berupaya bebas mengejar kebebasan dan
dominasi kekuasaan (SN melakukan dominasi ekonomi) atas pihak lain. hukum alam
selalu saja dijalankan oleh binatang tanpa ada aturan yang membatasi,hanyalah
kekuatan, kecerdikan dan kelebihan pada diri binatanglah yang menentukan
kemenangan. Keberadaan binatang, manusia
dan tumbuhan dalam pemahaman agama samawi, sama-sama diciptakan namun
keberadaan manusia lebih mulia atau diatas tumbuhan dan binatang. Nietzsche
pernah memberikan pandangannya yang termasyur yakni “ubermensch atau superman
(Inggris), dirinya berkata; aku mengajarkan kepada kalian mengenai atas,
manusia adalah sesuatu yang seharusnya dilampaui. Kata dilampaui disini
dimengerti seperti kalau kita memahami bahwa kera telah di lampaui oleh manusia
(F. Budi Hardiman – Erlangga – 2002).
Nietzsche menghendaki manusia melebihi
ciptaan lain yakni binatang dan tumbuhan yang bukan sekedar tumbuh hidup dan
berkembang dan berperilaku standar alami, namun
tumbuh dengan menghasilkan nilai-nilai, manusia di berikan kelebihan
melampui tumbuhan dan binatang, sebagai modal kemanusiaan untuk mencapai tujuan
yaitu manusia atas (superman). Keberadaan SN sebagai pimpinan DPR RI adalah
sebuah modal untuk melakukan transvaluasi nilai-nilai kemanusian, yakni penjungkirbalikan
nilai-nilai kebinatangan yang selama ini menjadi citra buruk di lembaga DPR RI
yang memeiliki kecenderungan kawanan dan kerumunan dalam menjalankan nafsu
kebinatangan berdasarkan hukum alam.
SN sebagai Ketua DPR RI sejatinya adalah
Superman dalam konteks bahasa Nietszche agar mampu menunjukan diri sebagai manusia-atas
sebagai teladan yang yang ditunjukan lewat perilaku moralitas luhur manusia
yang jauh diatas binatang atau sebaliknya tetap seperti sebutan publik yakni
berpereilaku “belut” yang licin dan sulit dikendalikan. Jalan panjang politisi
Setya Novanto dengan berbagai dugaan yang dituduhkan, membuat publik merasa
skeptis untuk mendapatkan keyakinan bahwa nantinya SN mundur sebagai pimpinan
DPR RI sehingga keberadaan lembaga dewan
terhormat itu merepresentasikan manusia-atas atau superman yang diharapkan oleh
Nietzsche atau sebaliknya menguatkan kebenaran skeptisisme publik dengan pertanyaan apakah Setya Novanto
Politisi Belut... ?
*Pemerhati
Sosial - Politik