Kamis, 19 November 2015

"SETYA NOVANTO POLITISI BELUT...?"

“SETYA NOVANTO POLITISI BELUT...???”
*Yoyarib Mau

Sejarah panjang Setya Novanto (SN) dalam panggung politik Indonesia sudah cukup tua, tercatat 20 tahun sejak periode 1999-2004, 2004-2009, 2009-2014, 2014-2019, terhitung 4 periode SN masih tetap sebagai wakil rakyat dari Dapil II - NTT, karier politik SN ibarat durian runtuh ketika hasil Munas Partai Golkar di Riau, didaulat sebagai Bendahara Partai Golkar mendampingi Aburizal Bakrie. Peran sebagai Bendahara Partai Golkar adalah bagaimana mendapatkan sumber keuangan agar dapur Golkar terus mengepul guna konsolidasi partai dapat berjalan dengan baik, sehingga ruang harus diberikan kepada SN untuk bisa menghasilkan “in come” untuk partai. Peran inilah kemudian Golkar memberikan kesempatan kepada SN pada periode 2009 – 2014 sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di parlement.  

Prestasi dan strategi politik ala SN dalam mempertahankan dapur partai politik agar tetap mengepul dan eksis, para periode 2014 – 2019 SN terpilih lagi sebagai wakil rakyat dan ditempatkan di Komisi II juga resmi dilantik sebagai Ketua DPR RI periode 2014-2019. Namun dalam perjalanan waktu karena ricuh diinternal Partai Golkar antara Kubu Ical dan Kubu Agung, SN kemudian pindah ke Komisi III yang bermitra dengan Kepolisian, Hukum dan HAM, juga tetap berposisi sebagai ketua DPR RI.  Keberadaan SN sebagai wakil rakyat di parlemen tentunya besar harapan rakyat untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat, namun kenyataan yang terjadi sejumlah catatan kelam yang ditorehkan selama berada di parlemen, dan hampir setiap kasus yang dituduhkan selalu berhubungan dengan perburuan rente yang melilit piminan DPR RI ini sebagai sebuah habits.

Berikut sejumlah kasus yang mencuat, dinilai merugikan negara dan kasus-kasus tersebut memberikan dugaan kuat melibatkan SN. Dimulai tahun 1999 kasus Cassie Bank Bali kerugian negara sebesar Rp. 904,6 miliar dugaan keterlibatan SN dalam kasus yakni mengalihkan hak piutang (cassie) PT. Bank Bali ke Bank Dagang Negara Indonesia. Saat 2003 melakukan Impor Beras yang merugikan negara sebesar Rp. 23,5 miliar, dugaan keterlibatan SN karena menjadi pemilik PT. Hexatama, importir beras Vietnam tanpa membayar pajak. Pada 2005 terlibat dalam kasus limbah B3 yang merugikan negara sebesar Rp. 1.115 ton, keterlibatan SN diduga bersama pengusaha Singapura melakukan penyulundupan. Ketika 2009 kasus e-KTP tercatat kerugian negara Rp. 2,5 triliun, nama SN disebutkan oleh Nazarudin (kala itu Bendahara Partai Demokrat) dengan tuduhan bahwa SN membagikan komisi ke anggota DPR.  Saat PON Riau pada 2011 tercatat kerugian negara sebesar US$ 1 juta, dugaan kuat bahwa SN memfasilitasi permintaan bantuan dana PON dari APBN. Berikut pada 2014 terkait kasus Pilkada di Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar menyebut Novanto menyiapkan dana suap sengketa Pilkada Jatim senilai Rp. 10 miliar. Terakhir pada 2015 memanfaatkkan jabatan sebagai Ketua DPR RI melakukan sejumlah upaya keuntungan ekonomis yakni bertemu dengan Pengusaha AS Donald Trump yang juga calon Presiden AS, SN dituduh melakukan pelanggaran kode etik karena bertepatan dengan masa kampanye, Naas menimpa ketika perilaku politik SN dibongkar oleh Menteri ESDM Sudirman Said melalui hasil rekaman saat SN bertemu dengan pimpinan Freeport bersama dengan seorang pengusaha  dengan mencatut nama Presiden Jokowi untuk perpanjangan kontrak kerja Freeport di Papua (Sumber: diolah dari berbagai sumber seperti Tempo, Kompas dan Liputan6.com).

Dari berbagai kasus yang melibatkan nama SN, sehingga kemudian banyak sebutan yang dikenakan kepada SN, bahwa dirinya seperti politisi licin seperti belut, yang sulit di tangkap karena terlalu licin, akhirnya sebutan menyamakan dengan jatidiri binatang terhadap seorang Setnov, tatkala meminta saham 20% dari freeport, kemudian diakui oleh SN sendiri tentang pertemuan tersebut kepada sejumlah media, kemudian publik memberikan sebutan lain bagi politisi ini seperti pepatah; sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya akan jatuh juga. Perilaku SN mendapatkan identifikasi perilaku yang disamakan dengan perilaku binatang.

Kebanyakan pembaca mungkin bertanya, Mengapa adannya kecenderungan kuat publik memberikan sebutan yang menyamakan track record perilaku SN dengan jatidiri atau ciri khas sejumlah binatang ?  Secara etimologi istilah etologi yang dalam bahasa Yunani terdiri dari dua suku kata yakni ethos dan logos, ethos merujuk pada perilaku etis atau etika yang juga berarti karakter, sedangkan logos berarti ilmu atau pengetahuan. Dengan demikian kaka etologi yang adalah cabang ilmu untuk mempelajari perilaku hewan. Teori ini memberikan relevansi bahwa perilaku manusia mempunyai relevansi dengan perilaku binatang, sifat-sifat yang menonjol dari setiap binatang diantaranya bertindak agresif dan perasaan ingin mengusai, sifat-sifat ini kemudian ditemukan pula pada diri manusia.

Hobbes pernah menggunakan teori etologi dalam pemikiran politiknya yang terkenal sebagai perilaku “leviathan” yang menggambarkan hukum alam, dimana manusia berupaya bebas mengejar kebebasan dan dominasi kekuasaan (SN melakukan dominasi ekonomi) atas pihak lain. hukum alam selalu saja dijalankan oleh binatang tanpa ada aturan yang membatasi,hanyalah kekuatan, kecerdikan dan kelebihan pada diri binatanglah yang menentukan kemenangan. Keberadaan binatang, manusia dan tumbuhan dalam pemahaman agama samawi, sama-sama diciptakan namun keberadaan manusia lebih mulia atau diatas tumbuhan dan binatang. Nietzsche pernah memberikan pandangannya yang termasyur yakni “ubermensch atau superman (Inggris), dirinya berkata; aku mengajarkan kepada kalian mengenai atas, manusia adalah sesuatu yang seharusnya dilampaui. Kata dilampaui disini dimengerti seperti kalau kita memahami bahwa kera telah di lampaui oleh manusia (F. Budi Hardiman – Erlangga – 2002).

Nietzsche menghendaki manusia melebihi ciptaan lain yakni binatang dan tumbuhan yang bukan sekedar tumbuh hidup dan berkembang dan berperilaku standar alami, namun  tumbuh dengan menghasilkan nilai-nilai, manusia di berikan kelebihan melampui tumbuhan dan binatang, sebagai modal kemanusiaan untuk mencapai tujuan yaitu manusia atas (superman). Keberadaan SN sebagai pimpinan DPR RI adalah sebuah modal untuk melakukan transvaluasi nilai-nilai kemanusian, yakni penjungkirbalikan nilai-nilai kebinatangan yang selama ini menjadi citra buruk di lembaga DPR RI yang memeiliki kecenderungan kawanan dan kerumunan dalam menjalankan nafsu kebinatangan berdasarkan hukum alam.

SN sebagai Ketua DPR RI sejatinya adalah Superman dalam konteks bahasa Nietszche agar mampu menunjukan diri sebagai manusia-atas sebagai teladan yang yang ditunjukan lewat perilaku moralitas luhur manusia yang jauh diatas binatang atau sebaliknya tetap seperti sebutan publik yakni berpereilaku “belut” yang licin dan sulit dikendalikan. Jalan panjang politisi Setya Novanto dengan berbagai dugaan yang dituduhkan, membuat publik merasa skeptis untuk mendapatkan keyakinan bahwa nantinya SN mundur sebagai pimpinan DPR RI  sehingga keberadaan lembaga dewan terhormat itu merepresentasikan manusia-atas atau superman yang diharapkan oleh Nietzsche atau sebaliknya menguatkan kebenaran skeptisisme publik  dengan pertanyaan apakah Setya Novanto Politisi Belut... ?

*Pemerhati Sosial - Politik




Minggu, 15 November 2015

"ANOMALI SPRING ARAB'

“ANOMALI SPRING ARAB”
*Yoyarib Mau

Arab Spring merupakan fenomena kebangkitan Islam, fenomena ini meng-internasional dengan berbagai macam topik diskursus yang menantang dan terkesan seksi. Hal ini disebabkan oleh eksistensi Islam yang mencoba merespon situasi yang dihadapi dunia, yaitu: imperialisme politik, menguatnya kebudayaan barat yakni demokrasi, ekonomi liberal dengan konsep pasar bebas, globalisasi, namun  revolusi kebangkitan Islam terlihat parsial karena kenyataannya revolusi yang hanya menguntungkan para elite. Kebangkitan Islam-Arab bekerja sama secara revolusioner dengan kebangkitan-kebangkitan di berbagai tempat, sangat situasional berdasarkan pada kekuatan kelompok aliran lokal mana yang berkuasa, serta pilihan kiblat politiknya ke negara mana. Realitas Dunia Arab berhubungan erat dengan realitas Dunia Islam dan kekuatan internasional.

Arab Spring adalah sebutan lain yang diberikan terhadap Revolusi Dunia Arab yang juga dalam bahasa arab disebut “al-Thawrat al-Arabiyyah”. Sejak 2010 – 2012 menjadi tonggak awal arab spring, diawal dengan gelombang protes di Tunisia yang dikendalikan oleh rezim kudeta Zine El Abidin Ben Ali sudah 25 tahun berkuasa dengan menjalankan kekuasaan otoriter dengan kediktatorannya, kemudian diturunkan secara paksa oleh rakyatnya sendiri. Tunisia menginspirasi Mesir untuk melakukan penurunan paksa terhadap Husni Mubarok yang telah berkuasa selama 30 tahun, kemudian menjalar ke Libya yang menuntut pengunduran diri Moammar Kaddafi yang berujung pada perang saudara, revolusi pun berlanjut ke berbagai negara di Timur Tengah dan Afrika Utara seperti Yaman, Suriah, Bahrain, Iraq, Kuwait, Yordania, Lebanon, Maroko, Oman, Arab Saudi dan Sudan.  

Negara-negara Arab tidaklah terputus dari lingkungan sekitarnya. Demikian pula kebangkitan Islam tidak hanya mengakar di bumi Arab. Islam merupakan agama mayoritas masyarakat Arab, Afrika, dan Asia. Dalam perspektif historis, gerakan-gerakan Islam saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain. Kehadiran demokrasi di dunia Arab harus bertarung dengan budaya arab yang mengental,  masyarakat barat meyakini eksperimen Eropa soal demokrasi sebagai eksperimen murni dan memandang dirinya sebagai pusat kebangkitan dan contoh ideal pencerahan umat manusia, namun apa yang terjadi di eropa terbangun dari budaya dan peradaban yang berbeda. 

Arab Spring menstimulasi dunia Arab untuk melakukan diplomasi dan menjalin hubungan dengan pihak Internasional, karena kekuatan Internasional mampu memberikan tekanan yang efektif  kepada kekuasaan diktator di suatu negara, Arab Spring adalah langkah awal dalam melakukan restrukturisasi bidang kehidupan guna menciptakan pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik serta kemajuan peradaban yang demokratis di Arab dan semenanjung Afrika Utara.

Arab Spring yang dihadirkan Eropa dan sekutunya harus berhadapan dengan peradaban yang mengakar yakni kekhilafahan Utsmani yang menjalankan penguasaan berdasarkan kesultanan, yang berhasil makmur di bawah kepemimpinan sejumlah Sultan yang tegas dan efektif dalam menjalankan kekuasaan dengan kekuatan pasukan perangnya, yang pernah memiliki kekuasaan dari Turki hingga negara-negara Afrika Utara (Mediterania). Ada beban masa lalu antara Eropa dan kekhilafahan Utsmani dalam perang salib pada masa lampau, Warisan budaya Imperium Utsmani adalah sebuah negara militer, kultur politik Utsmani berpusat pada citra-citra perang salib dan sultan sebagai pedang Islam. Pendekatan perekonomian Utsmani  kesadaran akan tujuan bersama dan kesatuan sosial sangat bergantung pada penaklukan dan perluasan wilayah yang tanpa henti.

Dalam budaya suksesi kepemimpinan jika kalah dalam sebuah peperangan mereka akan segera menuntut balas, dan membuat mereka terus terjerat dalam konflik serta mereka akan selalu memperkuat angkatan bersenjata untuk mendominasi. Bahkan merekrut tentara bayaran dari petani bahkan tunawisma yang tidak punya rumah dan mengembara di pedalaman kemudian menjadi pemberontak. Kenyataan budaya kekuasaan yang diwariskan oleh kekhalifaan Utsmani ini yang menghadirkan berbagai kelompok  pemberontak yang tidak puas atau kalah dalam pertarungan yang dihadirkan melalui demokratisasi.

Berkembangnya demokrasi dan tentu berseminya kesadaran keislaman yang terus membaik di negeri-negeri muslim. Bentuk-bentuk kebangkitan yang mungkin lebih tepat disebut “Islam Spring” terlihat dalam bentuk internationalization ekonomi Islam, diterimanya politik Islam berdampingan dengan demokrasi modern, budaya Islam yang membangkitkan kebanggaan pada nilai dan norma Islam, namun suatu sisi harus berhadapan dengan kelompok yang memilih budaya kekhalifaan Utsmani.

Kelompok perlawanan yang membangun kebencian terhadap terhadap  Spring Arab yang dilihat sebagai proyek zionisme, sehingga kelompok yang memegang teguh kekhalifaan Utsmani, terus melakukan perlawanan, bukti perlawanan mereka tidak saja dilakukan di wilayah jazirah arab, tetapi sudah berani melakukan di eropa sebagaimana yang terjadi di Perancis yang dilakukan di sejumlah tempat yang menewaskan banyak orang. Persoalan ini kemudian menghadirkan pertanyaan, Apakah pola demokratisasi yang tepat untuk mendorong internasionalisasi di jasirah Arab ?.

Kelompok yang menyimpang dari Spring Arab ini kemudian memilih jalan kekerasan sebagai pola untuk melawan demokratisasi diberikan stigma teroris. Penyebutan ini sepertinya meneguhkan terorisme sebagai bahasa kekerasan yang patut dilawan, namun perlawanan yang dilakukan apakah harus dibalas dengan kekerasan atau melalui pola yang beradab yang tetap menjunjung spirit kemanusiaan. Spirit kemanusiaan dalam bingkai demokratisasi selalu dipahami dengan membuka diri bagi penampungan pengungsi, sebagaimana yang dimotori oleh Jerman untuk menerima para pengungsi dari negara-negara yang mengalami anomali spring Arab, untuk ditampung di negara-negara eropa, Perancis dalam sejarah sebagai negara yang menjajah di Aljazair, membuka diri bagi warga Aljazair dan jazirah arab lainnya untuk tinggal di Perancis, hal ini sebagai bagian dari tanggung jawab moril untuk memajukan demokratisasi. Kenyataan ini kemudian dimanfaatkan oleh para teroris untuk melakukan perlawanan.

Salah satu sisi dari demokratisasi adalah toleransi, harapan dari Spring Arab adalah terwujudnya demokratisasi, upaya internasionalisasi demokrasi tidak harus menggunakan kekerasan untuk membalas kekerasan tetapi, perlu pendekatan yang lebih soft. Eropa dan sekutunya sebagai pemeran untuk hadirnya demokrasi seyogiannya mampu membangun nasionalisme dan demokrasi di Arab yang didasarkan pada perkembangan “teoretis dan material” sebagaimana yang dahulu dilakukan di eropa, Pendekatan Behaviorisme yang adalah empirisme yang memberikan gambaran bahwa manusia seharusnya tumbuh secara alami, hubungan manusia dan lingkungannya cukup berpengaruh terhadap perubahan tingkahlaku (http://www.academia.edu/9343382/Teori_dan_Konsep_Pendidikan).

Pola demokratisasi yang dibangun oleh eropa dan sekutu, selalu saja pada penekanan kerjasama ekonomi yang menitikberatkan pada material, yakni pembangunan fisik, infrastruktur dengan sejumlah kompensasi atau barter. Sedangkan pembangunan manusia untuk mencerahkan pemikiran manusia melalui pendidikan teoretis untuk mematangkan pemikiran masyarakat arab tidak dilakukan. Teknologi pendidikan harus mampu dimajukan merata di wilayah geografis Arab sendiri sehingga tidak menciptakan  perbedaan sosial.

Memberikan beasiswa bagi yang berprestasi untuk menikmati pendidikan di eropa tanpa ada muatan lain (pesanan sponsor) sehingga kemudian menciptakan pencerahan pemikiran bagi warga Arab yang mengenyam pendidikan di Eropa. Pendidikan sebagai solusi bagi Arab Spring karena akan mendorong nasionalisme yang tinggi untuk membangun tanah airnya. Penerimaan pengungsi dan mengabaikan pendidikan justru mematikan nasionalisme, serta tersisih sebagai warga kelas dua, kemudian dilabel dengan stigma tertentu. Situasi ini menciptakan rasa kebencian yang mendorong orang memilih jalan budaya kekhilafaan Utsmani ketika kalah bertarung maka akan melakukan pemberontakan melalui aksi terorisme.


*Pemerhati Sosial - Politk