Rabu, 27 April 2011

“COMANDAN TERTINGGI DALAM PERTEMPURAN EKONOMI DUNIA”

“COMANDAN TERTINGGI DALAM PERTEMPURAN EKONOMI DUNIA”
*Yoyarib Mau

Kondisi ekonomi dunia pada tahun 1990an merupakan kondisi yang sangat memprihatinkan dimana lembaga-lembaga keuangan dunia mengalami guncangan dan terancam mengalami likuidasi, sehingga dampak sosialnya cukup besar tidak saja bagi negara dimana lembaga keuangan tiu ada tetapi hampir di negara – negara berkembang yang mendapatkan pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan tersebut.

Keadaan ini mendorong Amerika dan sekutu bahkan negara-negara maju lainnya menyusun strategi dalam kebijakan perekonomiannya untuk memulihkan keadaan negaranya. Strategi yang dilakukan adalah bagaimana membangun hubungan ekonomi dengan negara-negara lain terutama negara berkembang dengan sumber daya alam yang cukup.

Kebijakan yang dilakukan adalah mendorong perusahaan-perusahaan multinational (MNCs) untuk melakukan investasi di negara-negara berkembang terutama dalam pertambangan dan energy.Tak dapat di pungkiri bahwa energy menjadi komoditas dunia yang dibutuhkan untuk membantu mendorong roda perekonomian dan membantu mempercepat aktifitas manusia, selain energy yang menjadi primadona eksplorasi adalah tambang seperti; emas, berlian dan bahan tambang lainnya.

Perusahaan minyak yang merupakan MNCs seperti Exxon Mobil, British Petrolium, Haliburton, dan sebagainya yang hampir ada di belahan dunia manapun namun merupakan milik negara-negara maju seperti AS dan sekutunya. Keberadaan mereka tidak dapat di tolak karena memiliki kekuatan baik secara financial maupun memiliki tekanan politik yang begitu kuat terhadap pemimpin negara-negara dunia ketiga dan bergantung terhadap mereka.

Kebergantungan terhadap negara-negara dunia maju diawali dengan peran lembaga –lembaga keuangan dunia yang memberikan pinjaman keuangan bagi pembangunan di negara-negara berkembang seperti world bank. IMF dan lembaga donor lainnya, World Bank dan IMF mendapatkan sumbangan dari perusahaan-perusahaan MNCs tersebut. Namun dengan pola simbiosis mutualis.

Negara-negara berkembang menjadi target dari pola ini hanyalah negara-negara tetentu yang berkeras untuk membangun negaranya dengan model kemandirian ekonomi dimana tidak melakukan privatisasi terhadap sumber daya alamnya, seperti Venesuela, Peru, Ecuador, Iran dan Bolivia.

Namun ada negara-negar yang tidak berani mandiri tetapi begantung pada lembaga asing dalam hal pembangunan ekonomi negaranya. Keadaan ini membuat hubungan dalam sebuah negara dalam membangun hubungan diplomatic beragam, ada negara tertentu yang dianggap otoritarian dan tidak demokratis melakukan kekerasan bagi warga negarnya sehingga perlu campur tangan PBB. Tekanan dunia internasional dengan berbagai cara terhadap negara yang menerapkan otoritarian sehingga seperti tercipta image bahwa Negara adidaya dibutuhkan peran serta untuk menghadirkan pemerintahan yang demokratis.

Perilaku ini seperti yang terjadi di Chili pada masa kepemimpinan Pinochet, dirinya dalam menjalankan pemerintahan banyak melakukan kekerasan namun karena dirinya mengijinkan banyak MNCs melakukan investasi di Chili sehingga AS tetap berpihak pada Chili namun ketika kondisi masyarakat semakin gencar melakukan protes dan perlawanan terhadap Pinochet, AS kembali memberikan dukungan bagi perlawanan /kudeta terhdap Pinochet tetapi dengan kemungkinan-kemungkinan persetujuan tertentu untuk mengamankan kekuasaan AS melalui MNCs yang ada di negarnaya.

Namun ketika kepentingan AS tidak diakomodir sebagaimana yang dilakukan oleh Sadam Husein di Irak maka akhirnya atas nama kemanusiaan dengan melawan otoritarian yang dijalankan Sadam Husein akhirnya Sadam Husein tumbang dan terbukanya peluang bagi AS untuk terlibat dalam pengembangan perekonomian di Irak. Hal ini terlihat juga dengan apa yang terjadi di Arab Saudi pemerintahannya dijalanka dengan monarkhi dimana kebebasan menjadi barang mahal bagi warganya tetapi akrena kepentingan AS di Arab Saudi dimana diijinkannya MNCs berada di sana menyebabkan pemerintahan di Arab Saudi bebas dari intervensi AS dan sekutunya.

Demikian juga yang terjadi dengan Mesir sebagai perpanjangan tangan AS di dunia Arab, sehingga mendapatkan dukungan sekian tahun dalam menjalankan oligarki kekuasaan, namun ketika Husni Mubarok terdesak maka AS dan sekutunya berbalik berpihak kepada rakyat dan melawan Husni Mubarok sehingga Husni Mubarok terjungkal dari kursi kekuasaan.

Berbeda dengan Libya dimana NATO yang didalamnya juga AS dalam menyelesaikan persoalan Libya sepertinya mendukung rakyat untuk menjungkalkan Mohamad Khadafy tetapi tidak sepenuhnya karena dari kelompok oposisi ada kelompok – kelompok perjuangan yang tidak mendukungan akan kepentingan AS sehingga terkesan setengah hati peran NATO dalam penyelesaian persoalan Libya.

Sikap AS sepertinya menjalankan siasat ekonomi dengan pendekatan atau diplomasi standar ganda dalam kerjasama luar negerinya. Jika negara yang menjamin kepentingannya maka AS dan sekutunya akan mendukung walau pola kepemimpinan dan pemerintahan dalam negara tersebut melakukan pelanggaran HAM atau menjalankan pemerintahan negaranya dengan kekerasan.

Di lain pihak ada negara-negara yang menolak kehadiran AS dengan segala kepentingannya negara tersebut dijadikan sebagai target untuk di kecam atau di invasi dengan berbagai kesalahan – kesalahan melalui propaganda dan dukungan dari negara-negara yang bersengketa dengan negara tersebut sebagaimana yang di alami oleh Korea Utara. AS membangun kekuatan bersama Korea Selatan dan Jepang dalam pertahanan dan keamanan untuk mengintimidasi Korea Selatan.

*Catatan lepas – Penulis Mahasiswa Ilmu Politik – FISIP - UI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar