Sabtu, 05 Desember 2009

“Pergumulan NATAL dalam Konteks”

“Pergumulan NATAL dalam Konteks”
*Yoyarib Mau

Pada jelang Desember 2009 ini, suatu malam di dusun yang masuk dalam kategori desa terpencil (criteria Beppenas) karena menerima dana PNPM - Mandiri, hujan terus mengguyur bumi yang tak hentinya Badan Meteorologi dan Geofisika memprediksi bahwa cuaca ini akan berlangsung dalam beberapa hari, kondisi ini tidak hanya terjadi di desa di pedalaman NTT yang diberi nama oleh masyarakat setempat dengan nama Oehani tapi hampir terjadi di semua belahan dunia yang memiliki musim yang sama, namun akibat Pemanasan global atau bahasa kerennya “warming global” yang menghantui semua wilayah. Kondisi alam ini mengakibatkan perubahan iklim yang tak bersahabat. Sewaktu-waktu dapat mengakibatkan banjir besar, gempa, gelombang laut yang meninggi bahkan dapat terjadi tsunami. Semuanya ini terjadi akibat keserahakan manusia yang melakukan penghancuran hutan.
Malam itu adalah malam jelang Natal demikian juga Yusuf dan Maria yang hidup di sebuah dusun yang terletak di lembah dekat aliran sungai, orang lebih mengenal kampung tersebut dengan nama “Noel Tes“. Karena mereka juga dari keluarga yang menganut agama Kristen otomatis mereka harus merayakan Natal namun di satu sisi tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin.
Hal ini membuat Yusuf dan Maria pada posisi yang sangat sulit untuk menentukan pilihan, fenomena alam ini sepertinya mengingatkan mereka kembali pada film 2012 yang mereka telah tonton lewat VCD bajakan yang di jual bebas di kota Kupang, dimana film ini terinspirasi dari perhitungan kelender suku Maya di Amerika, film ini menambah kekalutan dari dua insan ini untuk menentukan pilihan, pertama: jika mereka tetap di kampungnya maka ancaman banjir ditambah dengan ancaman tzunami yang dapat mengakibatkan terputusnya jalan ”Ikan Foti” menuju sebuah daerah wisata kuliner yang bernama Baun, tempat ini memiliki kelainan karena berada dibawah ketinggian laut dekat Samudera Hindia, dengan demikian dapat mengakibatkan bencana bagi mereka yang berada di daerah aliran sungai, Nyawa mereka menjadi terancam. kedua, jika harus meninggalkan kampungnya perjalanan yang akan ditempuh sangat mustahil bagi seorang Ibu hamil untuk malaluinya. Yusuf merasa malam itu adalah malam yang sangat mengerikan dan mendebarkan baginya.
Yusuf berjalan bolak - balik dari ruang tamu menuju dapurnya dan sebaliknya, sesekali Ia memalingkan wajahnya untuk menengok sang Istri yang berbaring di “bale-bale” (tempat tidur dari belahan-belahan bambu) maklumlah pusing kepalang - stres karena baru berumah tangga, namun ada dorongan yang kuat dalam hatinya untuk meninggalkan kampung ini karena berita yang di dengar dari radio sore tadi. Namun besarnya harapan agar Maria dapat melahirkan di Oehani. sebab dalam benak Yusuf di kampung inilah Maria dapat melahirkan sebagaimana lazimnya wanita normal namun tak luput juga pikiran liar yang terlintas yakni apabila ada kehendak lain dari ilahi maka dengan mudah dapat memperoleh transportasi menuju rumah sakit.
Yusuf segera mempersiapkan keperluan seadanya dan segera membangunkan Istrinya untuk segera meninggalkan dusunnya, langkah yang tertatih-tatih, Yusuf seakan tak percaya jika Istrinya kuat mendaki jalan tanjakan yang cukup melelahkan dan mematikan bagi seorang Ibu yang hamil tua, sebab diluar dugaan manusia apabila air ketuban pecah maka dapat berakibat fatal bagi momongan yang sedang dikandung. memang sebagai wanita yang hidup di kampung yang telah terbiasa dengan kerja keras, menempa fisik manusia untuk kuat melakoni hidup di tanah Timor.
Singkat kata tak terasa mereka telah mendekati kampung Oehani ditandai dengan lolongan anjing yang menyalak menyambut kehadiran mereka. mereka sejenak duduk untuk menarik nafas, helaan nafas Yusuf cukup panjang (......ah.............) sambil berlutut dihadapan Maria yang menyandarkan tubuhnya pada pohon jati, sambil mengecup kening Maria pertanda rasa sayang dan cintanya, tidak hanya itu namun ada makna laten yakni bukti dukungan moril bagi beban yang ada dalam kandungan Maria.
Pikiran Yusuf kembali terusik, kali ini Yusuf memikirkan dimana ia dapat menginap bersama Maria. Matanya mengarah ke sebuah rumah yang lampunya remang-remang rumah tersebut, rumah tersebut adalah rumah Kepala Desa (kades) yang hanya berjarak beberapa kaki dari tempat mereka duduk, namun terbersit dalam pikirannya bahwa baru saja Kades memiliki momongan dari pernikahan keduanya setelah lama menduda, sehingga Yusuf tidak mau menggangu rumah tangga baru tsb, ada beberapa rumah di sekitarnya menjadi pilihan untuk dijadikan tempat penginapan namun memang malam itu hampir semua rumah terasa menebar wewangian yang menusuk hidung, hal ini mengingatkan keduanya akan nuansa natal, dimana semua keluarga sibuk mempersiapkan panganan natal sebagai tradisi disesama warga gereja, dimana para tetangga melakukan sungkeman atau slamatan.
Yusuf memilih untuk tidak jadi beban bagi orang lain dengan pemikiran jangan hanya karena kehadiran Dia beserta Maria dapat menggagalkan perayaan hari Natal tahun ini. sambil berjalan menuruni turunan menuju jalan beraspal sambil menengok ke rumah Pastori Pendeta yang lampunya belum dipadamkan karena sedang mempersiapkan khotbah untuk esok harinya, Yusuf pun tidak ingin merepotkan Pendetanya karena besok benih firman akan di tabur, sedangkan di dalam gereja terlihat beberapa pemuda yang sibuk menghias pohon natal sekaligus ruangan gereja dengan berbagai aksesoris dan ornamen natal, terlintas dalam pikiran Yusuf untuk menginap di emperan gereja, akan tetapi para pemuda ini sambil bekerja sembari mendengarkan lagu pop lokal ”jamilah” dari tape recorder sehingga suasana sangat gaduh, tak ada yang dapat melarai mereka karena memang besok suasana gereja harus meriah, sehingga Yusuf berpikir jika mereka menginap di emperan gereja tersebut, mereka tidak dapat tenang menikmati malam, apalagi menanti kelahiran bayinya. Tidak hanya pertimbangan tersebut tetapi musik yang gaduh secara psikologis akan mempengaruhi mental dan karakter anaknya di kemudian hari.
Memang orang tua yang baik selalu berpikir jauh ke depan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap titipan Tuhan. sambil berjalan Yusuf menggandeng tangan Maria namun pikiran Yusuf tetap dihantui dengan pilihan untuk memilih kemana mereka akan menginap malam ini biar tatkala anaknya lahir dapat lahir dalam suasana yang penuh sukacita dan damai …….akhirnya dalam lamunan malam……. tak disadari ada suara yang membisik yang hadir menyentak lamunannya, hanya ada satu bisikan kata bahwa menuju Fat O’of..…
Menuju.....menuju...... Fat O’of kalimat ini terngiang sangat keras memekakan telinganya, Yusuf seperti tersambar petir.......... namun Yusuf kembali menenangkan pikiranya serta mengangguk memang benar disana orangnya memiliki karakteristik yang menarik ramah, memiliki senyuman yang khas dan suka menolong orang lain, walaupun mereka sering diplesetkan sebagai atoni auf me’e (dalam bahasa setempat berarti : ”orang tanah merah”) namun singkat cerita ……..malam itu Yusuf dan Maria memilih untuk bersukacita bersama mereka dan disanalah mereka bersama menyambut sang Putra Natal….. Selamat Natal……….
*Penulis : Mahasiswa Ilmu Politik – Kekhususan Politik Indonesia – FISIP – UI
Mantan Wakil Sekertaris BPC. Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) - Jakarta
Alumni : Institut Filsafat Theologia dan Kepemimpinan Jaffray Jakarta
Waki Sekertaris Badan Pengurus Perwakilan GMIT - Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar