Sabtu, 09 Januari 2010

MDG's TIDAKAH UNTUK NTT ???

MDG’s TIDAKAH UNTUK NTT ???
*Yoyarib Mau

“……..sekarang sumber air su dekat, kami tidak susah lagi untuk ambil air……..” kalimat ini merupakan sepenggal kalimat dari iklan produk air mineral Aqua yang terlihat menghiasi semua media elektronik dan cetak bertiras nasional sudah, barang tentu di tonton oleh orang NTT (Nusa Tenggara Timur) maupun seluruh masyarakat Indonesia yang dapat mengakses media. Iklan ini menghadirkan sedikitnya dua persepsi, kelompok potifisme menganggap bahwa ada langkah maju bagi NTT di mana orang lain dapat mengenal NTT, sedangkan bagi kelompok pesimisme mereka tidak menyetujui akan iklan ini karena menampilkan potret kehidupan NTT serta kegagalan pembangunan yang selama ini digalakan. Suka atau tidak iklan ini telah menjadi ikon Aqua dalam memasarkan produk air mineralnya.

Nusa Tenggara Timur adalah propinsi yang memiliki persoalan kemiskinan, rendahnya kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan selain Papua dan NTB (Nusa Tenggara Barat) mereka pun memiliki persoalan serupa. Indikator yang dapat di jadikan penilaian terhadap persoalan kemiskinan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia), pada tahun 2005 hanya 62,1 sementara IPM NTT 63,6 dan NTB 62,4 yang tergolong kategori menengah ke bawah, pada tahun 2007 IPM Papua meningkat 63,41 tetapi Papua masih menempati peringkat – 33 dari 33 provinsi di Indonesia (Kompas 16/12/2009) berarti IPM NTT kemungkinan meningkat tidak terlampau jauh dari Papua dan tetap menempati urutan peringkat di atas Papua.

Kondisi ini merupakan pergumulan NTT fakta yang menunjukan bahwa NTT memiliki Indeks Pembangunan Manusia yang rendah seperti data jajak pendapat yang dilakukan Kompas mencatat sejumlah data yang memberikan kontribusi terhadap penilaian IPM dari Maret 2005 krisis pangan akibat kekeringan melanda sepuluh Kabupaten NTT, warga di sejumlah desa di Lembata terpaksa mengkonsumsi buah bakau dan kacang hutan, Juni 2008 sebanyak 12.818 anak balita mengalami gizi buruk dan 72.067 menderita kurang gizi di NTT dari jumlah tersebut 23 anak balita meninggal dunia. Juli 2008 Seorang Ibu muda di Kelurahan Karang Sirih, Timor Tengah Selatan (TTS) - NTT gantung diri setelah sebelumnya meracuni anak semata wayangnya berusia 1,5 tahun karena Korban terhimpit utang jutaan rupiah untuk makan dan minumsementara suami tidak punya pekerjaaan sama sekali (Kompas 14 Desember 2009) , dan November 2009 di Desa Kuale’u, Kecamatan Molo Tengah, Kabupaten TTS - NTT 115 orang keracunan akibat makan daging sapi mati, hanya dengan alasan warga merasa rugi kalau sapinya yang mati dikuburkan begitu saja tanpa ada manfaatnya (Sinar Harapan 11/11/2009) fakta ini menunjukan bahwa masyarakat NTT mengalami kesulitan untuk mengakses fasilitas kesehatan yang layak, pekerjaan yang layak, akses kepada air bersih dan bahan makanan, daya beli masyarakat yang rendah, serta pendidikan yang layak.

Kondisi yang dipaparkan diatas, tidak cukupkah dijadikan standar penilaian agar NTT mendapatkan program MDGs (Tujuan Pembangunan Millenium) atau ada penilaian lain? Millenium Development Goals (MDG’s adalah sebuah upaya untuk memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui komitment untuk melaksanakan 8 (delapan) tujuan pembangunan yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua orang, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan Ibu, memerangi penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya, kelestarian lingkungan hidup, serta membangun kemitraan global dalam pembangunan (www.p3b.bappenas.go.id).
Di Indonesia hanya 5 propinsi dari 33 provinsi yang mendapatkan program MDG’s, dari 5 Provinsi itu ada 20 Kabupaten/kota yang merupakan program harmonisasi strategi nasional penanggulangan kemiskinan. dari 5 provinsi tersebut salah satu propvinsi yang mendapatkan kesempatan tersebut adalah Jawa Tengah yang pada tahun 2006 memiliki IPM sebesar 68,9 jauh diatas NTT.

Apakah NTT sudah bebas dari kemiskinan sehingga dari 21 Kabupaten di NTT tak satupun masuk dalam pilihan 20 kabupaten tersebut, ini merupakan pertanyaan besar kepada Pemerintah daerah NTT, mengapa sehingga tidak mendapatkan bantuan dunia untuk peningkatan IPM nya. Menurut teori modernisasi yang di dalamnya terdapat dua kelompok teori yang meneropong kemiskinan salah satunya adalah; Teori yang menjelaskan bahwa kemiskinan itu terutama disebabkan oleh faktor-faktor internal atau faktor-faktor yang terdapat di dalam negeri negara yang bersangkutan ( Arif Budiman – Teori Pembangunan Dunia Ketiga – Gramedia) teori mendekati kebenaran bahwa penyebab kemiskinan karena faktor internal (Provinsi).

Jika NTT tidak mendapatkan kesempatan tersebut kemungkinan ada penilaian yang di jadikan standar kemungkian salah satu penilaiannya adalah; pertama; masalah structural Birokrasi NTT yang lemah dalam pengelolan dana, memiliki Dana Sisa Lebih Perhitungan Anggaran ( Dana Silpa) dari tahun 2004 – 2009 sebesar Rp. 200 Miliar (Kompas 18/11/2009) angka yang cukup fantastis sehingga dikembalikan kepada negara, Birokrasi pemerintah NTT sudah memiliki IPM yang cukup baik sehingga tidak perlu lagi memikirkan pemberdayan manusia sehingga mengembalikan dana silpa itu untuk negara, atau mabuk kepayangan dengan program Anggur Merah, sehingga tidak berdaya lagi mengelola program pembangunan. kedua: Masalah kepercayaan Lembaga Founding Asing terhadap akuntabilitas dan tranparansi program. Hal ini bisa saja di jadikan alasan, sebab apabila di lakukan pengamatan terhadap Lembaga Sosial Masyarakat yang beradadan bekerja di wilayah NTT terdiri dari jumlah yang cukup banyak namun kenyataannya tidak mampu meningkatkan IPM NTT.

Target Nasional untuk mengurangi angka kemiskinan rakyat hingga 7,5 persen pada tahun 2015 tidak akan mungkin di capai oleh pemerintah Provinsi NTT jika tidak ada komitment dari pemerintah daerah untuk serius dalam pembangunan kemanusiaan terutama penekanan pada peningkatan pendidikan dan kesehatan, sehingga manusia NTT dapat bangkit dari kemiskinan dan memenuhi nilai-nilai kemanusiaan yang disepakati sebagai deklarasi millennium seperti: Kemerdekaan dari kelaparan,ketakutan, ketidakadilan, Kesetaraan; antar bangsa, antar masyarakat, antar gender. Solidaritas dalam mengatasi kesenjangan. Toleransi dalam keanekaragaman menuju kedamaian, Penghargaan; pada alam dalam melestarikan lingkungan serta Berbagi tanggung jawab.

Jika nilai - nilai diatas tidak diupayakan untuk di perjuangkan pemerintah daerah dan segenap masyarakat NTT, dengan berbagai upaya yang tidak hanya bergantung pada lembaga asing, serta pengelolaan anggaran yang benar maka akan terjadi dehumanisasi terhadap manusia NTT sehingga keterbelakangan hanya akan menjadi nyanyian rindu atau nostalgia belaka.

Penulis : mahasiswa Ilmu Politik – Kekhususan Politik Indonesia – FISIP - UI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar