“REKRUTMENT CPNS TANPA
MENGABAIKAN PROTAGORAS”
*Yoyarib Mau
Setelah
dicabutnya moratorium penerimaan CPNS, yang diberlakukan pada beberapa tahun
yang lalu, tahun ini pemerintah membuka hampir serentak di 30 instansi
kementerian serta lembaga-lembaga Negara yang diberi kesempatan yang sama unuk
melakukan perekrutan.
Azwar
Abubakar, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
mengemukakan bahwa untuk total jumlah kursi yang diperuntukan bagi CPNS yang
telah disediakan oleh pemerintah pusat telah mencapai angka 60 ribu kursi. Dari
sekian banyak jumlah tersebut diantaranya terdiri dari 20 ribu kursi yang
diperuntukan bagi instansi pusat serta sisanya 40 ribu kursi diperuntukan bagi
instansi daerah.
Proses
penerimaan CPNS dari golongan tenaga honorer hanya dapat diikuti oleh tenaga
honorer K2 yang memang mereka telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Jumlah
tenaga honorer K2 yang telah siap untuk mengikuti seleksi tes ujian CPNS
berjumlah 611 ribu orang. Padahal untuk jatah alokasi CPNS baru yang
diperuntukan bagi tenaga honorer K2 jumlahnya hanya sepertiga dari jumlah
tenaga honorer yang saat ini ada.
Sekretaris
Daerah (Sekda) NTT, Frans Salem, pada 29 Juli 2013 mengatakan bahwa pemerintah provinsi NTT mengusulkan formasi
CPNS ke pemerintah pusat sebanyak 300 formasi, namun yang diesetujui pemerintah
pusat hanya 192 formasi. Dari 192 formasi ini yang sangat dibutuhkan adalah
tenaga kesehatan sebanyak 60% dan sisanya akuntansi dan tenaga teknis lainnya.
Quota yang
dialokasikan ini sangatlah sedikit dibandingkan dengan tenaga honorer yang
telah mengikuti ujian dan tercatat sebagai honorer dengan tingkatan K2, yang
menanti untuk diangkat sebagai PNS, untuk NTT dari 192 formasi tersebut harus
dialkoasikan lagi bagi Prov. NTT, Kab. Manggarai Barat, Manggarai Timur, Sabu
Raijua, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, Ende, Flores Timur, Manggarai,
Nagakeo, Rote Ndao, Sikka dan Timor Tengah Utara.
Quota
sedikit, peminat banyak. Dalam hukum ekonomi, permintaan (demand) banyak
(banyak tenaga honorer dan juga pelamar), persediaan (suplly) barang sedikit (quota CPNS terbatas),
menyebabkan harga tinggi. Harga satu formasi kursi PNS menjadi mahal. Kondisi
ini menghadirkan pertanyaan, bagaimana
pola perekrutan dan apa kriteria umum yang digunakan dalam rekrutment CPNS 2013
di lingkup Provinsi dan sejumlah Kabupaten/Kota di NTT ?
Filsuf
Yunani Protagoras dalam pemikirannya terhadap manusia, manusia adalah ukuran
untuk segala-galanya: lebih lanjut Protagoras mengatakan negara diadakan oleh
manusia, tujuan pembentukan sebuah Negara adalah supaya manusia dapat terlepas
dari ketidakamanan dan kesulitan hidup di alam yang buas, hidup bersama manusia
lain itu tidak muda, manusia diberikan oleh dewa dua hal untuk dapat hidup
bersama yakni keinsafan akan keadilan (dike) dan hormat terhadap orang lain
(aidos).
Rekrutment
Sebagai Bentuk Balas Budi
Ukuran
perekrutan CPNS tentunya ukuran diletakan pada manusia yakni, Sumber Daya
Manusia (SDM) apakah memenuhi syarat atau tidak, namun kenyataan yang terjadi
saat ini, proses rekrutment honorer dalam era otonomi daerah mengalami
pergeseran. Para pegawai honorer diijinkan honor sebagai bentuk barter politik,
para pegawai honorer adalah anak-anak para tiem sukses yang telah bekerja
memobilisasi dukungan bagi kepala daerah terpilih. Tidak saja kepala daerah
tetapi anggota DPRD juga bisa menitipkan pegawai honorer dari basis dapilnya,
belum lagi kepala dinas juga menitipkan keluarganya untuk turut honor.
Quota yang
sedikit dalam penerimaan CPNS pada tahun 2013 ini. Proses perekrutan ditingkat
daerah dilakukan di daerah, kemungkinan tidak ada asas keinsafan akan keadilan
(dike) tidak berlaku, dan hormat kepada orang lain (aidos) yang berkompeten
tidaklah menjadi ukuran rekrutment, karena hak dan kekuasaan ada di tangan
penguasa lokal, untuk menentukan siap yang akan di rekrut. Hanyalah upaya balas
budi paska pilkada. Analisa bahwa
rekrutment hanya untuk balas budi, jelas bisa dilakukan karena data pegawai honorer
atau yang direkrut disiapkan oleh BKD, kemudian dikirimkan ke Pusat (Kemenpan),
BKD adalah pilihan kepala daerah terpilih, sehingga peluang nepotisme terbuka
lebar. Berbeda jika rekrutment dilakukan untuk pegawai tingkat pusat atau
kementerian karena tidak bergantung pada dukungan politik.
Kualitas
birokrasi akan menjadi baik jika diawali dengan rekrutment CPNS dengan tepat,
sesuai kebutuhan atau formasi yang di butuhkan. Apabila tidak, akan menyebabkan
kualitas birokrasi menjadi buruk dan hanya menghabiskan anggaran belanja.
Padahal dana dapat dialihkan untuk pembangunan infrastruktur yang bisa di
rasakan oleh lebih dari satu orang.
Harapan perubahan status bagi para pegawai honorer untuk
diangkat menjadi PNS defenitif, tidak mungkin diwujudkan tahun ini, dikarenakan
quota terbatas. Salah satu provinsi di Indonesia dengan pegawai honorer terbesar adalah NTT, karena data APBD tahun 2012 menunjukkan, untuk
Pemerintah Provinsi terdapat total belanja pegawai dan APBD NTT sebesar 50,78%,
posisi NTT berada pada “minus growth”
dimana jumlah pegawai berlebihan dan rasio belanja pegawai terhadap APBD diatas
30% (http://setagu.net/penerimaan-cpns-20130).
Mengatasi
Beban Pembangunan
Kepala
daerah harus kreatif dalam membangun, tidak harus menjadikan birokrasi sebagai
indikator pertumbuhan ekonomi masyarakat. karena akan menimbulkan stgnasi
pembangunan karena adanya pengurasan APBD
untuk belanja pegawai, anggaran untuk infrastruktur pembangunan tidak cukup.
Lapangan
kerja baru di NTT sangatlah terbatas sehingga orientasi mendapatkan kerja bagi
masyarakat NTT adalah PNS, sehingga solusi jangka pendek yang selalu dilakukan
mendaftar CPNS atau dengan menjadi tenaga honorer. Data tamatan sarjana pada
tahun ini saja sangat menumpuk, februari 2013 Undana mewisuda wisudawan mencapai 1.014 orang,
September 2013 Universitas PGRI - Kupang mewisuda wisudawan berjumlah 1.053
orang. Jumlah ini belum di tambahkan dengan Universitas Katolik Widya Mandira,
Universitas Kristen Artha Wacana, beberapa Sekolah Tinggi di Kota Kupang, serta
Perguruan Tinggi lainnya yang tersebar di sejumlah kabupaten.
Jumlah
wisudawan tentu lebih besar jumlahnya dari quota CPNS yang disediakan. Andai
pola pikir untuk survive di NTT adalah berburu peluang CPNS dan pegawai honorer
ada dalam pemikiran masyarakat. Maka proses seleksi yang mengutamakan
kompetensi dan kualitas dijadikan standar tetap, pola penerimaan pegawai
honorer harus segera diakhiri. Jika pola ini diterapkan maka akan memacu
masyarakat untuk meningkatkan kompetensi diri melalui pendidikan yang
berkualitas.
Pemerintah
daerah dan Perguruan Tinggi harus melakuakan kerja sama terutama pembukaan
Fakultas dan Program Studi di perguruan tinggi harus sesuai kebutuhan dan
pergumulan daerah, ijin pendidikan yang diberikan bagi perguruan tinggi yang
akreditasnya tidak memenuhi standar untuk ditiadakan karena akan memberikan
hasil pendidikan yang meragukan kualitasnya.
Karena
kualitas pendidikan akan berdampak pada perilaku sebagai kaum intelektual yang
akan hadir di masyarakat dan alam yang buas. Pemikiran diatas bukan meragukan
kualitas pendidikan tinggi, akan tetapi melihat fenomena mahasiswa yang memilih
dukun untuk menyelesaikan persoalan hidupnya adalah bukti bahwa pendidikan
tinggi gagal membentuk karakter manusia.
Mahasiswa
Ilmu Politik – FISIP - UI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar