“SBY Dengan Kebijakan Banci”
*Yoyarib Mau
Pemilu 2014 merupakan pemilu yang
menarik perhatian dan keterlibatan semua masyarakat karena hanya dua pasangan
kontestan, yakni Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta. SBY sebagai incumbent tidak ikut
dalam kontestasi karena dibatasi oleh konstitusi dimana hanya dua periode. SBY
selain sebagai Presiden tetapi juga sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Sikap Partai Demokrat dalam Pilpres
2014 pada 18 Mei 2014 seusai rapat pimpinan partai Ketua Harian Syarief Hasan
mengatakan bahwa; Partai Demokrat akan bersikap netral tidak akan bergabung
secara formal dengan kubu capres Jokowi atau capres Prabowo namun tidak berarti
golput. Partai Demokrat menginisiasi kegiatan dialog bersama Partai Demokrat
dan Prabowo-Hatta di Hotel Sahid, pada 01 Juni 2014, dan pada kesempatan itu
Prabowo menyampaikan visi dan misi Prabowo-Hatta, kemudian Ketua Harian Partai
Demokrat Syarief Hasan memberikan kesimpulan bahwa visi dan misi Prabowo-Hatta
segaris dengan Partai Demokrat. Pada kesempatan tersebut Syarief Hasan
menyatakan bahwa hasil dialog ini akan disampaikan ke SBY dan baru akan
mendeklarasikan mendukung atau tidak.
Beberapa waktu kemudian pada 30 Juni
2014 melakukan jumpa pers di kantor DPP. Partai Demokrat yang disampaikan oleh
Syarief Hasan selaku Ketua Harian yang dihadiri juga oleh para pimpinan DPP
Demokrat termasuk Sekretaris Jenderal Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono, DPP.
Partai Demokrat memutuskan dan menginstruksikan kepada pimpinan DPD,DPC dan
kader Demokrat, simpatisan Demokrat, termasuk organisasi sayap Demokrat untuk
memberikan dukungan penuh sekaligus suarannya kepada Prabowo-Hatta dalam
Pilpres 9 Juli mendatang.
Keputusan ini berbeda dengan
sejumlah pengurus dan kader Partai Demokrat yang memilih untuk mendukung
Jokowi-JK seperti; Suadi Marasabesy, Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat
Hayono Isman, didahului oleh Anies Baswedan, Dahlan Iskan, Sinyo Sarundajang
yang juga Gubernur Sulawesi Utara, himpunan komunitas demokrat yang digagas
oleh politisi Demokrat Pasek Suardika dengan sebutan PD (Pemilih Dua) juga
menyatakan dukungan ke pasangan capres nomor urut dua. Tokoh kontroversial yang
juga Juru Bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul juga mendeklarasikan diri untuk
mendukung Jokowi walau sebelumnya selalu mengkritik Jokowi sebagai Gubernur DKI
Jakarta. Sikap Ruhut ini mendapat dukungan dari Sekjend Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono, tetapi juga kecaman
dari Wakil Ketua Umum Max Sopacua.
Melihat kebijakan Partai Demokrat
yang semula memilih netral dengan tidak memberikan dukungan politik ke salah
satu pasangan capres-cawapres dalam rapimnas, tetapi kemudian memilih menyatakan
dukungan ke pasangan Prabowo-Hatta setelah melakukan dialog bersama antara
Partai Demokrat dan Prabowo-Hatta, hasil dialog tersebut menurut Ketua Harian
Syarief Hasan akan dikomunikasikan dengan Ketua Umum, selang beberapa hari
kemudian Demokrat mengumumkan kepada publik bahwa Demokrat mendukung Pasangan
Prabowo-Hatta, dengan demikian bahwa Susislo Bambang Yudhoyono yang adalah
Presiden juga sebagai Ketua Umum Partai Demokrat memberikan dukungan Politik
kepada pasangan Prabowo-Hatta dan tidak lagi netral.
Pemilu adalah sebuah agenda
demokrasi yang menjadi tangung jawab negara yakni Presiden untuk mewujudkannya,
peran SBY seharusnya turut serta dalam mewujudkan proses pemilu presiden
sehingga berjalan dengan baik, untuk perwujudan Indonesia sebagai negara
demokrastis, meminjam istilah Larry Diamond yang menilai demokrasi baru sekedar
“demokrasi prosedural” dan belum mencapai “demokrasi substansial”.
Menurut
Daniel Sparingga demokrasi prosedural dari pemilu adalah suatu sistem
kompetitif yang bukan saja merupakan wahana perebutan jabatan-jabatan publik
(official elected), kata kunci paling penting dari demokrasi prosedural adalah
kapasitas pemilu sebagai cara untuk memproduksi legitimasi sebesar-besarnya
dari rakyat (pemilih) melalui kontestasi yang kompetitif (competitivines)
berdasarkan prosedur yang ditetapkan. Sedangkan entitas lain yakni demokrasi
substansial adalah apakah hasil pemilu dapat bermanfaat bagi pencapaian
kesejahteraan rakyat banyak. Pemilu hanya digelar untuk mengatur sirkulasi
kekuasaan dan kepemimpinan sementara produk dari demokrasi bernama itu
dipertanyakan (Restorasi Penyelenggaraan
Pemilu Di Indonesia – Fajar Media Press- 2011).
Keberadaan
dan posisi SBY sebenarnya dalam pemilu 2014 adalah demi mewujudkan demokrasi
substansial karena SBY tidak lagi sebagai kontestan tetapi berperan sebagai
kepala negara untuk mewujudkan produk pemilu yang demokratis, dengan kata lain
bagaimana pemilu itu digelar dari proses hingga menuju hasil pemilu (dari hulu
hingga hilir) itu, tanpa ada kecurangan atau keberpihakan kepada kontestan
tertentu.
Atmosfir
SBY dalam kebijakan terkesan banci, karena secara institusi partai politik
adalah Ketua Umum Partai Demokrat, yang walaupun keputusan partai dibacakan oleh
ketua harian, namun SBY lupa bahwa ketua umum sebagai penanggungjawab
organisasi bukan di tangan ketua harian tetapi ketua umum. Kebijakan Partai
Demokrat ini seolah-olah SBY membuang badan bahwa bukan kebijakan SBY tetapi
kebijakan sebagian pengurus. Seyogiannya SBY memberikan kebebasan kepada kader
dan pengurus untuk menentukan pilihan politik tetapi secara institusi partai
politik tidak memberikan dukungan kepada pasangan manapun.
Menjadi
sangsi bagi TNI/Polri untuk bersikap netral jika SBY tidak netral, sebab
keberadaan TNI/Polri adalah netral, akan tetapi posisi Panglima TNI dan Kepala
Kepolisian selalu ditentukan oleh Presiden, penentuan jabatan ini oleh presiden
menjadi impian, sehingga tidak secara formal petinggi TNI/Polri menyatakan
sikap mendukung salah satu pasangan capres-cawapres tetapi bisa saja secara
diam-diam memakai kekuasaan komando untuk menggerakan mesin struktural
TNI/Polri untuk mendukung pasangan tertentu dengan imbalan posisi Panglima TNI
atau Kepala Kepolisian.
Kenetralan
TNI/Polri harus sejalan dengan kenetralan SBY, namun kenyataannya SBY
menjalankan perilaku banci yakni setengah hati, bukan saja dalam keputusan
institusi partai tetapi dalam menyikapi persoalan-persoalan dalam masa kampanye
ini, dalam persoalan Tabloid Obor Rakyat yang dibidani oleh para staf dari
lingkaran istana yang melakukan “blak campaign” tetapi SBY diam dan tidak
memberikan sikap. Namun ketika persoalan kader PDIP yang melakukan presure ke
stasiun TV-One yang nota bene stasiun tv ini memberikan dukungan penuh kepada
pasangan capres-cawapres tertentu malah SBY angkat bicara.
SBY
dibutuhkan untuk mewujudkan demokrasi substansial dalam mewujudkan akhir kepemimpinan
yang baik, ada peribahasa; gajah mati meninggalkan gading, harimau mati
meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama, SBY meninggalkan jabatan
dengan demokratis, sehingga suatu saat nanti ketika SBY hendak diperjuangkan
menjadi pahlawan nasional ada alasan yang mendasar.
*Pemerhati Sosial -
Politik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar