Sabtu, 16 Agustus 2014

"Tim Transisi Inkubator Politik"



“Tim Transisi Inkubator Politik”
*Yoyarib Mau

Tim Transisi sebuah kebijakan yang tidak biasanya dilakukan dalam catatan sejarah presiden terpilih di Indonesia, Jokowi-JK yang telah ditetapkan sebagai pemenang Pemilu 2014 oleh KPU. Bergerak cepat dengan membentuk Tim Transisi, Jokowi-JK selalu hadir dengan gagasan yang menarik, sejak awal kampanye bahkan setelah pemilu selalu hadir dengan gagasan yang tidak dapat diduga oleh siapapun. Terlepas dari tim kerja dibelakang layar yang meramu setiap ide dan gagasan, namun selalu saja ide itu ketika dipublikasikan selalu menuai kontroversi baik dipihak Jokowi sendiri maupun dari lawan politik.

Pilihan suka kata Tim Transisi yang sebenarnya adalah keberlanjutan dari tim sukses atau tim pemenangan pemilu, semangat dari tim yakni kolektifitas dimana ada pihak partai politik pendukung dan juga mewakili kelompok akademisi. Tim ini sangat kurus karena tidak melibatkan semua elemen pendukung seperti; relawan dan partai pendukung dalam tim inti. Tim ini digawangi oleh mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Kabinet Presiden Megawati 2001-2004.

Pemberian nama struktur bagi tim oleh Jokowi dengan pendekatan adminsitratif dengan tujuan lebih pada fungsi kerja, dimana ada kepala staf dan empat deputi. Kepala Staf yakni Rini  M. Soemarno, empat deputi yakni Hasto Kristiyanto (Wasekjend PDIP), Andi Widjajanto (Dosen FISIP-UI), Anies Baswedan (Rektor Universitas Paramadina nonaktif), Akbar Faisal (Politisi Partai Nasdem).  Empat deputi ini kemudian diberi mandat membentuk kelompok kerja. 

Dalam Tim Transisi tidak saja tim ini tetapi juga dibentuk tim penasihat senior di tim transisi, diantaranya mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono, mantan Wakil Ketua  Dewan Pertimbangan Partai Golkar  Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan  mantan Ketum Nahdlatul Ulama Hasyim Muzadi, serta mantan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif. Nama-nama lain yang pada masa kampanye pemilu yang lalu, juga masuk dalam tim sukses pasangan Jokowi-JK direkrut dalam kelompok kerja (pokja) tim transisi, Beberapa pokja yang diprioritaskan adalah, pokja Nelayan dan Petani, pokja Perumahan Rakyat, pokja Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar, Pokja Bahan Bakar Minyak, dan pokja Transportasi Publik. .  

Akan tetapi ada sejumlah pihak yang kecewa karena tidak masuk dalam tim transisi, Karena komposisi tim transisi bentukan Jokowi-JK dinilai tidak mampu merepresentasikan kelompok pendukungnya, maka sebaiknya dibubarkan saja. Ini lantaran komposisi tim transisi hanya terdiri dari lima orang, yakni tiga orang dari kalangan professional, dan dua orang lagi masing-masing dari PDIP dan Partai Nasdem.  Rasa kecewa ini tentu berdasar karena hubungan emosional dari tim transisi yang terdiri dari 5 orang tersebut sepertinya di dominasi oleh pihak PDIP.

Rini M. Soemarno memiliki kedekatan emosional dengan mantan Presiden Megawati, Andi Widjajanto adalah anak mantan politisi PDIP almarhum Theo Syafei, Hasto Kristiyanto adalah Wasekjend PDIP, kemudian tersisa Akbar Faisal dari Partai Nasdem, Partai Nasdem dan PDIP adalah partai politik yang pertama kali mengusung Jokowi-JK sebagai Capres. Kemudian belakangan menyusul PKP, Hanura dan PKPI. Ketakutan ini tentu berdasar karena dari 5 orang tim transisi ini apabila dalam pengambilan keputusan strategis semisal penentuan nama menteri, jika berakhir dengan voting maka akan lebih menguntungkan bagi PDIP dengan 3 orang yang memiliki hubungan yang kuat dengan PDIP.

Ketakutan diatas disanggah oleh Jokowi bahwa  tim transisi pemerintahan hanya bertugas mempersiapkan penjabaran program dan janji kampanye di pemilu presiden menjadi program kerja kabinet, serta tabuh membicarakan kursi  menteri. Jokowi mengatakan, juga ditambahkan bahwa  pembentukan rumah transisi ini untuk mempersiapkan peralihan pemerintahan dari Presiden SBY, agar setelah dilantik Jokowi-JK langsung melaksanakan konsep pemerintahannya, utamanya implementasi sembilan program nyata Jokowi-JK atau Nawacita.

Menjadi pertanyaan besar yakni mengapa tim transisi ini begitu penting bagi Jokowi-JK sehingga perlu di bentuk ? tentu setiap aktivitas politik tidak terlepas dari kebijakan politis. Seperti pameo bahwa “tidak ada makan siang gratis dalam politik setiap dukungan politik baik yang diberikan melalui partai politik, gerakan kerelawanan, maupun dukungan nama besar akademisi, tokoh adat/masyarakat dan agama dalam masa kampanye pemilu 2014, tentu menjadi utang politik bagi Jokowi-JK. Dilain pihak Jokowi diuji akan konsistensinya yang sejak awal hendak membangun koalisi tanpa syarat.

            Habermas merumuskan unsur normatif dari ruang publik, yakni sebagai bagian dari kehidupan sosial, dimana setiap warga negara dapat saling berargumentasi tentang berbagai masalah yang terkait dengan kehidupan publik dan kebaikan bersama, sehingga opini publik dapat terbentuk. Ruang publik ini dapat terwujud, ketika warga berkumpul bersama untuk berdiskusi tentang masalah-masalah politik. Refleksi Habermas tentang ruang publik berdasarkan deskripsi historisnya selama abad ke-17 dan ke-18, ketika cafe-cafe, komunitas-komunitas diskusi, dan salon menjadi pusat berkumpul dan berdebat tentang masalah-masalah politik (Reza A.A Wattimena - http://rumahfilsafat.com)

Kanalisasi Politik 

            Jokowi berpikiran persis seperti apa yang dikehendaki Jurgen Habermas bahwa memikirkan negara kedepan tidak sekedar dirinya yang terpilih secara dalam Pemilu 2014 yang memikirkan bagaimana baiknya Indonesia kedepan sehingga Jokowi membentntuk tim transisi. Keberadaan tim ini tentu tidak seperti yang digambarkan Habermas dimana dilakukan sebebas-bebasnya dan dilakukan dimana saja. Jokowi-JK membuatnya lebih apik dan terarah melalui kanal yang namannya tim transisi. Cafe-cafe, komunitas-komunitas diskusi, salon itu dalam pemilu 2014 mereka adalah partai politik, relawan-relawan, tokoh masyarakat dan tokoh agama/adat yang telah bekerja dan memberikan dukungan kemenangan bag Jokowi-JK yang kemudian mereka disatukan dalam sebuah kanal ruang publik.

            Kanal ini terlihat terbatas ukurannya tetapi ini untuk memudahkan terjadinya koordinasi sehingga pemikiran-pemikiran yang dihasilkan dapat terarah bagi terbentuknya ide dan gagasan bagi pemerintahan Jokowi-JK, ini merupakan ruang publik representatif dari ruang-ruang publik yang tersebar luas di berbagai pelosok, kelompok masyarakat  yang kemudian diminta peran sertanya dengan mewakilkan pribadi/tokoh untuk terlibat dalam tim transisi.

Inkubator Politik

            Sikap politik Jokowi-JK dengan membentuk tim transisi dianggap banyak orang sebagai upaya buang badan dari tuntutan balas jasa, karena telah memenangkan Jokowi, tidak dapat disalahkan karena memang sebagaimana pameo yang berkembang di masyarakat bahwa “tidak ada makan siang gratis dalam politik”. Namun bukan berarti tuntutan itu harus dipenuhi atau juga diabaikan keberadaan lembaga tim transisi diibaratkan sebagai inkubator alat yang digunakan untuk menumbuhkan dan mempertahankan suhu optimal, kelembaban dan kondisi lain seperti karbon dioksida (CO2) dan kandungan oksigen dari atmosfer di dalam. Inkubator sangat di butuhkan oleh bayi prematur yang baru lahir untuk bisa bertahan hidup maka membutuhkan inkubator. 

            Jokowi membutuhkan inkubator ini untuk menyeleksi kemampuan dan harapan perubahan dari semua pihak tidak  harus mematikan pribadi atau figur yang hendak menjadi menteri atau pejabat publik lainnya, tetapi pemikiran dan tujuan hendak menjabat jabatan publik dapat dituangkan dalam ruang publik yang namanya tim transisi.

*Pemerhati Sosial-Politik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar