”ISIS Indonesia Bukti Negara Gagal”
*Yoyarib Mau
Islamic
State of Iraq and Syria (ISIS) atau sebelumnya lebih dikenal dengan sebutan
Islam Irak dan Syam Raya, ISIS menjadi jaringan global hal ini ditandai dengan
kehadirannya yang dengan terang-terangan menggunakan simbol berupa bendera,
melakukan long march di area public sphere serta seruan bagi
masyarakat Indonesia untuk bergabung bersama ISIS. ISIS hendak menunjukan bahwa
de facto keberadaan ISIS sah secara
organisatoris, walau de jure belum
mendapatkan pengakuan. Namun Pihak Kepolisian mengatakan bahwa ISIS di
Indonesia sah-sah saja karena mereka juga dijamin oleh UUD 1945 soal kebebasan
berkumpul, berserikat dan mengeluarkan pendapat.
Penafsiran
atas dasar hukum diatas membuat ISIS Indonesia merasa diri legal untuk ada
serta berkembang mengkonsolidasi kekuatan dan memobilisasi diri untuk bergabung
dengan ISIS di negara lain terutama Siria dan Irak. Faktanya organisasi ini
menurut Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ISIS telah berkembang
pesat disejumlah daerah seperti NTB, Sulawesi, Ambon, Banjarmasin, dan
Bengkulu. ISIS semakin mencuat ke permukaan dunia selain organisasi-organisasi
radikal sejenis yang sudah sejak lama berjuang untuk mendirikan negara sendiri
dengan ideologi dan mazhab yang khas.
Keberadaan
ISIS ditelurkan oleh Al-Qaeda di Irak, pimpinan Al-qaeda di Irak yaitu Syaikh
Abu Mush’ab Az-Zarqawi yang kemudian digantikan oleh Syaikh Abu Hamzah
Al-Muhajir, dalam perjalanan waktu terjadi persoalan internal khususnya di
wilayah Diyala, Anbar dan Mosul memilih membelot dan mengingkari kepemimpinan
Syaikh Abu Hamzah Al-Muhajir, namun persoalan ditengahi dengan memberikan
otonomi kepemimpinan di wilayah Diyala kepada Syaikh Abu Umar Al-Baghdadi.
Pepatah
kepemimpinan yang diperoleh karena ada kekerasan, selalu akan menghadirkan
kekerasan baru, dan kekerasan baru itu hadir dari faksi-faksi yang yang
berkembang. Sehingga faksi-faksi ini memohon kepada Syaikh Abu Hamzah
Al-Muhajir agar dilakukan penegakan daulah, yang mana anggota majelis syura itu
sendiri terdiri dari beberapa jamaah jihad: Al-Qaeda, Bribage Al-Jihad, Anshar
Tauhid, Thaifah Manshurah, Kataib Al-Ahwal, Al-Ghuraba dan Jais Ahlus Sunnah
wal Jamaah.
Tujuan
dari bersatunya organisasi-organisasi dalam sebuah pembentukan daulah tentu
bertujuan untuk mengantisipasi tejadinya perpecahan atau perang saudara antara
sesama mujahidin. Kelompok-kelompok ini kemudian bersepakat untuk memilih
seorang amir dari mereka dan terpilihlah Syaikh Abu Umar Al-Baghdadi sebagai
pemimpin yang dibantu oleh wakil dari perwakilan dari 6 jamaah lainnya yang
tergabung dalam majelis syura. Penggabungan ini jelas merupakan kepemimpinan
Al-qaeda dan pada hakekatnnya ini adalah
skenario Al-qaedah Irak menjadi skenario Daulah Islam.
Keberadaan
daulah islam pimpinan Al-Baghdadi dalam perjalan waktu membentuk ISIS dengan
tujuan untuk mendirikan sebuah kekhalifaan di daerah di mana umat Sunni
merupakan mayoritas di Irak (Distrik Fallujah). Menurut para tafkiri
organisasi-organisasi yang tergabung dalam daulah islam perlu mendeklarasikan
diri menjadi negara karena ada wilayah yang mereka kuasai yakni Fallujah. Otomatis Al-Baghdadi memiliki
emirat (wilayah kekuasaan), sehingga levelnya tidak lagi emir (penguasa)
kelompok tetapi bergeser menjadi emir negara.
Pola
pengembangan kekuasaan Al-Baghdadi mengikuti apa yang dilakukan oleh Pemimpin
Taliban Mullah Omar yang mendeklarasikan Emirat Negara Islam di Afghanistan
kemudian berkembang menjadi emir global bagi pengikutnya yang mengembangkan
Taliban disejumlah negara. sebagaimana juga yang dilakukan oleh Al-Zawahiri
yang mengawali kepemimpinannya dari emir kelompok, kemudian emir negara dan
kemudian emir global jaringan terorisme. Bukti adanya WNI yang telah menjadi bagian
ISIS dan dengan berani tanpa ada ketakutan mengajak WNI lainnya untuk bergabung
ke medan perang di emirat ISIS bukan lagi wacana tetapi kenyataan yang tak
terbantahkan.
Kehadiran
ISIS di Indonesia menghadirkan sejumlah pertanyaan apakah mungkin bagi NKRI mengijinkan adanya tatanan ISIS berkembang dan
mendirikan ISIS di dalam NKRI ? Mengapa tidak ada langkah tegas dari
Pemerintahan SBY terhadap mereka yang
terlibat dalam ISIS ?
Keberadaan
ISIS dengan struktur pemerintahan yang mendunia, adanya wilayah yang dikuasai, memiliki
militer, memungut pajak. Indikator-indikator ini menunjukan bahwa mereka tidak
sekedar gerakan, atau sektarian radikal, tetapi negara dengan kekuasaan
membangun jaringan global dan mengancam akan NKRI. Kehadiran WNI dengan
menampilkan diri melalui sarana media sosial “you tube” bahwa mereka bergabung
dalam ISIS atau gerakan radikalisme dunia, dengan melakukan pembantaian dan
aksi terorisme diberbagai negara, memperlihatkan kepada dunia bahwa Indonesia
tidak secara langsung berkontribusi dengan membiarkan WNI terlibat untuk mensukseskan
cita-cita ISIS.
Ray
Takeyh dan Nikolas Grosdev menuliskan bahwa negara yang telah gagal dalam
mengelola stabilitas politik dan sosial, merupakan lahan subur bagi
berkembangnya aktivitas terorisme karena empat alasan: Pertama, menyediakan
lahan yang sangat memungkinkan bagi terorisme untuk mengontrol dan
mengendalikan berbagai wilayah di negara tersebut. Kedua, kemudahan bagi
jaringan terorisme bergerak di negara yang terjangkit kondisi failed state, karena negara tersebut
tidak mampu menyediakan perangkat legalitas dan memiliki kapasitas untuk
menerapkan supremasi hukum yang dapat menjerat aktifitas jaringan terorisme. Ketiga,
Fenomena kegagalan pengelolaan negara, memberi keleluasaan bagi kekuatan
terorisme global merekrut anggota menyerap simpati sebagian warga dan negara
tersebut. Keempat, failed state
menguntungkan aktivitas jaringan
terorisme, karena negara-negara tersebut menjadi tempat perlindungan terbaik
bagi aktivitas dan keselamatan kelompok terorisme (Terorisme dan TNI – CMB
Press – 2013).
Embrio
ISIS jelas adalah bagian yang tak terpisahkan dari organisasi global terorisme
yakni Al-Qaeda yang memiliki mahzab dan ideologi yang sama, sehingga apapun
alasannya ISIS adalah negara ataupun organisasi terlarang yang seyogiannya
tidak mendapatkan tempat di NKRI, kenyataannya ISIS dengan bebasnya bergerak
bahkan tampil ke publik bahkan negara terkesan diam dan memberi keleluasaan
bagi ISIS untuk menunjukan keberadan mereka bahwa mereka legal, alasan
kepolisian dalam hal ini Kapolri Sutarman mengatakan mereka dijamin UUD 1945
dengan menggunakan pasal 28, kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan
pikiran lisan dan tulisan.
Padahal
dalam Pembukaan UUD 1945 para pendiri bangsa telah bersepakat untuk mewujudkan perdamaian dunia, jika negara
membiarkan WNI terlibat dalam ISIS untuk melakukan pembantaian atau peperangan,
maka NKRI tidak menciptakan perdamaian dunia, keprihatinan dan perwujudan
keadilan dunia tidak sekedar rasa empati tetapi harus dibuktikan sebagai bentuk
cita rasa kewarganegaraan dunia dalam satu napas untuk mengutuk segala bentuk
tindakan represif dan diskriminasi.
Kepedulian
Indonesia terhadap Palestina yang diserang oleh Israel merupakan bukti mulia untuk
mewujudkan cita rasa keadilan dunia, namun seyogiannya kita melakukan itu bukan
karena atas dasar pertimbangan sentimen agama atau ras, kita harus sepakat
bahwa cita rasa keadilan untuk membangun perdamian dunia sebagaimana yang
diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. Aspek kepekaan sebagai negara harus
berlaku mutlak tehadap seluruh warga dunia tanpa pertimbangan atau sentimen
tertentu. Apa yang dilakukan oleh ISIS dengan melakukan sejumlah pelanggaran
HAM terhadap minoritas dan sub etnies tertentu, maka negara tidak boleh diam,
apalagi yang melakukan itu turut serta WNI, jika negara Indonesia diam maka
NKRI memenuhi syarat negara gagal.
*Pemerhati
Sosial – Politik
Statement sampah
BalasHapushe,,,he,,,, mas ini pemikiran, yang sampah itu justru malas berpikir
BalasHapus