“Poros Maritim Bocor Di Hulu”
*Yoyarib Mau
Isu
strategis yang di kampanyekan Jokowi dalam masa kampanye untuk pemilu 2014
adalah Indonesia sebagi poros maritim dunia, ide dan gagasan inilah yang
menjadi sebuah wacana menarik (trand
topic) untuk diperbincangkan hampir seluruh rakyat Indonesia, bahkan ide
dan gagasan poros maritim dunia sebagai salah satu isu penentu kemenangan
Jokowi. Ide dan gagasan ini dipertegas oleh Jokowi dengan melakukan pidato
kemenangan di atas geladak kapal pinisi di Pelabuhan Sunda Kelapa.
Jika
awal kepemimpinan Jokowi-JK difokuskan pada persoalan kemaritiman, tentunya kementerian
ataupun badan yang dibentuk untuk menangani soal kemaritimin perlu mendapatkan
perhatian lebih, jika kementerian kelautan dan perikanan tetap sebagai ujung
tombak dalam menangani kemaritiman maka diharapkan adanya sosialisai yang tepat
tentang pemahaman akan kementerian kelautan
dan soal kemaritiman. Pemahaman yang berbeda akan nama kelautan dan
kemaritiman bisa menjadi penafsiran yang bervariasi di masyarakat.
Hal
yang substansial dalam perwujudan program ini adalah bagaimana dukungan postur
APBN bagi kementerian ini. Kenyataan yang terjadi penetapan APBN 2015 dalam
pemerintahan SBY sepertinya tidak memiliki niat yang tulus untuk mendukung nawa
cita dan harapan Jokowi – JK soal poros
maritim dunia. Terlihat secara gamblang dari penetapan APBN 2015 dimana ada
beberapa kementerian dan lembaga yang mendapatkan alokasi
anggaran yang cukup besar.
Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp 67,2 triliun serta Kementerian Agama
sebesar Rp 50,5 triliun, alokasi untuk kedua kementerian ini menurut SBY
diprioritaskan untuk meningkatkan akses, kualitas, relevansi, dan daya saing
pendidikan, melalui peningkatan dan pemerataan pelayanan pendidikan. Juga
sebagai strategi tersebut ditujukan untuk mempercepat pembangunan sumber daya
manusia, sekaligus memanfaatkan potensi demografi Indonesia yang produktif.
Adapun
alokasi anggaran pada Kementerian Kesehatan sebesar Rp 47,4 triliun, diprioritaskan
untuk peningkatan akses dan kualitas kesehatan, antara lain berupa peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan di puskesmas di daerah perbatasan, dan pulau-pulau
kecil terluar, sehingga memenuhi standar pelayanan Kesehatan Primer sebanyak 70
puskesmas; pemberian bantuan operasional kesehatan sebanyak 9.715 puskesmas;
penyaluran anggaran Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) terkait BPJS kesehatan; serta peningkatan persentase jumlah bayi usia
0-11 bulan yang memperoleh imunisasi dasar lengkap sebesar 91%.
Di bidang
pertahanan, dialokasikan dana untuk anggaran Kementerian Pertahanan sebesar Rp 95,0
triliun. Alokasi dana ini digunakan untuk melanjutkan pemenuhan kekuatan dasar
yang diperlukan (Minimum Essential Forces/MEF), meningkatkan upaya pemeliharaan
dan perawatan melalui peningkatan peran industri pertahanan dalam negeri, baik
produksi alutsista maupun pemeliharaannya.
Di samping
pertahanan negara, alokasi anggaran untuk Kepolisian Negara Republik Indonesia
juga menjadi prioritas yaitu sebesar Rp 47,2 triliun. Institusi Polri diharapkan
dapat memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dalam rangka
terpeliharanya keamanan dalam negeri. SBY juga menyebutkan pemerintah memandang
perlu untuk mempertahankan rasio polisi dengan jumlah penduduk sebesar 1
berbanding 582, yang dilaksanakan dengan menambah jumlah personil Polri. Dua
kementerian yang sangat berperan di bidang pemba-ngunan infrastruktur adalah
Kementerian Pekerjaan Umum, yang dialokasikan dana sebesar Rp 74,2 triliun dan
Kementerian Perhubungan sebesar Rp 44,6 triliun.
SBY
dalam sambutannya pada sidang paripurna DPR RI 15 Agustus 2014, besaran
alokasi anggaran APBN untuk tujuh kementerian negara dan lembaga negara dari RAPBN 2015
adalah dari total pendapatan negara sebesar
Rp1.762,3 triliun yang terdiri dari penerimaan perpajakan Rp1.370,8 triliun,
penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 388 triliun dan penerimaan hibah Rp 3,4
triliun. Sementara itu, total belanja negara mencapai sebesar Rp 2.019,9
triliun, terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 1.379,9 triliun dan
transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 640 triliun. Dengan demikian,
defisit anggaran dalam RAPBN 2015 adalah Rp 257,6 triliun atau 2,32%.
Alokasi postur anggaran kepada sejumlah
kementerian dan lembaga yang begitu besar sepertinya dilakukan oleh SBY selama
masa kepemimpinannya selama 10 tahun ini, dari alokasi anggaran 2015 untuk
beberapa pos kementerian ini menghasilkan defisit yang cukup besar yakni Rp.
257,6 triliun, defisit ini berarti menjadi utang negara pada tahun 2015, apakah
itu utang negara dari bank dalam negeri atau negara asing tetaplah menjadi
utang yang dibebankan kepada pemerintahan Jokowi-JK, belum lagi ditambahkan dengan utang SBY tahun
2014 yang dilansir Bank Indonesia (BI) yang mencatat total utang
luar negeri Indonesia per Januari 2014 mencapai USD269,27 miliar atau
Rp3.042,751 triliun jika mengacu kurs Rupiah sebesar Rp11.300 per USD.
Kondisi kebocoran anggaran dalam
bentuk utang ini, kemudian menghadirkan pertanyaan; apa yang hendak Jokowi-JK gunakan untuk membiayai program “poros
maritim dunia” ? kemudian bagaimana Jokowi-JK membuat terobosan untuk menjawab
program 100 hari menjabat kepada rakyat Indonesia ?
Para
ahli mengklasifikasikan teori kemaslahatan kepada dua hal. Pertama, mashlahah
‘ammah, yaitu kemaslahatan umum yang berhubungan dengan
kepentingan masyarakat banyak. Dalam hal terkait dengan kenaikan
harga BBM jika memberikan kebaikan lebih besar untuk mayoritas penduduk
Indonesia maka menaikan harga BBM itu merupakan suatu kebutuhan primer, yaitu
menjaga kestabilan ekonomi bangsa dan negara.Kedua, mashlahah khasshah,
yaitu kemaslahatan khusus yang berhubungan dengan kemalahatan individual.
Apabila menaikan harga BBM itu hanya memberikan kemaslahatan bagi golongan
tertentu, atau kepentingan kelompok atau individ-individu tertentu, maka
menaikan harga BBM itu harus ditolak.
Teori
Kemaslahatan Najm al-Din al-Thufi dikembangkan dari pemikiran yang
menyiratkan adanya suatu upaya untuk memperoleh suatu hukum fiqh melalui
perluasan makna suatu teks syari’ah yang bersifat eksplisit dengan mengungkap
pengertian-pengertian implisitnya. Ini dilakukan dengan menggali causalegis
(illat) suatu nash untuk diterapkan pada kasus-kasus serupa yang secara
ekplisit tidak termasuk ke dalamnya. Atau juga dengan menggali semangat, tujuan
dan prinsip umum, yang terkandung dalam suatu nash untuk diterapkan secara
lebih luas dalam masalah lain yang diharapkan dapat mewujudkan kemaslahatan
umum (http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2218021-teori-kemaslahatan-najm-din-thufi/#ixzz3Ck2pHgVd).
Teori ini terlihat mungkin banyak orang yang berpikir parsial pasti alergi
karena teori ini berdimensi nilai agama, tetapi bagi penulis bukan soal
agamannya tetapi nilai universal yang dapat bermanfaat bagi kemanusiaan.
Persoalan poros maritim dunia merupakan persoalan publik atau mayoritas rakyat
Indonesia yang daerahnya berbentuk daerah kepulauan. Sikap politik harus
diwujudkan oleh Jokowi-JK walaupun mungkin tidak populer tetapi ada pencapian
kemaslahatan rakyat Indonesia yang hendak di capai. Kebutuhan ini yang
kemungkinan besar mendorong Jokowi untuk memilih menaikan bbm, karena ada
alasan logis untuk pembangunan nasional yakni “Indonesia sebagai poros maritim
dunia”.
Melihat kondisi utang luar negeri Indonesia yang terus membengkak, tidak
mungkin Jokowi-JK melakukan pinjaman luar negeri karena akan menambah utang
luar negeri, pilihan pil pahit untuk menaikan bbm yang mungkin dilakukan
Jokowi-JK dengan perilaku moral Jokowi
yang menjadi jaminan, tentunya kebijakan menaikan bbm untuk kemaslahatan umat
tidak membunuh rakyat. Hal ini juga sebagai bentuk kontribusi rakyat dengan
konsep kerelawanan yang telah menghentarkan Jokowi-JK dengan sumbangan sukarela
hingga terpilih menjadi presiden.
*Pemerhati Sosial Politik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar