Rabu, 13 Mei 2015

"SBY, PARTAI DEMOKRAT DAN KORUPSI"


“SBY, PARTAI DEMOKRAT DAN KORUPSI”
*Yoyarib Mau

Tiga variabel ini memiliki keterikatan yang sangat kuat, SBY menjadi ikon dari Partai Demokrat hal ini terlihat dari kuatnnya dukungan yang meneguhkan dirinya untuk menjadi Ketua umum pada Kongres IV Partai Demokrat yang digelar di Surabaya, Jawa Timur, sosok SBY dianggap sebagai perekat bagi partai, ketika konflik internal antara faksi dalam partai memuncak dan mengancam akan keikutsertaan Partai Demokrat dalam pemilu 2014, karena Anas Urbaningrum terlibat dalam kasus korupsi Hambalang dan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Kondisi ini menuntut agar segera ada penetapan ketua umum pada temu kader nasional pada 26-27 Oktober 2013 di Sentul International Convention Center, Bogor – Jawa Barat. 

Pembuktian bahwa SBY dan Partai Demokrat itu ada ikatan yang melekat kuat terlibat dari penetapan temu kader nasional sejumlah jabatan yang melekat dalam diri SBY yakni; sebagai Ketua Dewan Kehormatan, Ketua Majelis Tinggi, dan Ketua Dewan Pembina, Ketua Umum, sekaligus Ketua Majelis Tinggi (sebelumnya juga merangkap sebagai Ketua Dewan Pembina dan Dewan Kehormatan) Partai Demokrat.

Tak terbantahkan bahwa SBY dan demokrat adalah dua kutub magnet yang bertemu sehingga melengket kuat dimana pada Kongres IV Partai Demokrat secara aklamasi menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. Pada paripurna 12 Mei 2015 memutuskan SBY menjadi pemimpin partai periode 2015-2021. Berbeda dengan proses kongres partai politik lainnya, dimana agenda pemilihan ketua umumnya menjadi agenda utama sebelum agenda lainnya. Normalnya agenda pemilihan ketua umum menjadi agenda puncak dari seluruh agenda kongres. 

Agenda sidang pada malam setelah pembukaan yang dihadiri oleh Presiden Jokowi, sesuai agenda hanya melakukan pembahasan tata tertib kongres, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, pembentukan komisi serta laporan pertanggung jawaban Dewan Pengurus Partai pimpinan SBY. Namun kemudian dalam sela-sela agenda penyampaian pandangan umum baru saja dua DPD menyampaikan pandangan umumnya, E.E. Mangindaan sebagai pimpinan sidang menskors sidang selama sepuluh menit, kemudian pimpinan sidang menanyakan kepada seluruh  peserta kongres, apakah sepakat soal hasil pandangan umum yang telah di sampaikan oleh dua DPD terdahulu yang mengajukan SBY sebagai ketua umum ? Akhirnya semua peserta sepakat maka pimpinan sidang mengeluarkan Surat Keputusan pengangkatan kembali SBY. Berdasarkan Keputusan Kongres Nomor 10/4/PD/5/2015 memutuskan menetapkan Prof. Dr. SBY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Surat tersebut ditandatangani oleh tujuh pimpinan sidang yaitu Hasan Basri Agus, Amir Syamsudin, Syarief Hasan, Evert Erenst Mangindan, Edhie Baskoro, Robi M. Nouw, Muhammad Zainul Majdi.

Jauh sebelumnya SBY pada 30 Maret 2013, mengatakan bahwa janganlah dirinya yang jadi Ketua Umum lagi, lebih tepat sebagai pembina atau ketua dewan pembina. Politik tidak selamanya berjalan sesuai janji, Selasa, 12 Mei 2015 membuktikan bahwa pernyataan SBY dua tahun lalu itu, SBY mengatakan kader tanah air meminta dia kembali memimpin Partai Demokrat dengan membulatkan sikap melalui surat pernyataan dukungan yang digalang dari DPC se tanah air.

Variabel lain yang cukup melekat kuat pada Partai Demokrat selain SBY, adalah korupsi, Partai Demokrat ketika pada pemilu 2004 mampu menjadi partai baru yang memperoleh suara yang cukup signifikan yakni memperoleh jumlah suara 8.455.225 suara, presentasi 7,45% dengan jumlah kursi 55 kursi, dan berhasil melakukan koalisi yang mengusung SBY dalam pemilu presiden dan terpilih mengalahkan Megawati. Berbeda dengan pemilu 2009, dimana sebelum pemilu jelang Hari Anti Korupsi Sedunia sekaligus iklan kampanye menuju 2009 Partai Demokrat menayangkan iklan di sejumlah TV dengan taqline “katakan tidak pada korupsi”, ajakan kepada masyarakat bahwa Partai Demokrat bersama SBY terus melawan korupsi dan bergabung bersama Partai Demokrat tanpa pandang bulu. Harapan dari iklan ini diyakini akan membawa Demokrat masuk dalam jajaran tiga besar partai peraih suara tertinggi dalam pemilu legislatif 9 April 2009. 

Pemilu 2009 sepertinya Partai Demokrat mampu mengasosiasikan anti korupsi pada diri partainya, sebagai komitment untuk membasmi korupsi sehingga rakyat merasa Partai Demokrat sebagai partai yang  diharapkan untuk membasmi korupsi. Alhasil Pemilu 2009 Partai Demokrat mampu menjadi partai pemenang jumlah suara 21.703,137 suara, presentasi 20,4% dengan jumlah kursi 150 kursi. Kenyataanya bahwa mengidentikan Partai Demokrat dan Korupsi ini dengan dua kutub yakni; positif dan negatif. Positif dimana komitment yang telah dilakukan oleh demokrat melalui iklan yang mungkin dipahami sebagai janji kampanye. Kutub Negatif  ternyata tidak kalah kuatnya mempertahankan image Partai Demokrat dengan variabel korupsi. 

Para petinggi Demokrat dalam hal ini mereka yang berperan dalam iklan anti korupsi yang ditayangkan pada tahun 2008 terlibat korupsi seperti; Angelina Sondakh, Anas Urbaningrum, dan Andi Mallarangeng, Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II Jero Wacik di jerat terlibat korupsi, petinggi pengurus partai terlibat korupsi Muhamad Nazarudin, pendiri partai juga terlibat korupsi yakni Sutan Batoetagana. Dari persoalan identitas yang melekat kuat pada Partai Demokrat hadir pertanyaan, apa yang harus dilakukan oleh Partai Demokrat untuk menciptakan “brain image” dipikiran masyarakat Indonesia tentang Partai Demokrat ?.
Partai Politik (parpol) menurut Miriam Budiardjo merupakan organisasi politik yang menjadi sarana masyarakat untuk menyalurkan aspirasi. Di negara-negara berkembang maupun negara-negara maju parpol menjadi ikhtiar yang penting dalam sebuah sistem politik. Pendapat atau aspirasi seseorang atau kelompok akan hilang tak berbekas, apabila tak ditampung dan disalurkan sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat menjadi lebih teratur. Pendapat dan sikap yang bermacam-macam tersebut perlu diolah dan dirumuskan sehingga dapat disampaikan kepada pemerintah sebagai pembuat keputusan dalam bentuk tuntutan atau usul kebijakan umum (Miriam Budiardjo – Dasar-dasar Ilmu Politik –Gramedia). 

Partai politik dalam sejarah bangsa Indonesia akan besar dan tetap bertahan jika ada dalam lingkaran kekuasaan atau terlibat dalam pemerintahan, karena keterbatasan dana pembinaan yang dimiliki oleh partai politik untuk membiayai kegiatan politik parpol yakni menampung dan merumuskan tuntutan masyarakat dalam bentuk kebijakan umum. Keuntungan bagi parpol yang ada dan terlibat dalam pemerintahan adalah sarana pemerintah, dalam hal ini peran dan fungsi menteri dapat dimanfaatkan untuk kepentingan parpol tertentu karena akan melekat kuat pada jabatan menteri. Program kementerian akan diklaim sebagai program parpol pengusung sehingga masyarakat akan menilai kerja menteri adalah kerja parpol.

Tidak adannya iuran anggota parpol untuk membangun parpol menjadi penyebab utama, parpol di Indonesia menjalankan tokoh central sebagai pendiri dan pembiayai operasional parpol, SBY tidak cukup kuat untuk membiayai Partai Demokrat dari kantong pribadinya, bisa saja untuk 5 – 10 tahun ke depan namun setelah itu Demokrat akan mengalami kesulitan, SBY tidak lagi harus menjadikan model manajemen partai dengan tokoh central lagi, Apabila Demokrat hendak menjadi partai besar maka pola yang bisa dilakukan adalah memilih berada dalam barisan pemerintah untuk bisa mendapatkan jatah kursi menteri apabila ada “reshuffle” kabinet, maka Ruhut Sitompul sebagai penghubung yang tepat untuk menghadirkan Presiden Jokowi untuk membuka kongres. Pilihan kedua adalah mampu menyiapkan penerus parpol yang mampu menciptakan fundraising untuk kemandirian parpol, jika tidak maka akan kembali menciptakan lingkaran tokoh central yang memiliki modal. Ibarat menjual saham perusahaan ke investor lain.

*Pemerhati Sosial - Politik


  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar