“PEMUDA KAMBING CONGEK”
*Yoyarib Mau
Salah
satu segemen penting dalam pembangunan manusia adalah pemuda, tentu pemuda
mendapatkan perhatian khusus selain segmen anak, dan orang tua (lansia). Usia
Pemuda yang dimaksud dalam segmen ini yakni 17 – 40, walaupun dalam UU 40 Tahun
2009 membatasi pada umur 15 – 30 tahun, namun dalam tulisan ini memberikan
jenjang hingga 40 tahun (versi KNPI) dengan pertimbangan peradaban yang lambat
dan rendahnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Perhatian pada segmen ini menjadi
sebuah keharusan karena diatur dalam UU 40 Tahun 2009 tentang pembangunan kepemudaan
dan pelayanan kepemudaan. Keberadaan UU ini mengamanatkan bahwa pembangunan
kepemudaan yaitu proses memfasilitasi segala yang berkaitan dengan kepemudaan,
sedangkan pelayanan kepemudaan adalah penyadaran, pemberdayaan dan pembangunan
kepemimpinan, kewirausahaan, serta kepeloporan pemuda.
UU ini mendapatkan dukungan dengan
adanya Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), sedangkan disejumlah
tingkatan Provinsi, Kabupaten/Kota terdapat Dinas Pemuda, Pendidikan dan
Olahraga ( Dinas PPO). Keberadaan pemuda adalah elemen penting, sehingga didukung
oleh perangkat birokrasi dan sejumlah alokasi anggaran APBN/APBD untuk pembinaan kepemudaan, bahkan sebegitu
pentingnya keberadaan pemuda, mendapatkan mata anggaran yang dialokasikan
khusus, akan tetapi terkadang akibat
keliaran arah pemuda, sehingga dipaksakanlah kebijakan alternatif, seperti adanya
dana Bansos yang dialokasikan kepada sejumlah organisasi pemuda.
Di Sumatera Utara pada tahun anggaran
2011 - 2013 Mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, memberikan dana
bantuan sosial (Bansos) yang ditelusuri mengalir ke sejumlah media, LSM, Ormas,
termasuk sejumlah organisasi kepemudaan dan mahasiswa, antara lain; MPW. Pemuda
Pancasila, DPD Ikatan Pemuda Karya (IPEKA) , FKPPI Sumut, Pemuda Panca Marga
Sumut (PPM), GM. FKPPI Sumut, Pujakesuma Sumut, PW. IPNU Sumut, Badko HMI
Sumut, GMNI, PMII, GMKI, PMKRI (tidak dijelaskan secara mendetail cabang mana),
PD. KBPP Sumut, Kaukus Perempuan Parlemen Indonesia, Resimen Mahatara Provsu,
Ikatan Alumni Resimen Mahasiswa Indonesia (IARMI), DPW KIBLAT Sumut, dan organisasi
lainnya (http://indonesiaaktual.com/ini-data-lengkap-media-ormas-lsm-yang-terima-aliran-dana-bansos-sumut/).
Demikian
juga dana bantuan sosial tahun anggaran 2011- 2012 yang penggunaannya di
Provinsi Banten oleh mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, mengalirkan sejumlah
dana bansos ke sejumlah lembaga lantara lain; PMI Provinsi Banten (Ketua Tatu
Chasanah), Karang Taruna Provinsi Banten (Ketua Andhika Hazrumi), KNPI/OKP
Provinsi Banten (Ketua Aden Abdul Kholik), GP. Ansor Kota Tangerang Selatan
(Ketua Tanto W. Arban), (http://m.detik.com/news/berita/2401689/ini-daktar-penerima-hibah-yang-diduga-terafiliasi-dengan-atut).
Penggunaan
dana bansos sebagaimana yang dilakukan di Sumut dan Banten peruntukannya sama,
hanya saja di Sumut dana bansosnya dibagikan hampir merata kepada sejumlah
organisasi kemasyarakatan dan kepemudaan, sedangkan di Banten dana bansos
tersebut dialirkan hanya kepada ormas atau organisasi kepemudaan yang diketuai
oleh keluarga Ratu Atut Chosiyah. Sekelumit aktifitas organisasi kepemudaan
yang digambarkan pada alinea diatas tidak hendak menggambarkan bahwa semua
organisasi kepemudaan dalam menjalankan roda organisasinya bergantung pada
sumbangan atau anggaran pemerintah, namun realitasnya kebanyakan organisasi kepemudaan
hadir atau dibentuk untuk tujuan yang sama yakni mendapatkan sumbangan dari
pemerintah atau alokasi dana khusus lainnya. Dilema ini kemudian menghadirkan
pertanyaan, apakah pembinaan kepemudaan
dan pelayanan kepemudaan yang tertuang dalam UU 40 Tahun 2009 itu, hanya sekedar
berkutat pada angka nominal dan mengabaikan penanaman nilai yang dicita-citakan ?
Tan Malaka mengatakan gerpolek
adalah perpaduan suku kata yaitu, gerilya, politik dan ekonomi. Gerpolek adalah
senjata sang gerilya buat membalas Proklamasi 17 Agustus dan melaksanakan
kemerdekaan 100% yang sekarang sudah merosot ke bawah 10%, Sang gerilya adalah
seorang putra atau putri, seorang pemuda atau pemudi, seorang Murba atau Murbi Indonesia, yang taat dan setia
kepada Proklamasi dan kemerdekaan 100% dengan menghancur-leburkan siapa saja yang memusuhi Proklamasi serta
memerdekakan 100% (Tan Malaka –GERPOLEK- Narasi – 2013).
Spirit gerilya adalah spirit
keaslian dari para pejuang yang harus diwariskan bagi kepemudaan, pemikiran Tan
Malaka dapat dikenakan pada pemuda kekinian, pemuda selalu diidentikan dengan
simbol progresif, dinamis, agresor bahkan tulang punggung pembangunan, serta penerus
bangsa. Harapan besar pada pemuda harus mendasarkan aktivitas kepemudaannya
pada tiga hal; Gerilya, Politik dan Ekonomi. Gerilya adalah menumbuhkan semangat perjuangan yang merata di
seluruh wilayah atau pelosok, dengan nilai-nilai perjuangan yakni tabah, berani,
memiliki tekad dan bergembira, dalam situasi dan kondisi apapun. Politik melakukan perundingan atau
diskusi membangun pemikiran kebangsaan dalam kehidupan kepemudaan untuk terus
menggelorakan semangat kemerdekaan dan mengisi kemerdekaan yang bertujuan untuk
mempertahankan tatanan dan nilai-nilai yang fundamental yakni semangat
Pancasila, UUD 1945, menghargai keberadaan Bhineka Tunggal Ika dan semakin
menguatkan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ekonomi yang dimaksud yakni membangun kemandiran ekonomi dalam
kelompok, agar organisasi kepemudaan dapat membiasakan diri mandiri dan tidak
bergantung kepada pihak lain dalam membangun organisasinnya.
Organisasi Piaraan
Kenyaataan
dalam kekuasaan dengan menjalankan prinsip demokrasi dimana pucuk kepemimpinan
organisasi diperebutkan melalui kompetisi. Arah demokrasi yang telah dijangkiti
oleh virus komersialiasasi organisasi merasuk, dimana selalu memandang jabatan
atau kedudukan pimpinan organisasi sebagai sebuah kesempatan untuk memperoleh
keuntungan atau penghasilan bagi diri dan kroni. Hal ini disebabkan oleh adanya
dana pembinaan dari pemerintah yang bisa diolah. Konsep gerilya, politik dan
ekonomi tidak lagi diwujudkan sebagaimana yang ditorehkan oleh Tan Malaka, Para
spekulan organisasi merebut pimpinan organisasi dengan bergerilya melakukan
transaksi dukungan dengan sejumlah nominal uang, mengabaikan prinsip-prinsip
bergerilya yakni kerelaan untuk berkorban. Para pengurus daerah yang hendak
hadir dalam kongres/mubes/muktamar dapat dibiayain dan disiapkan tempat untuk
dikandangkan agar dalam satu komando saat memberikan dukungan suara bagi yang
diusung.
Politik
kebangsaan untuk mengisi kemerdekaan dengan nilai-nilai yang dapat mengayomi
semua pihak tidak lagi dilakukan, upaya merebut kekuasaan dan pucuk
kepemimpinan melalui pola imperialisme “devide et impera”, memecah bela
kelompok organisasi dengan melakukan mobilisasi dukungan berdasarkan segregasi
“kita dan mereka”, bahkan lebih ekstrim dan primordial dengan membentuk
sentimen kanal agama, kanal budaya, ataupun kanal geografis.
Kemandirian
ekonomi bagi organisasi kepemudaan seyogiannya dilakukan dalam organisasi
dengan usaha-usaha mandiri, menjalankan usaha koperasi dengan azas gotong
royong. Naluri pragmatisme sebagai organisasi piaraan membuat organisasi
kepemudaan saat ini lebih sebagai organIsasi dengan pendekatan “event
organisasi” (EO), jalan ini semata-mata sebagai penyelenggara kegiatan yang
berkolaborasi dengan birokrasi. Motif kerjasamanya adalah “koruptif”
menjalankan program pemerintah dimana kegiatan yang seharusnya dijalankan
selama beberapa hari, namun dapat dipadatkan menjadi satu hari dengan memohon
anggota melakukan tanda-tangan kehadiran yang dibuat rangkap, namun dalam
laporan pertanggungjawaban kegiatan tetap dilakukan selama sekian hari.
Motif
organisasi “kambing congek” yakni mengajak orang mewakili organisasi tanpa
kaderisasi (bukan anggota), dengan hanya mengenakan simbol organisasi untuk
hadir dalam sebuah kegiatan seperti seminar, demo atau dukungan kampanye
terbuka yang membutuhkan masa dan bendera organisasi dengan mendapatkan sejumlah
imbalan, nasi bungkus/kotak serta angka nominal tertentu, melalui penyunatan
bagi pimpinan organisasi yang diwakili dan kemudian sisanya untuk peserta yang
hadir.
*Pemerhati
Sosial-Politik
(tulisan ini akan dipublikasikan di media Timor Express)