Jumat, 17 Juli 2009

"Golkar di antara Group Yudas dan Group Yohanes"

“GOLKAR DI ANTARA GROUP YUDAS DAN GROUP YOHANES”
*Yoyarib Mau
Akhir-akhir ini media massa santer memberitakan tentang Partai Golkar pasca pemilu president, partai yang pernah jaya dengan nama Golongan Karya pada massa Orde Baru. Pemilu Legislatif hampir seluruh petinggi partai ini tampil ke Public dan memberikan komentar mewakili Partai Golkar seputar kesiapan Partai ini sebagai salah satu peserta pemilu, mereka seperti Agung Laksono, Yoris Raweyai, Muladi, Firman Soebagio dan lainya namun pasca pemilu legislative tarik menarik guna mengajukan siapa yang akan maju mewakili Partai Golkar dalam pemilu president 2009 apakah JK maju sebagai Capres, atau maju tetapi hanya Cawapres untuk tetap mendampingi SBY atau mengajukan nama Capres atau Cawapres lain dari internal partai Golkar sendiri.
Tarik menarik yang tak kunjung usai akhirnya dengan berat hati sebahagian Dewan Pengurus Pusat menyepakati Partai Golkar berkoalisi dengan Partai Hanura dengan posisi JK sebagai Capres sedangkan Wiranto sebagai cawapresnya, Hal ini terkesan bahwa komunikasi politik yang digalang oleh beberapa petinggi Golkar dan Demokrat mengalami kebuntuan.
Majunya JK sebagai Capres membuat petinggi Golkar antara mendukung penuh dan tidak mendukung, hal ini dapat di buktikan dengan kehadiran para petinggi Golkar ke Publik guna menunjukan dukungan morilnya terhadap kader Golkar, ataupun menjadi Team Kampanye atau Tim Sukses dari JK – Wiranto, mereka sepertinya hilang di telan bumi. Namun dua hari jelang perhitungan cepat (Quick Count) dan hasilnya menunjukan bahwa JK mengalami ketertinggalan jauh dari kedua konstentan lainnya. Hasil ini sepertinya kesempatan emas untuk para petinggi Golkar yang menghilang jelang pilpres guna melakukan Munaslub karena kekalahan Golkar selama kepemimpinan JK.
Munaslub berhembus kian kencang bahkan informasi yang berkembang bahwa para kelompok yang tidak setuju dengan majunya JK sebagai Capres melakukan pertemuan awal di rumah Aburizal Bakrie sebelum pemilu President 08 Juli 2009 yang lalu, tiupan itu makin gencar pasca pemilu president. Mereka yang kuat mendorong Munaslub adalah adalah tokoh-tokoh senior partai seperti Aburizal Bakrie, Agung Laksono, Akbar Tanjung, Muladi, Yories Raweyai dan lainnya penulis menyebut mereka sebagai: kelompok Yudas - Pragmatis, mengapa pragmatis karena orang- orang inipulah lah yang membendung laju Akbar Tanjung ketika akan maju untuk kedua kalinya sebagai ketua umum di MUNAS Bali 2004, dan kelompok ini memberikan dukungan penuh kepada JK sehingga terpilih sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar.
Saat ini kelompok yang sama kembali bersama Akbar Tanjung mungkin inilah yang dikatakan “tidak ada musuh abadi yang ada adalah kepentingan abadi” mereka disebut dengan sebutan triple A (Aburizal Bakrie, Agung Laksono, Akbar Tanjung) – Suara Pembaharuan Rabu 15 Juli 2009. Kelompok ini kembali menghembuskan Munaslub dengan menggalang kekuatan dari seluruh DPD seluruh provinsi guna memenuhi syarat sebagaimana tercantum pada pasal 30 AD Partai Golkar, munaslub dapat dilakukan Jika 2/3 DPD provinsi meminta dilakukannya munaslub.
Kelompok lain yang menginginkan Munas dan bukan Munaslub adalah kelompok lain yang memiliki kecenderungan kuat untuk mendorong Surya Paloh sebagai ketua umum, namun sesuai dengan prosedur yang normal kekuatan ini secara matematis cukup siap mengimbangi kelompok Aburizal Bakrie, selain tokoh-tokoh senior ini ada tokoh muda yang dikenal dengan idealismenya yakni Yuddy Chrisnandi yang dikenal di kalangan DPR yang siap tidak populis dengan menentang kebijakan yang tidak memihak kepada rakyat, yang terang-terangan telah memohon restu dari Ketua Umum Jusuf Kalla untuk maju bertarung sebagai Ketua Umum, tokoh muda ini kemungkinan besar mendapatkan dukungan dari para tokoh muda partai Golkar yang telah menunjukan integritasnya dan bekerja keras sebagai Tim Sukses dan Tim Kampanye JK – Wiranto mereka diantaranya Indra J. Pilliang, Jeffry Giovani, Poempida Hidayatulah dan lainnya kedua kubu baik itu Surya Palloh dan Yuddy Chrisnandi kelompok yang disebutksan terkahir ini memiliki kesamaan pemikiran untuk dapat disatukan menjadi sebuah kekuatan dengan sebutan kelompok Yohanes – Idealis.
Kelompok idealis karena mereka lebih cenderung mempertimbangkan proses normal dan pertimbangan etika organisasi yang berlaku dalam Partai Golkar, selalu menegakan dan melaksanakan keputusan Partai walaupun sebagian pengurus partai tidak menyetujui, menghindar bahkan berpaling di saat partai berada dalam kondisi kritis, serta kelompok ini kemungkinan besar lebih memilih beroposisi dengan penguasa jika.

Dari pemaparan diatas menimbulkan pertanyaan mengapa begitu kuatnya gejolak dalam tubuh Partai Golkar untuk melakukan Munas? Pertarungan dalam tubuh Golkar merupaka sebuah dinamika organisasi, dalam tulisan ini kecenderungan untuk membagi dinamika kelompok dalam tubuh Golkar saat ini jelang Munas Partai Golkar 2009 menjadi dua faksi, pemakaian faksi disini adalah karena terorganisirnya kelompok-kelompok orang dalam kubu-kubu tertentu dalam sebuah organisasi dan kecenderungan terjadinya faksi dalam tubuh golkar bukan karena factor patron-clien atau primordialitaas dalam tubuh partai tetapi, karena perubahan social yakni perdedaan pendapat dan konflik kepentingan elit, serta persaingan politik.
Faksi ini terbentuk karena beberapa factor yang turut mendorong yakni sumber dana yang cukup untuk dapat melakukan agregasi kepentingan kelompok, pribadi yang memiliki niat dan tujuan yang sama. Melihat faksi-faksi yang dikategorikan diatas maka mereka adalah para elit partai yang memiliki tujuan; Pertama, untuk membuat kebijakan, yang jelas dalam waktu dekat agenda utama adalah menentukan posisi partai Golkar pasca pemilu president 2009 apakah bergabung dalam koalisi bersama Partai Pemenang atau beroposisi, Kedua, faksi terbentuk untuk mendukung figure tertentu untuk menduduki posisi politik tertentu. Namun kelihatanya dari konstelasi yang berkembang dalam tubuh Golkar, dari kedua faksi ini adanya sinyal yang jelas dari para kandidat ini tercermin kemana tujuannya yakni bergabung dengan oposisi atau partai penguasa?
Pertarungan dalam tubuh partai Golkar saat ini adalah pertarungan para elit partai, Teori Elit menurut Vilfredo Pareto dapat menggambarkan kelompok elit yang tertentu sebagai para “speculator” dan para “rentenir” dimana perilaku kelompok elit ini memililiki perilaku dan karakteristik yang mirip dengan cara yang dikedepankan Machiaveli dalam usahanya mengabsahkan ataupun merasionalkan penggunaan kekuasaan (SP. Varma – Teori Politik Modern 2007) pemikiran Pareto dapat di identikan dengan kelompok elit Golkar dari Faksi triple A atau kelompok “Yudas – Pragmatis” sedangkan kelompok elit lain menurut Gaetano Mosca yang tidak setajam Pareto tetapi lebih menyukai sesuatu yang dinamis dan berubah melalui persuasi dan mengadakan perubahan dalam sistem politik agar sistem tersebut dapat menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang didikehendaki masyarakat (SP. Varma – 2007), pemikiran Mosca lebih memiliki kedekatan dengn faksi Surya- Yuddy karena mereka mencoba melakukan perubahan dengan beroposisi dan perubahan dalam sistem politik dimana Golkar sebagai partai pemerintah menjadi berubah sebagai partai oposisi, yang saat ini dibutuhkan masyarakat luas terutama konstituen partai Golkar.

Kelompok Yudas - Pragmatis
Faksi triple A penulis lebih cenderung mengelompokan faksi ini sebagai kelompok Yudas – Pragmatis, Yudas dalam Injil adalah salah seorang murid Tokoh Yesus yang fenomenal, bahkan dalam film The Passion of The Crist. Yudas ditunjukan sebagai seorang yang mengkhianati Guru-nya dengan 30 keping perak. Mengapa pragmatis karena Akbar Tanjung (AT) dalam Pemilu President terang-terangan mendukung Pasangan SBY-Boediono, Organisasi masyarakat BARINDO (Barisan Indonesia) AT sebagai salah satu pendiri sekaligus penasihat melakukan deklarasi dan mobilisasi dukungan terhadap pasangan tersebut, dukungan AT terhadap faksi ini bisa saja sebagai barisan sakit hati terhadap kekalahanya dalam Munas 2004 di Bali, dan juga terhadap sikap JK yang tidak melakukan Konvensi dalam tubuh Golkar sebelum mengajukan capres-cawapres.
Mengenai Aburizal Bakrie mengapa ia sebagai tokoh central yang memiliki kepentingan sangat besar dalam pertarungan ini, karena saat ini posisinya di cabinet sebagai bawahan atau tim kerja di SBY, yang mungkin saja memiliki keinginan untuk tetap di cabinet dengan pernyataannya di media masa bahwa posisi Golkar terhadap pemerintahan lima tahun mendatang akan dipertahankan seperti saat ini (Kompas, 15 Juli 2009). Keinginginan ini wajar saja karena bukan saja permasalahan Partai saja yang di pertaruhkan tetapi kepentingan pribadi pun menjadi spekulasi seperti yang di ungkapkan Pareto pada alinea sebelumnya yakni merasionalkan penggunaan kekuasaan, dengan demikian kecenderungan Aburizal Bakrie jelas semua rakyat Indonesia mengetahui apa yang terjadi dengan Lapindo- Brantas di Sidoarjo Jawa Timur yang belum juga usai pelunasan ganti rugi.
Perebutan Ketua Golkar dengan sendirinya mengabsahkan Goilkar sebagai Partai sebagai partai pendukung Pemerintah, sebab apabila Partai Golkar beroposisi maka ada ancaman ganda. yang pertama, SBY dalam menjalankan pemerintahanya dapat mengalami kewalahan dalam menghadapi oposisi, yang kedua, Bakrie Group harus bertanggung jawab melunasi semua kerugian yang di akibatkan oleh Lapindo – Brantas. Alasan logis ini menjadi pertimbangan mengapa Aburizal harus mengambil alih posisi Ketua Partai Golkar dia tidak peduli dengan JK yang selama 5 tahun ini dengan kemudahan-kemudahan berbagai kebijakan menolong Bakrie&Brothers yang mengalami gonjangan akibat Lapindo – Brantas dan krisis lainya termasuk krisis keuangan yang merontokan semua sahamnya.
Sedangkan Agung Laksono bisa dikatakan hanya mencari posisi aman, kemana angin bertiup lebih kencang kesanalah Agung memihak, Agung diselamatkan menjadi Ketua Umum DPR RI periode 2004 – 2009 pun melalui dukungan JK dimana mengalahkan faksi tandingan yang berkeinginan juga dari Internal Golkar, yakni Mahadi Sinambela yang merupakan orang dekat AT. Keberpihakan Agung terhadap faksi triple A pun hanya dengan satu tujuan mendapatkan jabatan strategis, alasan karena tidak mungkin mendapatkan posisi Ketua Umum DPR RI karena bukan partai pemenang pemilu, sehingga perebutan Ketua Umum dan menentukan koalisi sangat menentukan nasib dirinya.

Kelompok Yohanes - Idealis
Salah satu tokoh dalam injil yang menarik juga perannya adalah Yohanes, Ia adalah murid Yesus yang memiliki karakter lemah lembut dan setia selalu bersama sang Guru walaupun dalam keadaan kritis sekalipun hingga sang Guru tergantung di kayu salib Yohanes tetap setia. Karakter ini yang mungkin ingin di tampilkan Yuddy Crisnandi sebagai teladan yang benar dalam menghargai proses yang ada, menjunjung martabat partai yang direpsesentasikan oleh pemimpin partai (memberikan dukungan penuh dan bekerja keras dalam Tim JK – Wiranto). Tanpa melakukan pembangkangan terhadap keputusan partai, serta berpikir untuk tetap menegakan martabat partai, sehingga komitment dirinya untuk maju sebagai Ketua Umum tidak rasional dan tidak memiliki kekuatan financial yang kuat seperti calon-calon yang lain.
Majunya kelompok Idealis sebenarnya berkehendak sepeti yang di paparkan Mosca bahwa peran sebagian elit berkeingingnan untuk melakukan perubahan sistem partai yang dapat menjawab apa yang dibutuhkan dalam masyarakat, yang kecewa dengan para elit yang hanya mau mengejar kepentingan pribadi, keluarga bahkan bisnisnya. Apa yang dilakukan kelompk Yohanes – Idealis merupakan sesuatu yang tidak lazim dimana Golkar sebagai partai pemerintah harus bersikap sebagai oposisi.
Sesuatu yang baru namun harus dicoba untuk membangkitkan kembali Golkar yang mengalami keterpurukan bahkan penurunan suara yang cukup signifikan, jika kesalahan ini di tujukan kepada Pribadi JK ini sesuatu yang salah karena DPP Partai Golkar bukan hanya satu orang tetapi sejumlah nama yang termasuk dalam faksi triple A sehingga kesalahan yang terjadi adalah kesalahan kolektif.
Mungkin saja ini sesuatu yang imposible tetapi kelompok ini memiliki niat yang tulus untuk membangun Golkar yang lebih baik, walaupun harus melawan arus yang kuat yang memiliki kecenderungan hayati untuk mementingkan kepentingan sendiri, kelompok bahkan keluarga, dengan menghalalkan segala cara untuk memenuhi kepentingan sendiri. Dengan demikian demi kemajuan Partai Golkar perlu mencari terobosan untuk menemukan jalan keluar yang terbaik. Dua faksi yang bertikai antara kelompok Pragmatis yang di dominasi oleh para politisi tua - senior dan kelompok Idealis yang lebih didominasi oleh darah-darah segar sebagai tulang punggung partai, perlu ada kombinasi dan pendekatan persuasive guna memikirkan kemajuan partai ini.
Atau klaim dukungan yang dimiliki oleh kandidat tertentu bahwa telah mendapatkan dukungan sedikitnya 470 DPD Partai Golkar I dan II dari seluruh Indonesia bukan karena iming-iming kekuatan tertentu yang mendorong mereka untuk melakukan kesepakatan tetapi murni untuk kemajuan Partai Golkar, yang sangat di sesalkan apabila kekuatan yang begitu menggiurkan yang ditawarkan guna mendapatkan suara dari para DPD I dan II Partai Golkar dengan mengkhianati kemajuan dan kepentingan rakyat Indonesia yang membutuhkan kehadiran Golkar untuk membawa bangsa ini keluar dari keterpurukan……
*Penulis : Mahasiswa Ilmu Politik – Kekhususan Politik Indonesia – FISIP-UI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar