Rabu, 30 September 2009

"Asal ada Modal untuk Pemilu"

“ASAL ADA MODAL UNTUK PEMILU”
*Yoyarib Mau

Permasalahan Bank Century merupakan permasalahan yang pelik, sebab dari masalah ini menyebabkan masalah turunan yang mengaitkan dan melibatkan sejumlah elit negara ini, lembaga negara diantaranya; Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur BI Boediono yang akan menjadi Wakil President, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Susno Duadji, dua Unsur pimpinan KPK yakni Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah.
Gejolak keuangan di Bank Century menarik perhatian publik sebelum pemilu President 08 Juli 2009 namun gaungnya tidak tersebar luas karena hanya menjadi konsumsi para elit terutama yang berhubungan dengan masalah perbankan antara Menteri Keuangan, Gubernur BI. Permasalahan semakin mencuat ketengah masyarakat Pasca Pemilu President saat rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR pada tanggal 27 Agustus 2009 dari pihak terkait hadir Menteri Keuangan Sri Mulayani, dan Pihak Gubernur Indonesia yang seharusnya diwakili oleh Boediono tetapi karena melepaskan jabatan untuk maju sebagai Calon Wapres sehingga di wakili oleh Wakil Gubernur Senior BI Darmin Nasution dan Ketua Eksekutif LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) Firdaus Djaelani (Majalah Forum 07 – 13 September 2009) akhirnya terkuak besarnya dana yang semula hanya di sepakati di Komisi XI DPR RI sebesar Rp. 1.3 triliun tetapi terjadi pembengkakan bailout yang mencapai Rp.6.762 triliun, Padahal alasan telah dilakukan DPR dengan alasan pengucuran dana oleh Menteri Keuangan dengan menjadikan Perppu 4/2008 tentang Jaringan Pengamanan Sektor Keuangan (JPSK).
Menteri Keuangan dan lembaga terkait memakai alasan Perppu 4/2008 karena dapat memberi wewenang kepada BI dan LPS untuk memberi fasilitas pendanaan darurat kepada bank yang kesulitan modal, padahal diketahui bersama bahwa DPR pada tanggal 18 Desember 2008(Suara Pembaharuan 20 September 2009) , telah menolak sepakat untuk menolak Perppu tersebut. Namun Menteri Keuangan, Gubernur BI, Komite Stabilitas Sektor Keuangan) bersepakat untuk melawan hukum dengan beralasan bahwa ada dampak sistematis dari Bank Century jika di likuidasi atau ditutup.
Padahal logika sederhana saja dari rakyat yang bodoh dapat berpikir berapa banyak nasabah rakyat yang diparkir atau di tabung disana dan berapa cabangnya atau perwakilannya yang tersebar di pelosok Indonesia, sehingga dapat dijadikan alasan yang kuat memakai uang negara untuk menyelamatkan Bank Century. Majalah Forum 07-13 September 2009 menuliskan bahwa jumlah nasabah Century hanya 65 ribu orang.
Akibat tindakan melawan hukum yang dilakukan Menteri Keuangan dan lembaga keuangan lainya karena tidak memiliki dasar hukum, dasar hukum yang dipakai telah dibatalkan sebelumnya oleh DPR dengan menjalankan fungsi legislasinya mengakibatkan negara mengalami kerugian yang sangat besar. Pertanyaan pembahasan kita adalah, ”kemana modal negara yang dapat di pakai untuk mengentaskan kemiskinan dan pembangunan hilang dan tak berbekas”?. ”mengapa Menteri Keuangan dan Gubernur BI sebagai kabinet pembantu president ngotot dan getol untuk melakukan dana talangan (bailout) sedemikian besar”? pertanyaan-pertanyaan inilah yang menyebabakan terjadi konflik dan ketidak seimbangan dalam tubuh lembaga-lembaga tinggi negara.
Perilaku yang dilakukan oleh para pejabat yang berhubungan dengan perbankan dan keuangan negara sebenarnya menurut pemikiran Vilfredo Pareto dalam ”teori elit” para pejabat ini melakukan perlawanan hukum dengan konsep ”residu” dengan kepentingan utama nya pada residu ”kombinasi” dan residu “keuletan bersama” dengan bantuan elit yang memerintah yang berusaha melestarikan kekuasaannya (S.P.Varma – Teori Politik Modern 2007).
Teori ini sanagat tepat untuk mengelaborasi permasalahan yang menimbulkan kekacauan diantara lembaga negara, kabinet, dan komisi-komisi dan dana sebesar ini dikemanakan, hanya dalam jangka waktu 9 bulan pasca Desember 2008 hingga Pemilu legislative dan president yang telah berlalu. Sehingga tidak salah seandainya rakyat memiliki pemikiran bodoh bahwa kemungkinan besar uang negara di gunakan untuk kepentingan kampanye partai tertentu dan suksesi pemilu president.
Pemikiran ini kemungkinan beralasan karena Gubernur BI, Menteri Keuangan di pilih dan ditentukan oleh siapa dan mereka bertanggung jawab kepada siapa, yang pasti terhadap President, karena kapasitas mereka sebagai Pembantu President, sudah barang tentu koorinasi dan laporan tetap dilakukan dengan President, sehingga pemikiran Vilfredo Pareto tentang residu “keuletan bersama” dapat dibenarkan.
Pemikiran-pemikiran liar rakyat mendesak DPR mendorong BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) didesak untuk melakukan audit seandainya ada penemuan penyelewengan dana maka KPK (Komisi Pembrantasan Korupsi) melakukan pemeriksaan, namun dalam perkembangan tercium aroma bahwa pihak Polri dalam hal ini turut terlibat dalam kasus Bank Century sehingga ada kombinasi peran lembaga negara untuk menyelamatkan elit tertentu.
KPK dalam melakukan tugasnya untuk menyelesaikan skandal ini mengalami hambatan dari pihak Polri dengan melakukan tuduhan tertentu dan menjatuhkan vonis kepada dua pimpinan KPK yakni Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah sebagai tersangka walaupun belum ada bukti yang kuat untuk Polri menjatuhkan vonis sebagai tersangka. Dan belum selang beberapa lama President mengeluarkan Perppu 04/2009 untuk melakukan penggantian terhadap ketiga anggota KPK ditambah dengan Antasari yang telah terlebih dahulu menjadi tersangka karena kasus lainya.
Perppu No. 04/2009 terkesan sangat premature dan tidak melalui pertimbangan yang matang terlebih dahulu karena menyalahi prosedur, karena UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK belum di tolak dan masih berlaku. Sehingga timbul kesan ada “keuletan bersama” di antara elit untuk saling menyelamatkan diri. Dan mendadak President membentuk Team 5 untuk merekomendasikan nama-nama kepada President.
Team 5 ini terdiri dari Menko Polkam Widodo A.S., Menteri Hukum Andi Mattalata, bekas Ketua KPK Taufiequrachman Ruki, Anggota Dewan Pertimbangan President Adnan Buyung Nasution, Pengacara Senior Todung Mulya Lubis. Nama- nama tim ini siapa yang tidak mengetahui sepak terjang mereka dan mereka berada pada lingkaran kekuasaan mana, apalagi menjelang penetapan Kabinet baru sehingga pekerjaan yang mereka kerjaan “bermakna dua” untuk memperthankan jabatan dan kedekatan atau untuk kepentingan negara walaupun mereka mempertegas diri bahwa bukan perpanjangan tangan president jika mau jujur bahwa kalau bukan perpanjangan tangan President lepaskan diri dari jabatan yang diemban sehingga ada independensi yang mutlak.
Bukan hanya permasalahan hanya pada pada orang-orang yang ada pada team 5 tetapi pola dan cara perekrutan yang tidak lazim yakni mereka yang menghubungi siapa yang akan menempati posisi tersebut sehingga tidak memberikan ruang bagi rakyat untuk mendaftar (Majalah Tempo 28 September – 04 Oktober 2009) atau mengajukan diri dalam proses pencalonan ini.
Semua permasalahan diatas terkesan bahwa ada keuletan bersama yang diciptakan untuk mengamankan dan mempertahankan kekuasaan dari terpaan hukum maupun proses-proses penelusuran oleh KPK mengenai uang rakyat yang raib entah kemana sehingga perlu keuletan dan kecerdasan khusus untuk mengantisipasi tuduhan-tuduhan buruk berdasarkan rentetan-rentetan peristiwa politik yang terjadi dalam negara ini, inilah wajah politik Indonesia saat yang tak berarah dan bermuara.

*Penulis : Mahasiswa Ilmu Politik – Kekhususan Politik Indonesia – FISIP - UI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar