“NASIONALISME PEMUDA SEBATAS DUNIA MAYA”
*Yoyarib Mau
Indonesia baru saja merayakan hari kemerdekaannya pada 17 Agustus 2011 dengan usia yang ke 66 tahun, terlihat dalam media jejaring sosial - facebook dan twiter hampir sebagian besar pengguna facebook yang didominasi oleh anak muda menulis di wall (dinding) tentang kemerdekaan, bahkan kata pekikan kemerdekaan Merdeka…merdeka…. Menjadi bahasa yang diidentikan dengan hari kemerdekaan, kata yang melukiskan sikap heroisme para pejuang kemerdekaan.
Di ruang chat salah satu fitur fasilitaas yang disediakan oleh media jaringan sosial facebook, untuk menyapa teman, sahabat atau lawan obrolan selalu menyapa sesamanya pada hari kemerdekaan itu dengan ucapan kata Merdeka…..sekali merdeka tetap merdeka…..namun para kaum muda yang kritis dan miris dengan keadaan sosial masyarakat saat ini dengan nada miring, mengungkapkan pertanyaan, siapa bilang Indonesia sudah merdeka ? apanya yang merdeka ? pertanyaan ini tidak dapat disalahkan atau disanggah karena realitasnya masih banyak rakyat Indonesia hidup jauh dari komitment dan tujuan Indonesia merdeka.
Dalam pembukaan UUD 1945 menuliskan dalam alinea pertama, “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan” dan kemudian pada alinea keempat menuliskan, “….membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dn ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial,…..”
Pertanyaan-pertanyaan yang diungkapkan oleh masyarakat pada umumnya tidak menjadi kerisauan rakyat semata-mata tapi hampir menjadi rintihan masyarakat Indonesia yang hidup dalam lilitan kemiskinan dan harus menjalani kehidupan dengan makan nasi aking, makan nasi yang di campur tiwul, air tajin diminum pengganti susu, anak-anak penderita penyakit busung lapar yang disebabkan karena kekurangan zat makanan yang disebut protein atau putih telur, sehingga darah kekurangan protein, akibatnya terjadilah osmosa koloid.
Kondisi real yang menimpa tanah air membuat Ibu Pertiwi menangis sehingga para pejuang kemerdekaanpun angkat bicara sebagaimana yang dilakukan oleh Ketua Umum PPAD Letnan Jenderal (Pur) Soerjadi mengkritik keras pemerintahan SBY. Pemerintah dinilai tidak peka bahkan telah menyimpang dari nilai-nilai yang dikandung dalam UUD 1945 Pernyataan itu diungkapkan saat pelantikan Ketua PPAD Mayor Jenderal (Pur) Priyanto (http://www.poskota.co.id). Pendapat purnawirawan ini tak dapat disalahkan karena sesuai dengan relitas yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Karena kondisi sosial yang menimpa masyarakat akibat dari perilaku pemerintah yang tidak menjalankan pemerintahan yang sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh UUD 1945 sehingga mengakibatkan persoalan –persoalan kehidupan masyarakat yang tidak sejahtera, sulit untuk mewujudukan ketertiban bagi pemeluk agama yang ingin menjalankan ibadahnya, memberi ruang bagi berkembangnya penjajah baru yakni para koruptor yang menjarah uang rakyat untuk kepentingan pribadi, keluarga kelompok, dan partai politik tertentu.
Kondisi ini menghadirkan pertanyaan lanjutan untuk menganalisa persoalan adalah dimana peran pemuda untuk mengobarkan kembali semangat kemerdekaan yang di perjuangkan oleh para pejuang dalam kemajuan konteks kemajuan teknologi saat ini berlandaskan UUD 1945 ?
Pemikir Antony Gidens mengungkapkan bahwa “tindakan manusia tidak merangkai rantai kumpulan interaksi dan nalar, namun monitoring perilaku dan konteksnya secara konsisten, ini adalah sarana untuk menangani ruang dan waktu yang memasukan segala aktifitas atau pengalaman tertentu di dalam keberlanjutan masa lalu, masa kini, dan masa depan, yang pada gilirannya distrukturkan oleh praktik-praktik-praktik sosial yang tengah berlangsung. Tradisi tidak sepenuhnya statis, karena ia harus ditemukan ulang oleh setiap generasi baru ketika ia mengambil alih warisan budaya dari pendahulunya” (Anthnoy Gidens – 2009 – Kreasi Wacana).
Pemuda dan Dunia Maya
Dunia firtual adalah sebuah peradaban teknologi di mana manusia digiring dalam ruang ini yakni ruang teknologi diaman jika masa lampau manusia hanya dapat berkomunikasi lewat oral, kemudian mengalami peningkatan pada komunikasi tulisan yakni surat namun kini kecanggihan menghantar manusia pada suatu era baru yang hampir saja tidak di batasi oleh ruang dan waktu.
Ruang interaksi dan nalar di kondisikan dalam dunia jejaring sosial yakni facebook dan twiter bahkan dalam teknologi “anroid” dan juga teknologi RIM yang dimilki blackberry sehingga masyarakat dapat melakukan aktifitas Blackberry Masangger (BBM). Kemajuan teknologi ini membuat komunikasi semakin cepat dalam sedetik masyarakat dapat dengan mudah membangun pertemanan dan mencari teman lama dengan mudah, konsolidasi dan komunikasi dapat di bangun dalam media sosial sangat efektif dan efisien.
Pengalaman konsolidasi nasional yang dilakukan untuk menggalang koin dukungan bagi Prita Mulyasari yang didakwa melakukan pencemaran nama baik akhirnya mampu mempengaruhi putusan pengadilan negeri, Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Chandra Hamzah & Bibit Samad Riyanto, keduanya ditetapkan sebagai tersangka dugaan penyalahgunaan wewenang dan penyuapan dalam kasus PT Masaro Radiokom. Jaksa Agung namun kuatnya dukungan public lewat dunia maya (jejaring sosial) mampu mempengaruhi kebijakan.
Dalam perjuangannya group-group dukungan untuk persoalan lain pun cukup digalang melalui media jejaring sosial seperti ini ataukah ada model pendekatan lanjutan yang dapat dilakukan pemuda sebagai bentuk perjuangan nasionalisme. Tentunya kekuatan media teknologi jejaring sosial saat ini memiliki kecepatan yang cukup untuk menyampaikan informasi dan mendapatkan respon dapat diukur karena ada bentuk nyata dukungan, yakni bergabungnya individu –individu dalam group tersebut melalui komentar dan tanda djempol suka atas group tersebut.
Nasionalisme Sejati
Sehari pengelola akun jejaring sosial dan penguna blackberry akan meluangkan waktu yang cukup atau bahkan sebagian waktunya di habiskan di depan layar computer atau ke layar hand phone untuk memberikan tanggapan, membangun pertemanan dan mengikuti info terkini. Pemuda akan berdebat dan beradu argument tentang informasi yang di akses kemudian dipublikasikan ke ruang jejaring sosial ini. Perdebatan adu nalar dan pengetahuan dari pemuda atau masyarakat akan di hipnotis untuk berada di depan layar sepanjang waktu untuk memberi tanggapan kontra atau pro-kontra.
Kasus Bank Century, Kasus Mafia Pajak Gayus Tambunan, Kasus Wisma Atlet yang melibatkan Bendahara Partai Demokrat M.Nazarudin yang menyedot uang rakyat triliunan rupiah, dalam kasus-kasus ini di media jejaring sosial masyarakat mengungkapkan kekesalan, analisa persolan, bahkan ragu akan proses hukum semuanya dituangkan dalam tulisan didinding jejaring sosial, pesan singkat bbm, namun kasus-kasus ini sepertinya berakhir dengan transaksi politik.
Kasus – kasus yang merugikan negara dan dilakukan oleh aparat pemerintah memang jauh dari harapan dan tujuan bernegara yang diamanatkan dalam UUD 1945, apresiasi masyarakat dengan berpendapat dan berkomentar dalam era demokrasi sudah cukup baik namun sepertinya hanyalah cuap-cuap di media jejaring sosial tanpa langkah konkrit agar pengawalan terhadap persoalan-persoalan bangsa dapat diselesaikan dengan tuntas.
Kenyataan pemuda hari ini sebagai tulang punggung bangsa barulah sekedar perjuangan wacana dan membangu opini semata tanpa perebutan dan penyelesaian persoalan, menapaki apa yang diungkapakan oleh Gidens bahwa masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang harus mampu distrukturkan dalam praktik-praktik sosial yang sedang dikerjakan. Kenyataan yang ada tidak dilakukan oleh pemuda Indonesia dalam membangun nasionalisme hanya berkoar – koar dalam media jejaring sosial tetapi tidak bangkit melakukan perjuangan fisik sebagaiman kemerdekaan di raih melalui perang fisik. Pemuda tidak lagi melakukan refleksi nasionalisme atas para pejuang kemerdekaan yang merebut kemerdekaan dari para penjajah sudah memiliki keberanian nyata di media jejaring sosial tetapi tidak mampu menjadi karakter mereka.
Seharusnya wacana dan opini yang berkembang dalam dunia jejaring sosial akan mampu direproduksi menjadi aktivitas manusia yang lebih radikal (namun sesuai koridor hukum) yakni gerakan jalanan (extra parlementer) yang dilakukan dengan arak-arakan masa turun ke jalan untuk melakukan penekanan kepada pemerintah sebagai pressure agar pemerintah menjalankan pemerintahan dengan baik.
Nasionalisme sejati yang dilakukan dalam sejarah adalah yang dilakukan Mother Theresa dengan gerakana jalanan yakni datang dan hidup bersama dengan orang miskin di India tidak hanya sekedar berwacana, berkhotbah dan berorasi dari mimbar/podium. Tetapi bukti keterlibatan secara fisik di tengah- tengah masyarakat hal ini yang dilakukan Muhamad Yunus seorang bankir dari Bangladesh yang mengembangkan konsep kredit mikro, yaitu pengembangan pinjaman skala kecil untuk usahawan miskin yang tidak mampu meminjam dari bank umum. Yunus mengimplementasikan gagasan ini dengan mendirikan Grameen Bank. Dan gerakan extra parlementer yang harus dilakukan pemuda Indonesia sebagai wujud nasionalisme sejati sebagaimana yang dilakukan oleh Anna Hazare aktivis anti korupsi yang mampu menggerakan ribuan orang turun ke jalan duduk melakukan aksi mogok makan sebagai aksi memrangi tindak korupsi di India.
Contoh ketiga tokoh diatas sebenarnya memberikan inspirasi bagi pemuda untuk menunjukan nasionalisme sejatinya yakni membebaskan negara dari jajahan kemiskinan dan korupsi yang melilit, kemudahan yang dihadirkan teknologi sebenarnya sebuah keuntungan untuk melakukan konsolidasi kekuatan serta penyampain opini bahkan propaganda namun waktu dan energy yang dimiliki tidak tersita untuk berwacana di media jejaring sosial tetapi perlu direalisasikan seperti yang telah dilakukan oleh ketiga tokoh Mother Theresa, Muhamad Yunus dan Anna Hazare.
*Mahasiswa Ilmu Politik – Kekhususan Politik Indonesia – FISIP – UI
Sekertaris Fungsional Bidang Aksi dan Pelayanan PP. GMKI Masa Bakti 2010 - 2012
Minggu, 21 Agustus 2011
Sabtu, 20 Agustus 2011
"PERILAKU MENGHASILKAN TEORI"
"Perilaku Menghasilkan Teori"
*Yoyarib Mau
Berbagai consep mengenai sistem politik yang dihasilkan dari pemikiran filosofis dan ilmu social oleh berbagai tokoh dan Begawan politik. Weber mengklasifikasikan masyarakat ke dalam beberapa sistem kekuasaan yakni, tradisional, kharismatik, dan wewenang rasional. Karl Marx mengkategorikan masyarakat sesuai sistem ekonomi yang mendasar dan berkembang dari proses produksi dan hubungannya dengan muatan produksi yang dihubungkan dengan kelas social seperti; kaum feodal, kaum borguis, dan kaum proletarian (pertentangan antar kelas).
Konsep klasik yang berkembang dalam masyarakat seperti; monarki, aristokrasi dan demokrasi. Diantara kalisifikasi tersebut, Gabriel Almond memberikan perbandingan politik dengan perincian Anglo – America, Eropa Kontinental, totaliter, dan sistem perindustrial.
F.X. Sutton mengkategorikan masyarakat ke dalam negara pertanian, negara dengan sistem industri. James S. Coleman menuliskan negara yang kompetisi, setengah kompetisi, dan sistem otoriter. David Apter membagi dunia di dalam sistem diktator, sistem oligarki, sistem representasi tidak langsung dan sistem representasi langsung. Fred W. Rigg analisa mengkategorikan negara dengan sumbu prisma, dan sistem pembelokan.
S. N. Eistadt mengkalisifikasikan negara dengan sistem mencakup sistem primitive, sistem empiris warisan leluhur (patrimonial empiris), pengembara – nomaden atau penaklukan (conquest empiris), negara kota, sistem feodal, birokrasi terpusat (centralized bureaucratic empires), sistem modern. masih banyak pemikir yang memiliki perspektif dan dasar yang kuat untuk memberikan pendapatnya mengenai klasifikasi-klasifikasiini.
Hari ini bagaimana sebuah teori sistem yang asli yang digunakan sebagai sumber-sumber teori hampir semuanya berasal dari pemikir Eropa, yang terkesan bias Eropa namun dapat diterapkan di Indonesia. Menurut Lilienfeld (1975) bahwa setiap teori sistem yang dihasilkan memiliki dasar referensi dari lingkungan dimana mereka berada seperti ilmu biologi, cybernetics dan eksploitasi penelitian. Sistem teori dalam ilmu politik sangat berhutang kepada disiplin ekonomi, sosiologi dan ilmu social lainnya karena telah memberikan kontribusi riel dalam menghasilkan sebuah sebuah teori sistem.
Ilmu politik dalam menghasilkan sistem teori dan bentuk negara yang telah dikemukan oleh para pengamat politik di atas maka penulis ingin memberikan komentar bahwa ilmu politik tidak berdiri sendiri tetapi hasil kombinasi dan perbandingan dari berbagai ilmu atau hasil kombinasi dari beberapa cabang ilmu.
Jika Lilienfield memberikan dasar bahwa untuk memperoleh hasil teori sistem dalam ilmu politik maka akan memperoleh teori sistem turunan seperti yang dikemukakan oleh Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik (2008) hubungan ilmu politik dengan ilmu pengetahuan lain, Sejarah menyumbang data dan fakta dari masa lampau.
Filsafat secara rasional dan sistematis mencari pemecahan atau jawaban atas persoalan-persoalan yang menyangkut alam semesta, bahkan masih banyak ilmu lain yang memiliki hubungan atau turut membentuk sebuah pemahaman politik, ilmu-ilmu lain yang sangat dibutuhkan atau memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu politik khusunya menemukan teori-teori politik yakni sosiologi, antropologi, ekonomi, hukum, psikologi, dan juga Etika dan Agama.
Hasil pemikiran yang cukup berkembang dan sangat up to date adalah marketing politik dimana ada kombinasi antara peran ilmu ekonomi, teknologi informatika, statistic dan ilmu politik sendiri seperti yang di tuliskan oleh Firmanzah (Marketing Politik – 2008) berpendapat bahwa praktik politik di Indonesia saat ini sepertinya partai politik dan para politikus harus berani harus belajar lebih banyak untuk dapat memahami aspirasi dan kebutuhan pemilih. Sehingga marketing Politik harus dilihat sebagai metode yang dapat digunakan oleh partai politik untuk meningkatkan mereka mengenai masyarakat, dan sekaligus berguna dalam membuat produk politik yang akan di tawarkan kepada masyarakat” Pemikirn Firmanzah dapat didasari oleh para pemikir bahwa politik dapat di mulai dari perilaku manusia (behavioral) dan jika mampu menganalisa perilaku dari berbgai sudut ilmu pengetahuan maka dapat menghasilkan berbagai pemikiran politik yang dapat di reduksi menjadi sebuah teori baru.
Di Provinsi NTT (Nusa Tengara Timur) penulis pernah mendengar sebuah cerita entah memiliki kebenaran atau tidak tetapi memang cerita ini sangat familiar di kota Kupang, singkat saja bahwa, seandainya kita berjalan di suatu wilayah yang menakutkan dan berpapasan dengan dua makhluk bersamaan sekaligus makhluk itu adalah seekor ular dan seorang manusia, manusia itu kebetulan berasal dari Suku "Z" sebut saja begitu, singkat kata sang Pencerita menanyakan kepada Penulis jika memilih untuk membunuh salah satu mahkluk tadi mana yang anda akan pilih? Penulis pun bingung untuk menentukan pilihan karena berdasarkan sudut pandang Agama tidak baik untuk membunuh manusia? Sehingga penulis memilih jawaban untuk membunuh Ular, namun sang Pencerita mengatakan itu pilihan yang salah?
Penulis tercengang dan bertanya kenapa harus manusia yang dibunuh? Jawab si pencerita bahwa lebih licik orang "Z" dari pada Ular, cerita ini tidak bermaksud untuk menyudutkan atau mendeskreditkan Suku "Z" ini, tetapi dari cerita ini penulis mencoba untuk mengangkat bahwa ada hal yang menarik yang dapat kita pelajari, atau sebagai sebuah fakta perilaku yang dapat dilakukan penelitian atau penelusuran untuk menemukan fakta bahwa mengapa pilihan itu dilakukan dari hasil kerja ini. Hasil kerja ini dapat menemukan sebuah teori sistem politik atau sebuah perilaku politik yang dapat dijadikan sebuah teori baru yang dapat diangkat ke permukaan dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Kondisi Indonesia saat ini yang multicultural dan memiliki berbagai keunikan dapat dijadikan bahan penilitian dengan berbagai disiplin ilmu yang nantinya dapat menemukan konsep yang baru yang sangat indonesianis tanpa harus mengklaim pemikiran orang lain atau para ahli menjadi pemikirannya.
*Penulis Mahasiswa Ilmu – Politik – Kekhususan Politik Indonesia – FISIP - UI
*Yoyarib Mau
Berbagai consep mengenai sistem politik yang dihasilkan dari pemikiran filosofis dan ilmu social oleh berbagai tokoh dan Begawan politik. Weber mengklasifikasikan masyarakat ke dalam beberapa sistem kekuasaan yakni, tradisional, kharismatik, dan wewenang rasional. Karl Marx mengkategorikan masyarakat sesuai sistem ekonomi yang mendasar dan berkembang dari proses produksi dan hubungannya dengan muatan produksi yang dihubungkan dengan kelas social seperti; kaum feodal, kaum borguis, dan kaum proletarian (pertentangan antar kelas).
Konsep klasik yang berkembang dalam masyarakat seperti; monarki, aristokrasi dan demokrasi. Diantara kalisifikasi tersebut, Gabriel Almond memberikan perbandingan politik dengan perincian Anglo – America, Eropa Kontinental, totaliter, dan sistem perindustrial.
F.X. Sutton mengkategorikan masyarakat ke dalam negara pertanian, negara dengan sistem industri. James S. Coleman menuliskan negara yang kompetisi, setengah kompetisi, dan sistem otoriter. David Apter membagi dunia di dalam sistem diktator, sistem oligarki, sistem representasi tidak langsung dan sistem representasi langsung. Fred W. Rigg analisa mengkategorikan negara dengan sumbu prisma, dan sistem pembelokan.
S. N. Eistadt mengkalisifikasikan negara dengan sistem mencakup sistem primitive, sistem empiris warisan leluhur (patrimonial empiris), pengembara – nomaden atau penaklukan (conquest empiris), negara kota, sistem feodal, birokrasi terpusat (centralized bureaucratic empires), sistem modern. masih banyak pemikir yang memiliki perspektif dan dasar yang kuat untuk memberikan pendapatnya mengenai klasifikasi-klasifikasiini.
Hari ini bagaimana sebuah teori sistem yang asli yang digunakan sebagai sumber-sumber teori hampir semuanya berasal dari pemikir Eropa, yang terkesan bias Eropa namun dapat diterapkan di Indonesia. Menurut Lilienfeld (1975) bahwa setiap teori sistem yang dihasilkan memiliki dasar referensi dari lingkungan dimana mereka berada seperti ilmu biologi, cybernetics dan eksploitasi penelitian. Sistem teori dalam ilmu politik sangat berhutang kepada disiplin ekonomi, sosiologi dan ilmu social lainnya karena telah memberikan kontribusi riel dalam menghasilkan sebuah sebuah teori sistem.
Ilmu politik dalam menghasilkan sistem teori dan bentuk negara yang telah dikemukan oleh para pengamat politik di atas maka penulis ingin memberikan komentar bahwa ilmu politik tidak berdiri sendiri tetapi hasil kombinasi dan perbandingan dari berbagai ilmu atau hasil kombinasi dari beberapa cabang ilmu.
Jika Lilienfield memberikan dasar bahwa untuk memperoleh hasil teori sistem dalam ilmu politik maka akan memperoleh teori sistem turunan seperti yang dikemukakan oleh Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik (2008) hubungan ilmu politik dengan ilmu pengetahuan lain, Sejarah menyumbang data dan fakta dari masa lampau.
Filsafat secara rasional dan sistematis mencari pemecahan atau jawaban atas persoalan-persoalan yang menyangkut alam semesta, bahkan masih banyak ilmu lain yang memiliki hubungan atau turut membentuk sebuah pemahaman politik, ilmu-ilmu lain yang sangat dibutuhkan atau memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu politik khusunya menemukan teori-teori politik yakni sosiologi, antropologi, ekonomi, hukum, psikologi, dan juga Etika dan Agama.
Hasil pemikiran yang cukup berkembang dan sangat up to date adalah marketing politik dimana ada kombinasi antara peran ilmu ekonomi, teknologi informatika, statistic dan ilmu politik sendiri seperti yang di tuliskan oleh Firmanzah (Marketing Politik – 2008) berpendapat bahwa praktik politik di Indonesia saat ini sepertinya partai politik dan para politikus harus berani harus belajar lebih banyak untuk dapat memahami aspirasi dan kebutuhan pemilih. Sehingga marketing Politik harus dilihat sebagai metode yang dapat digunakan oleh partai politik untuk meningkatkan mereka mengenai masyarakat, dan sekaligus berguna dalam membuat produk politik yang akan di tawarkan kepada masyarakat” Pemikirn Firmanzah dapat didasari oleh para pemikir bahwa politik dapat di mulai dari perilaku manusia (behavioral) dan jika mampu menganalisa perilaku dari berbgai sudut ilmu pengetahuan maka dapat menghasilkan berbagai pemikiran politik yang dapat di reduksi menjadi sebuah teori baru.
Di Provinsi NTT (Nusa Tengara Timur) penulis pernah mendengar sebuah cerita entah memiliki kebenaran atau tidak tetapi memang cerita ini sangat familiar di kota Kupang, singkat saja bahwa, seandainya kita berjalan di suatu wilayah yang menakutkan dan berpapasan dengan dua makhluk bersamaan sekaligus makhluk itu adalah seekor ular dan seorang manusia, manusia itu kebetulan berasal dari Suku "Z" sebut saja begitu, singkat kata sang Pencerita menanyakan kepada Penulis jika memilih untuk membunuh salah satu mahkluk tadi mana yang anda akan pilih? Penulis pun bingung untuk menentukan pilihan karena berdasarkan sudut pandang Agama tidak baik untuk membunuh manusia? Sehingga penulis memilih jawaban untuk membunuh Ular, namun sang Pencerita mengatakan itu pilihan yang salah?
Penulis tercengang dan bertanya kenapa harus manusia yang dibunuh? Jawab si pencerita bahwa lebih licik orang "Z" dari pada Ular, cerita ini tidak bermaksud untuk menyudutkan atau mendeskreditkan Suku "Z" ini, tetapi dari cerita ini penulis mencoba untuk mengangkat bahwa ada hal yang menarik yang dapat kita pelajari, atau sebagai sebuah fakta perilaku yang dapat dilakukan penelitian atau penelusuran untuk menemukan fakta bahwa mengapa pilihan itu dilakukan dari hasil kerja ini. Hasil kerja ini dapat menemukan sebuah teori sistem politik atau sebuah perilaku politik yang dapat dijadikan sebuah teori baru yang dapat diangkat ke permukaan dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Kondisi Indonesia saat ini yang multicultural dan memiliki berbagai keunikan dapat dijadikan bahan penilitian dengan berbagai disiplin ilmu yang nantinya dapat menemukan konsep yang baru yang sangat indonesianis tanpa harus mengklaim pemikiran orang lain atau para ahli menjadi pemikirannya.
*Penulis Mahasiswa Ilmu – Politik – Kekhususan Politik Indonesia – FISIP - UI
Sabtu, 13 Agustus 2011
“PENJAJAH BARU ITU BERNAMA PARTAI POLITIK”
“PENJAJAH BARU ITU BERNAMA PARTAI POLITIK”
*Yoyarib Mau
Partai Politik merupakan salah satu pilar penegak kuatnya demokrasi, namun jika partai politik itu rapuh maka negara yang menjalankan demokrasi akan ambruk. sejak tahun 1936 cikal bakal partai politik di Indonesia sudah ada walau tidak begitu kuat dalam pemerintahan colonial, walau mendapatkan perwakilan untuk berada di lembaga dewan rakyat (volksraad) bentukan Kolonial. Namun karena pemikiran masyarakat Indonesia yang menganggap volksraad adalah lembaga bentukan kolonial sehingga dipastikan tidak akan dapat menjadi lembaga perwakilan rakyat Indonesia dan tidak akan dapat menjadi penyalur dan memperjuangkan kepentingan rakyat.
Berdirinya Partai politik pada awalnya di semangati oleh semangat kolonialisme untuk menghadirkan model pemerintahan yang baik, namun spirit yang ada adalah mendukung kepentingan colonial. Kaum pribumi yang waktu itu menyadari bahwa kepentingan rakyat tidak akan terwujud sehingga mulai hadirlah perjuangan rakyat yang terkonsolidasi dalam paguyuban atau kelompok berdasarkan golongan dan aliran seperti Serikat Islam, Persatuan Minahasa, Persatuan Perhimpunan Katoliek Jawa, Persatuan Kaum Kristen, selain kelompok aliran dan golongan ada juga kelompok Parindra dan Gerindo dan PSII.
Kelompok ini sepakat untuk kemudian menentukan nasib sendiri dengan berparlemen, dengan tujuan mencapai Indonesia berparlemen, kemudan membentuk pemerintahan, lembaga-lembaga yang kemudian bertujuan untuk melepaskan diri dari jajahan Belanda.
Pasca kemerdekaan dari kolonialisme partai politik dalam kerja dan perjuangannya adalah mempertahankan Negara Republik Indonesia yang berdaulat adil dan makmur berdasarkan kedaulatan rakyat, tujuan utama ini diperkuat dengan usaha – usaha diantaranya memperkuat persatuan bangsa dan negara, memperbesar rasa cinta, setia dan bakti kepada tanah air, serta mengusahakan program ekonomi kerakyatan.
Dalam perjalanannya hingga pasca reformasi 1998 keberadaan partai politik mengalami distrorsi atau arah perjuangan asali dari makna partai politik, mereka lupa diri mengapa harus ada atau didirikan. Partai politik kini didirikan bukan berdasarkan ideologi perjuangan yang ada tetapi lebih pada nafsu kekuasaan. Sewaktu Partai Demokrat didirikan oleh SBY sebagai kendaraan politik, dengan perhitungan apabila memperoleh suara yang cukup maka dapat berperan sebagai partai pengusung dirinya sebagai Presiden.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Wiranto ketika gagal berpasangan dengan Solahudin Wahid yang diusung Golkar pada pemilu presiden 2004 karena mesin partai yang tidak bekerja secara optimal, sehingga Wiranto menyatakan diri keluar dari partai politik dan membentuk Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA), kemudian juga disusul oleh Prabowo Subianto dengan mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya.
Surya Paloh pasca munas partai Golkar di Pekanbaru kalah dalam pertarungan merebut Ketua Umum Partai Golkar kemudian membentuk Ormas Nasional Demokrat yang kemudian berkembang wacana bahwa dirinya berada di belakang terbentuknya Partai NasDem, namun tak kalah pamornya para kelompok intelektual seperti Rocky Gerung, Arbi Sanit menengahi terbentuknya Partai Serikat Rakyat Independent (SRI) yang mengusung Sri Mulyani Indrawati sebagai calon President.
Melihat fenomena keberadaan partai-partai politik ini yang hampir semuanya memiliki kecenderungan sebagai kendaraan politik untuk menjadi penguasa, padahal hasil jajak pendapat yang dilakukan litbang Kompas pada 22-22 Juli 2011 memaparkan dari 819 responden yang menyatakan tidak mempercayai lagi lembaga-lembaga yang memperjuangkan kepentingan rakyat, lembaga yang paling tingi angka ketidak pecayaan masyarakat adalah partai politik yakni 80%, disusul oleh lembaga DPR dengan skor 76,6%, kemudian lembaga penegak hukum 70,8 % (Kompas 25/07/2011)
Dari angka ketidakpecayaan ini sebenarnya mewakili keadaan yang terjadi dalam masyarakat dan yang mensangsikan adalah ketidakpercayaan masyarakat pada bidang politik, karena peranan politik sebagai pembuat kebijakan, pembuat produk hukum agar mengatur proses hidup orang banyak, namun diperparah lagi dengan tingkat ketidakpercayaan terhadap penegak hukum pun lemah.
Keadaan ini menghasilkan pertanyaan, mengapa proses politik dalam negara ini menjadi kehilangan arah ? dan kemana tujuan politik dari negara ini akan diarahkan ? ketika keadaan politik dimana menyangkut kebijakan yang salah dalam sebuah negara, maka akan berdampak pada kekacauan ekonomi dan bidang – bidang yang lain. Ketika lembaga pemberi peringkat ternama standard & poor’s menurunkan peringkat ekonomi Amerika dari AAA menjadi AA+, membuat semua masyarakat dunia panik dan Presiden Barack Obama dicerca oleh para lawan polik namun Obama membela cercaan itu dengan mengatakan bahwa “tidak ada yang salah dengan negeri kita ini. Yang sebenarnya terjadi adalah, ada yang salah dengan politik kita (Kompas 13/08/2011).
Pernyataan Obama ada benarnya karena pergolakan antara partai republik dan partai demokrat yang tidak mendukung menaikan pagu utang, padahal kebijakan anggaran pemerintahan Obama adalah untuk menangani krisis keuangan dalam negeri, kisruh ini memiliki kecenderungan mengarah pada suksesi pemilu presiden yang akan dilakukan tahun depan, partai politik republik tidak memperdulikan keaadaan negara tetapi malah mempertahankan kebijakan partai republik sebagai pukulan politik bagi partai democrat agar Obama yang berupaya melakukan pengurangan dan pemotongan anggaran guna membayar utang, namun momentum ini digunakan oleh partai republik untuk menjegal Obama tidak terpilih lagi pada periode berikutnya.
Kondisi di Amerika serikat berbeda dengan di Indonesia, Amerika Serikat sebagai salah satu negara tertua yang menjalankan demokrasi melakukan politik yang santun serta argumentasi yang dapat di percaya. Strategi politik untuk memenangi kekuasaan hampir memiliki kesamaan yakni menyangkut persoalan anggaran, namun dalam konteks Indonesia adalah partai politik mendominasi bahkan berperan penting dalam mengatur anggaran APBN hingga proyek-proyek di sejumlah kementrian. Pola yang dilakukan oleh partai politik adalah melalui wakil rakyatnya di DPR, bagaimana memburu rente proyek-proyek yang di danai oleh APBN.
Penjajahan Secara Sistemik
Partai Politik tidak memiliki sumber dana yang jelas karena keberadaan parpol yang awalnya didanai oleh pendiri partai, namun seiring waktu ketika sudah mendapatkan kursi di DPR maka pendiri menyerahkan upaya pencarian keuangan partai diserahkan sepenuhnya kepada pengurus partai, sebagaimana keberadaan Partai Demokrat ketika masih dibiayai oleh pendiri maka Ketua Umum partai politik ditunjuk saja dari lingkaran dalam, Hadi Utomo yang juga adik Ipar SBY menggantikan Ketua Umum pertama Subur Budi Santoso hal ini dilakukan dengan tujuan kontrol keuangan dapat dilakukan dengan baik.
Ketika partai demokrat sudah memiliki kekuasaan yang kuat di parlement maka pemilihan ketua umum partai dilakukan melalui kongres, Kongres dilakukan sebagai pola partai modern serta partai yang terkesan demokratis. Padahal dalam proses ini inilah titik awal penjajahan terhadap bangsa dilakukan dimana terjadi mafia proyek, melalui dukungan swasta yang dibutuhkan oleh para kandidat yang akan bertarung, yakni menyerahkan sejumlah uang dengan janji setelah tepilih akan mengupayakan sejumlah proyek APBN untuk dikerjakan. Anas dan Ibas pernah disebut Nazarudin turut menerima uang dari proyek Wisma Atlet SEA Games, di samping uang sebesar Rp 50 miliar dari proyek Hambalang yang digunakan untuk pemenangan Anas dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung tahun lalu (http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=284975).
Kekuasaan partai politik dalam melakukan penjajahan terhadap rakyat melalui APBN melibatkan legislatif maupun eksekutif, partai politik menempatkan Menteri dari partai politik tertentu di Kementrian tertentu. Hal ini untuk mengarahkan sejumlah proyek APBN ataupun proyek pengadaan barang kepada rekanan perusahaan yang sudah memiliki hubungan emosional dengan partai politik, atau perusahaan tersebut sudah menyerahkan sejumlah uang dalam sebuah perhelatan politik baik itu munas maupun dalam kegiatan partai sehingga janji akan diberikan proyek menjadi hak perusahaan tersebut.
Mengerat Bersama
Saat Anas Urbaningrum terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dengan berbesar hati demi membangun Partai Demokrat, maka rela melepaskan diri sebagai anggota DPR karena berkomitment untuk konsen mengurus partai. Partai Politik di Indonesia hampir tidak memiliki sumber dana tetap yang berasal dari iuran anggota sehingga hadir pertanyaan bagaimana menghidupi dan menjalankan roda organisasi ini, Jawabannya adalah menjadi tugas pengurus partai terpilih untuk mengusahakan sumber-sumber keuangan.
Partai politik yang telah memperoleh kursi di DPR menjadi salah satu sumber keuangan bagi keuangan partai, yang berasal dari gaji anggota DPR dipotong untuk partai politik, namun hal ini jika di lakukanpun tidak akan cukup untuk membiayai operasional parpol, sehingga hal lain yang akan di lakukan adalah melakukan lobi proyek.
Lobi proyek melibatkan sejumlah pihak baik itu legislatif yakni badan anggaran dewan (banggar), Kementrian terkait dan legislatif dari partai politik terkait. Skema kerja mereka memiliki keterkaitan dengan badan anggaran, dalam melakukan fungsi mengalokasikan APBN untuk proyek kementrian dan proyek nasional, anggota DPR dari partai bersangkutan bertanggung jawab untuk melakukan lobi dengan Bagian anggaran serta kementrian yang bersangkutan agar segera disepakati, pengurus parpol bertanggung jawab mencari dan menemukan pengusaha atau swasta yang akan mengikuti tender proyek.
Jaringan inilah yang terjadi pada kasus korupsi wisma atlet, mereka yang terlibat dalam lobi dan pemulusan proyek bahkan penitia tender yang dilakukan secara formalitas dimana sudah ada perusahaan/kontraktor pemenang tender, semuanya mendapatkan komisi dari anggaran ini. Nilai proyek yang cukup besar yang telah di tetapkan dalam APBN kemungkinan terealisasi hanya 40 – 60 % anggaranya sedangkan hampir 20% nilai anggaran itu di bagi kepada anggota legislatif, pejabat eksekutif, pengusaha, dan pelaksana lapangan (yang melakukan tender dan melakukan pengawasan proyek dari kementrian atau lembaga terkait ).
Contoh proyek wisma atlet yang senilai Rp. 191 milyar diduga pemotongan anggaran sebesar 13% untuk Nazarudin,, Daerah (Gubernur Sumsel) 2.5%, Komite Pembangunan Wisma Atlet 2,5%, Panitia pengadaan 0,5%, Sekretaris Kemenpora 2%`(Kompas14/07/2011). Pembagian ini belum termasuk sejumlah anggota DPR yang diduga turut menerima komisi atau succees fee dalam melobi anggran seperti yang santer disebutkan yakni Anggelina Sondak, Mirwan Amir, I wayan Koster dan Menpora sendiri, nilai poryek dan dikorupsi sebesar 20%, apabila korupsi 20% diberlakukan kepada dana APBN yang dialokasikan kepada sejumlah kementrian berapa kerugian negara. Hasil survey Indonesia Procurement Watch (IPW) terhadap 792 penyedia barang, jasa pengusaha rekanan pemerintah sebanyak 89 % menyatakan melakukan suap untuk memenangi tender sudah menjadi hal lumrah dan telah berjalan berpuluh –puluh tahun (Kompas 16/07/2011) perilaku suap inilah yang kemudian membuat para pengusaha mengerjakan proyek hanya asal- asalan tanpa memikirkan kwalitas dan kemaslahatan rakyat yang kemudian berdampak merugikan negara dan rakyat.
Praktek ini menunjukan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia sudah berakhir dari penindasan penjajah, namun realitanya tidak berakhir seperti pekikan kemerdekan tahun 1945, ada pergeseran penjajahan yang sebelumnya di lakukan melalui konfrontasi fisik namun kini dialihkan kepada partai politik yang menjalankan sistem politik Indonesai. Kondisi ini kemudian membuat rakyat tidak lagi mempercayai pemerintah dan lembaga – lembaga polotik yang ada. Tentunya rakyat memiliki alasan apabila ditanya sudahkah menikmati kemerdekaan? jawaban yang mungkin di berikan adalah belum merdeka dari penindasan sistim politik yang koruptif.
*Penulis Mahasiswa Ilmu Politik – Kekhususan Politik Indonesia – FISIP - UI
*Yoyarib Mau
Partai Politik merupakan salah satu pilar penegak kuatnya demokrasi, namun jika partai politik itu rapuh maka negara yang menjalankan demokrasi akan ambruk. sejak tahun 1936 cikal bakal partai politik di Indonesia sudah ada walau tidak begitu kuat dalam pemerintahan colonial, walau mendapatkan perwakilan untuk berada di lembaga dewan rakyat (volksraad) bentukan Kolonial. Namun karena pemikiran masyarakat Indonesia yang menganggap volksraad adalah lembaga bentukan kolonial sehingga dipastikan tidak akan dapat menjadi lembaga perwakilan rakyat Indonesia dan tidak akan dapat menjadi penyalur dan memperjuangkan kepentingan rakyat.
Berdirinya Partai politik pada awalnya di semangati oleh semangat kolonialisme untuk menghadirkan model pemerintahan yang baik, namun spirit yang ada adalah mendukung kepentingan colonial. Kaum pribumi yang waktu itu menyadari bahwa kepentingan rakyat tidak akan terwujud sehingga mulai hadirlah perjuangan rakyat yang terkonsolidasi dalam paguyuban atau kelompok berdasarkan golongan dan aliran seperti Serikat Islam, Persatuan Minahasa, Persatuan Perhimpunan Katoliek Jawa, Persatuan Kaum Kristen, selain kelompok aliran dan golongan ada juga kelompok Parindra dan Gerindo dan PSII.
Kelompok ini sepakat untuk kemudian menentukan nasib sendiri dengan berparlemen, dengan tujuan mencapai Indonesia berparlemen, kemudan membentuk pemerintahan, lembaga-lembaga yang kemudian bertujuan untuk melepaskan diri dari jajahan Belanda.
Pasca kemerdekaan dari kolonialisme partai politik dalam kerja dan perjuangannya adalah mempertahankan Negara Republik Indonesia yang berdaulat adil dan makmur berdasarkan kedaulatan rakyat, tujuan utama ini diperkuat dengan usaha – usaha diantaranya memperkuat persatuan bangsa dan negara, memperbesar rasa cinta, setia dan bakti kepada tanah air, serta mengusahakan program ekonomi kerakyatan.
Dalam perjalanannya hingga pasca reformasi 1998 keberadaan partai politik mengalami distrorsi atau arah perjuangan asali dari makna partai politik, mereka lupa diri mengapa harus ada atau didirikan. Partai politik kini didirikan bukan berdasarkan ideologi perjuangan yang ada tetapi lebih pada nafsu kekuasaan. Sewaktu Partai Demokrat didirikan oleh SBY sebagai kendaraan politik, dengan perhitungan apabila memperoleh suara yang cukup maka dapat berperan sebagai partai pengusung dirinya sebagai Presiden.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Wiranto ketika gagal berpasangan dengan Solahudin Wahid yang diusung Golkar pada pemilu presiden 2004 karena mesin partai yang tidak bekerja secara optimal, sehingga Wiranto menyatakan diri keluar dari partai politik dan membentuk Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA), kemudian juga disusul oleh Prabowo Subianto dengan mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya.
Surya Paloh pasca munas partai Golkar di Pekanbaru kalah dalam pertarungan merebut Ketua Umum Partai Golkar kemudian membentuk Ormas Nasional Demokrat yang kemudian berkembang wacana bahwa dirinya berada di belakang terbentuknya Partai NasDem, namun tak kalah pamornya para kelompok intelektual seperti Rocky Gerung, Arbi Sanit menengahi terbentuknya Partai Serikat Rakyat Independent (SRI) yang mengusung Sri Mulyani Indrawati sebagai calon President.
Melihat fenomena keberadaan partai-partai politik ini yang hampir semuanya memiliki kecenderungan sebagai kendaraan politik untuk menjadi penguasa, padahal hasil jajak pendapat yang dilakukan litbang Kompas pada 22-22 Juli 2011 memaparkan dari 819 responden yang menyatakan tidak mempercayai lagi lembaga-lembaga yang memperjuangkan kepentingan rakyat, lembaga yang paling tingi angka ketidak pecayaan masyarakat adalah partai politik yakni 80%, disusul oleh lembaga DPR dengan skor 76,6%, kemudian lembaga penegak hukum 70,8 % (Kompas 25/07/2011)
Dari angka ketidakpecayaan ini sebenarnya mewakili keadaan yang terjadi dalam masyarakat dan yang mensangsikan adalah ketidakpercayaan masyarakat pada bidang politik, karena peranan politik sebagai pembuat kebijakan, pembuat produk hukum agar mengatur proses hidup orang banyak, namun diperparah lagi dengan tingkat ketidakpercayaan terhadap penegak hukum pun lemah.
Keadaan ini menghasilkan pertanyaan, mengapa proses politik dalam negara ini menjadi kehilangan arah ? dan kemana tujuan politik dari negara ini akan diarahkan ? ketika keadaan politik dimana menyangkut kebijakan yang salah dalam sebuah negara, maka akan berdampak pada kekacauan ekonomi dan bidang – bidang yang lain. Ketika lembaga pemberi peringkat ternama standard & poor’s menurunkan peringkat ekonomi Amerika dari AAA menjadi AA+, membuat semua masyarakat dunia panik dan Presiden Barack Obama dicerca oleh para lawan polik namun Obama membela cercaan itu dengan mengatakan bahwa “tidak ada yang salah dengan negeri kita ini. Yang sebenarnya terjadi adalah, ada yang salah dengan politik kita (Kompas 13/08/2011).
Pernyataan Obama ada benarnya karena pergolakan antara partai republik dan partai demokrat yang tidak mendukung menaikan pagu utang, padahal kebijakan anggaran pemerintahan Obama adalah untuk menangani krisis keuangan dalam negeri, kisruh ini memiliki kecenderungan mengarah pada suksesi pemilu presiden yang akan dilakukan tahun depan, partai politik republik tidak memperdulikan keaadaan negara tetapi malah mempertahankan kebijakan partai republik sebagai pukulan politik bagi partai democrat agar Obama yang berupaya melakukan pengurangan dan pemotongan anggaran guna membayar utang, namun momentum ini digunakan oleh partai republik untuk menjegal Obama tidak terpilih lagi pada periode berikutnya.
Kondisi di Amerika serikat berbeda dengan di Indonesia, Amerika Serikat sebagai salah satu negara tertua yang menjalankan demokrasi melakukan politik yang santun serta argumentasi yang dapat di percaya. Strategi politik untuk memenangi kekuasaan hampir memiliki kesamaan yakni menyangkut persoalan anggaran, namun dalam konteks Indonesia adalah partai politik mendominasi bahkan berperan penting dalam mengatur anggaran APBN hingga proyek-proyek di sejumlah kementrian. Pola yang dilakukan oleh partai politik adalah melalui wakil rakyatnya di DPR, bagaimana memburu rente proyek-proyek yang di danai oleh APBN.
Penjajahan Secara Sistemik
Partai Politik tidak memiliki sumber dana yang jelas karena keberadaan parpol yang awalnya didanai oleh pendiri partai, namun seiring waktu ketika sudah mendapatkan kursi di DPR maka pendiri menyerahkan upaya pencarian keuangan partai diserahkan sepenuhnya kepada pengurus partai, sebagaimana keberadaan Partai Demokrat ketika masih dibiayai oleh pendiri maka Ketua Umum partai politik ditunjuk saja dari lingkaran dalam, Hadi Utomo yang juga adik Ipar SBY menggantikan Ketua Umum pertama Subur Budi Santoso hal ini dilakukan dengan tujuan kontrol keuangan dapat dilakukan dengan baik.
Ketika partai demokrat sudah memiliki kekuasaan yang kuat di parlement maka pemilihan ketua umum partai dilakukan melalui kongres, Kongres dilakukan sebagai pola partai modern serta partai yang terkesan demokratis. Padahal dalam proses ini inilah titik awal penjajahan terhadap bangsa dilakukan dimana terjadi mafia proyek, melalui dukungan swasta yang dibutuhkan oleh para kandidat yang akan bertarung, yakni menyerahkan sejumlah uang dengan janji setelah tepilih akan mengupayakan sejumlah proyek APBN untuk dikerjakan. Anas dan Ibas pernah disebut Nazarudin turut menerima uang dari proyek Wisma Atlet SEA Games, di samping uang sebesar Rp 50 miliar dari proyek Hambalang yang digunakan untuk pemenangan Anas dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung tahun lalu (http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=284975).
Kekuasaan partai politik dalam melakukan penjajahan terhadap rakyat melalui APBN melibatkan legislatif maupun eksekutif, partai politik menempatkan Menteri dari partai politik tertentu di Kementrian tertentu. Hal ini untuk mengarahkan sejumlah proyek APBN ataupun proyek pengadaan barang kepada rekanan perusahaan yang sudah memiliki hubungan emosional dengan partai politik, atau perusahaan tersebut sudah menyerahkan sejumlah uang dalam sebuah perhelatan politik baik itu munas maupun dalam kegiatan partai sehingga janji akan diberikan proyek menjadi hak perusahaan tersebut.
Mengerat Bersama
Saat Anas Urbaningrum terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dengan berbesar hati demi membangun Partai Demokrat, maka rela melepaskan diri sebagai anggota DPR karena berkomitment untuk konsen mengurus partai. Partai Politik di Indonesia hampir tidak memiliki sumber dana tetap yang berasal dari iuran anggota sehingga hadir pertanyaan bagaimana menghidupi dan menjalankan roda organisasi ini, Jawabannya adalah menjadi tugas pengurus partai terpilih untuk mengusahakan sumber-sumber keuangan.
Partai politik yang telah memperoleh kursi di DPR menjadi salah satu sumber keuangan bagi keuangan partai, yang berasal dari gaji anggota DPR dipotong untuk partai politik, namun hal ini jika di lakukanpun tidak akan cukup untuk membiayai operasional parpol, sehingga hal lain yang akan di lakukan adalah melakukan lobi proyek.
Lobi proyek melibatkan sejumlah pihak baik itu legislatif yakni badan anggaran dewan (banggar), Kementrian terkait dan legislatif dari partai politik terkait. Skema kerja mereka memiliki keterkaitan dengan badan anggaran, dalam melakukan fungsi mengalokasikan APBN untuk proyek kementrian dan proyek nasional, anggota DPR dari partai bersangkutan bertanggung jawab untuk melakukan lobi dengan Bagian anggaran serta kementrian yang bersangkutan agar segera disepakati, pengurus parpol bertanggung jawab mencari dan menemukan pengusaha atau swasta yang akan mengikuti tender proyek.
Jaringan inilah yang terjadi pada kasus korupsi wisma atlet, mereka yang terlibat dalam lobi dan pemulusan proyek bahkan penitia tender yang dilakukan secara formalitas dimana sudah ada perusahaan/kontraktor pemenang tender, semuanya mendapatkan komisi dari anggaran ini. Nilai proyek yang cukup besar yang telah di tetapkan dalam APBN kemungkinan terealisasi hanya 40 – 60 % anggaranya sedangkan hampir 20% nilai anggaran itu di bagi kepada anggota legislatif, pejabat eksekutif, pengusaha, dan pelaksana lapangan (yang melakukan tender dan melakukan pengawasan proyek dari kementrian atau lembaga terkait ).
Contoh proyek wisma atlet yang senilai Rp. 191 milyar diduga pemotongan anggaran sebesar 13% untuk Nazarudin,, Daerah (Gubernur Sumsel) 2.5%, Komite Pembangunan Wisma Atlet 2,5%, Panitia pengadaan 0,5%, Sekretaris Kemenpora 2%`(Kompas14/07/2011). Pembagian ini belum termasuk sejumlah anggota DPR yang diduga turut menerima komisi atau succees fee dalam melobi anggran seperti yang santer disebutkan yakni Anggelina Sondak, Mirwan Amir, I wayan Koster dan Menpora sendiri, nilai poryek dan dikorupsi sebesar 20%, apabila korupsi 20% diberlakukan kepada dana APBN yang dialokasikan kepada sejumlah kementrian berapa kerugian negara. Hasil survey Indonesia Procurement Watch (IPW) terhadap 792 penyedia barang, jasa pengusaha rekanan pemerintah sebanyak 89 % menyatakan melakukan suap untuk memenangi tender sudah menjadi hal lumrah dan telah berjalan berpuluh –puluh tahun (Kompas 16/07/2011) perilaku suap inilah yang kemudian membuat para pengusaha mengerjakan proyek hanya asal- asalan tanpa memikirkan kwalitas dan kemaslahatan rakyat yang kemudian berdampak merugikan negara dan rakyat.
Praktek ini menunjukan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia sudah berakhir dari penindasan penjajah, namun realitanya tidak berakhir seperti pekikan kemerdekan tahun 1945, ada pergeseran penjajahan yang sebelumnya di lakukan melalui konfrontasi fisik namun kini dialihkan kepada partai politik yang menjalankan sistem politik Indonesai. Kondisi ini kemudian membuat rakyat tidak lagi mempercayai pemerintah dan lembaga – lembaga polotik yang ada. Tentunya rakyat memiliki alasan apabila ditanya sudahkah menikmati kemerdekaan? jawaban yang mungkin di berikan adalah belum merdeka dari penindasan sistim politik yang koruptif.
*Penulis Mahasiswa Ilmu Politik – Kekhususan Politik Indonesia – FISIP - UI
“PENJAJAH BARU ITU BERNAMA PARTAI POLITIK”
“PENJAJAH BARU ITU BERNAMA PARTAI POLITIK”
*Yoyarib Mau
Partai Politik merupakan salah satu pilar penegak kuatnya demokrasi, namun jika partai politik itu rapuh maka negara yang menjalankan demokrasi akan ambruk, sejak tahun 1936 cikal bakal partai politik di Indonesia sudah walau tidak begitu kuat dan mendapatkan perwakilan untuk berada di lembaga dewan rakyat (volksraad) bentukan Kolonial. Namun karena pemikiran masyarakat Indonesia yang menganggap Volksraad adalah lembaga bentukan kolonial sehingga dipastikan tidak akan dapat menjadi lembaga perwakilan rakyat Indonesia dan tidak akan dapat menjadi penyalur dan memperjuangkan kepentingan rakyat.
Berdirinya Partai politik pada awalnya di semangati oleh semangat kolonialisme untuk menghadirkan model pemerintahan yang baik, namun spirit yang ada adalah mendukung kepentingan colonial, sehingga kaum pribumi yang waktu itu menyadari bahwa kepentingan rakyat tidak akan terwujud sehingga mulai hadirlah perjuangan rakyat yang terkonsolidasi dalam paguyuban atau kelompok berdasarkan golongan dan aliran seperti Serikat Islam, Persatuan Minahasa, Persatuan Perhimpunan Katoliek Jawa, Persatuan Kaum Kristen, selain kelompok aliran dan golongan ada juga kelompok Parindra dan Gerindo dan PSSI.
Kelompok ini sepakat untuk kemudian menentukan nasib sendiri dengan berparlemen dengan tujuan mencapai Indonesia berparlemen yang kemudan membentuk pemerintahan, lembaga-lembaga yang kemudian bertujuan untuk melepaskan diri dari jajahan Belanda.
Pasca kemerdekaan dari kolonialisme partai politik dalam kerja dan perjuangannya adalah mempertahankan Negara Republik Indonesia yang berdaulat adil dan makmur berdasarkan kedaulatan rakyat tujuan utama ini diperkuat dengan usaha – usaha diantaranya memperkuat persatuan bangsadan negara, memperbesar rasa cinta, setia dan bakti kepada tanah air, serta mengusahakan program ekonomi kerakyatan.
Dalam perjalanannya hingga pasca reformasi 1998 keberadaan partai politik mengalami distrorsi atau arah perjuangan asali dari partai politik tersebut, mereka lupa diri mengapa harus ada atau didirikan. Partai politik kini didirikan bukan berdasarkan ideology perjuangan yang ada tetapi lebih pada nafus kekuasaan. Partai Demokrat didirikan oleh SBY sebagai kendaraan politik, yang apabila memperoleh suara yang cukup maka dapat berperan sebagai partai pengusung dirinya sebagai Presiden.
Hal sama juga dilakukan oleh Wiranto ketika gagal berpasangan dengan Solahudin Wahid yang diusung Golkar pada pemilu presiden 2004 karena mesin partai yang tidak bekerja secara optimal, sehingga Wiranto menyatakan diri keluar dari partai politik dan membentuk Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA), kemudian juga disusul oleh Prabowo Subianto dengan mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya. Dan Surya Paloh pasca munas partai Golkar di Pekanbaru kalah dalam pertarungan merebut Ketua Umum Partai Golkar kemudian membentuk Ormas Nasional Demokrat yang kemudian katanya berada di belakang terbentuknya Partai NasDem, namun tak kalah pamornya para kelompok intelektual seperti Rocky Gerung, Arbi Sanit menengahi terbentuknya Partai Serikat Rakyat Independent (SRI) yang mengusung Sri Mulyani Indrawati sebagai calon President.
Melihat fenomena keberadaan partai-partai politik ini yang hampir semuanya memiliki kecenderungan sebagai kendaraan politik untuk menjadi penguasa, padahal hasil jajak pendapat yang dilakukan litbang Kompas pada 22-22 Juli 2011 memaparkan dari 819 responden yang menyatakan tidak mempercayai lagi lembaga-lembaga yang memperjuangkan kepentingan rakyat, lembaga yang paling tingi angka ketidak pecayaan masyarakat adalah partai politik yakni 80%, disusul oleh lembaga DPR dengan skor 76,6%, kemudian lembaga penegak hukum 70,8 % (Kompas 25/07/2011)
Dari angka ketidakpecayaan ini sebenarnya mewakili keadaan yang sebenarnya terjadi dalam masyarakat dan yang mensangsikan adalah ketidakpercayaan masyarakat pad bidang politik, karena peranan politik sebagai pembuat kebijakan, pembuat produk hukum agar mengatur proses hidup orang banyak, namun diperparah lagi dengan tingkat ketidakpercayaan terhadap penegak hukum pun lemah.
Keadaan ini menghasilkan pertanyaan, mengapa proses politik dalam negara ini menjadi kehilangan arah ? dan kemana tujuan politik dari negara ini akan diarahkan ? ketika keadaan politik dimana menyangkut kebijakan yang salah dalam sebuah negara, maka akan berdampak pada kekacauan ekonomi dan bidang – bidang yang lain. Ketika lembaga pemberi peringkat ternama standard & poor’s menurunkan peringkat ekonomi Amerika dari AAA menjadi AA+, membuat semua masyarakat dunia panik dan Presiden Barack Obama di cerca oleh para lawan polik namun Obama membela cercaan itu dengan mengatakan bahwa “tidak ada yang salah dengan negeri kita ini. Yang sebenarnya terjadi adalah, ada yang salah dengan politik kita (Kompas 13/08/2011).
Pernyataan Obama ada benarnya karena pergolakan antara partai republik dan partai demokrat yang tidak yang tidak mendukung menaikan pagu utang, padahal kebijakan anggaran pemerintahan Obama, kisruh ini ada kecenderungan mengarah pada pemilu presiden yang akan dilakukan tahun depan, partai politik republik tidak memperdulikan keaadaan negara tetapi malah mempertahankan kebijakan partai republik sebagai pukulan politik bagi partai democrat agar Obama yang berupaya melakukan pengurangan dan pemotongan anggaran guna membayar utang, namun momentum ini digunakan oleh partai republik untuk menjegal Obama tidak terpilih lagi pada periode berikutnya.
Kondisi di Amerika serikat berbeda dengan di Indonesia melakukan politik yang santun serta argumentasi yang dapat di percaya, strategi politik untuk memenangi kekuasaan hampir memiliki kesamaan yakni menyangkut persoalan anggaran, namun dalam konteks Indonesia adalah partai politik mendominasi bahkan mengatur anggaran dalam hal ini APBN hingga proyek-proyek di sejumlah kementrian, pola yang dilakukan oleh partai politik adalah melalui wakil rakyatnya di DPR bagaimana memburu rente proyek-proyek yang di danai oleh APBN.
Penjajahan Secara Sistemik
Partai Politik tidak memiliki sumber dana yang jelas karena keberadaan parpol yang awalnya di danai oleh pendiri partai namun ketika sudah mendapatkan kursi di DPR maka pendiri menyerahkan upaya pencarian keuangan partai diserahkan sepenuhnya kepada pengurus partai, sebagaimana keberadaan Partai Demokrat ketika masih dibiayai oleh pendiri maka Ketua Umum partai politik ditunjuk saja sebagaiamana Hadi Utomo yang juga adik Ipar SBY menggantikan Ketua Umum pertama Subur Budi Santoso hal ini bertujuan agar kontrol keuangan dapat dilakukan dengan pengiritan.
Ketika partai demokrat sudah memiliki kekuasaan yang kuat di parlement maka pemilihan ketua umum partai dilakukan melalui kongres sehingga menuju partai yang terkesan demokratis, padahal dalam proses ini inilah penjajahan terhadap bangsa dilakukan dimana terjadi mafia proyek, dimana dukungan swasta dibutuhkan oleh para kandidat yang yan akan bertarung, yakni menyerahkan sejumlah uang dengan janji setelah tepilih akan mengupayakan sejumlah proyek APBN untuk dikerjakan sebagaimana Anas dan Ibas pernah disebut Nazarudin turut menerima uang dari proyek Wisma Atlet SEA Games, di samping uang sebesar Rp 50 miliar dari proyek Hambalang yang digunakan untuk pemenangan Anas dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung tahun lalu (http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=284975).
Kekuasaan partai politik dalam melakukan penjajahan terhadap rakyat melalui APBN melibatkan legislatif maupun eksekutif, partai politik menempatkan Menteri dari partai politik tertentu di Kementrian tertentu sudah tentu adalah untuk mengarahkan sejumlah proyek APBN ataupun proyek pengadaan barang kepada rekanan perusahaan yang sudah memiliki hubungan emosional dengan partai politik, atau perusahaan tersebut sudah menyerahkan sejumlah uang dalam sebuah perhelatan politik baik itu munas atau dalam kegiatan partai sehingga janji akan diberikan proyek menjadi hak perusahaan tersebut.
Mengerat Bersama
Ketika Anas Urbaningrum terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dengan beberbesar hati demi membangun Partai Demokrat, maka rela melepaskan diri sebagai anggota DPR karena akan konsen untuk mengurus partai. Partai Politik di Indonesia hampir tidak memiliki sumber dana tetap yang berasal dari iuran anggota sehingga menjadi hadir pertanyaan bagaimana menghidupi dan menjalankan roda organisasi ini, menjadi tugas pengurus partai untuk mengusahakan sumber-sumber keuangan.
Partai politik yang telah memperoleh kursi di DPR maka salah satu sumber keuangan bagi keuangan partai adalah berasal dari gaji anggota DPR yang dipotong untuk partai politik, namun hal ini jika di lakukanpun tidak akan cukup untuk membiayai opersional parpol, sehingga hal lain yang akan di lakukan adalah melakukan harus melakukan lobi proyek.
Lobi proyek melibatkan sejumlah pihak baik itu legislatif yakni badan anggaran dewan (banggar), Kementrian terkait dan legislatif dari partai politik terkait. Skema kerja mereka memiliki keterkaitan badan anggaran dalam melakukan fungsi mereka untuk mengalokasikan APBN untuk proyek kementrian tersebut, anggota DPR dari partai bersangkutan bertanggung jawab untuk melakukan lobi dengan Bagian anggaran serta kementrian yang bersangkutan agar segera disepakati, pengurus parpol bertanggung jawab mencari dan menemukan pengusaha atau swasta yang akan mengikuti tender proyek.
Jaringan inilah yang terjadi pada kasus korupsi wisma atlet, mereka yang terlibat dalam lobi dan pemulusan proyek bahkan penitia tender yang dilakukan secara formalitas dimana sudah ada perusahaan/kontraktor pemenang tender pun semuanya mendapatkan komisi dari anggaran ini. Nilai proyek yang cukup besar yang telah di tetapkan dalam APBN kemungkinan terealisasi hanya 40 – 60 % anggaranya sedangkan hampir 20% nilai anggaran itu di bagi kepada anggota legislatif, pejabat eksekutif, pengusaha, dan pelaksana lapangan (yang melakukan tender dan melakukan pengawasan proyek dari kementrian atau lembaga terkait ).
Contoh proyek wisma atlet yang senilai Rp. 191 milyar diduga pemotongan anggaran sebesar 13% untuk Nazarudin,, Daerah (Gubernur Sumsel) 2.5%, Komite Pembangunan Wisma Atlet 2,5%, Panitia pengadaan 0,5%, Sekretaris Kemenpora 2%`(Kompas14/07/2011). Pembagian ini belum termasuk sejumlah anggota DPR yang diduga turut menerima komisi atau sucsees fee dalam melobi anggran seperti yang santer disebutkan yakni Anggelina Sondak, Mirwan Amir, I wayan Koster dan Menpora sendiri, nilai poryek dan dikorupsi sebesar 20%, apabila korupsi 20% diberlakukan kepada dana APBN yang dialokasikan kepada sejumlah kementrian berapa kerugian negara. Hasil survey Indonesia Procurement Watch (IPW) terhadap 792 penyedia barang, jasa pengusaha rekanan pemerintah sebanyak 89 % menyatakan melakukan suap untuk memenangi tender suduh menjadi hal lumrah dan telh berjalan berpuluh –puluh tahun (Kompas 16/07/2011) perilaku suap inilah yang kemudian membuat para pengusaha mengerjakan proyek hanya asal jadi, yang kemudian merugikan negara dan rakyat.
Praktek ini menunjukan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia dari penindassan penjajah tidak berakhir seperti pekikan kemerdekan tahun 1945, ada pergeseran penjajahan yang dialihkan kepada partai politik yang menjalankan sistem politik Indonesai. Sebab apabila rakyat tidak lagi mempercaya pemerintah dan lembaga – lembaga polotik yang ada. Tentunya rakyat memiliki alasan apabila ditanya sudahkah menikmati kemerdekaan? jawaban yang mungkin di berikan adalah belum merdeka dari penindasan sistim politik yang koruptif.
*Penulis Mahasiswa Ilmu Politik – Kekhususan Politik Indonesia – FISIP - UI
*Yoyarib Mau
Partai Politik merupakan salah satu pilar penegak kuatnya demokrasi, namun jika partai politik itu rapuh maka negara yang menjalankan demokrasi akan ambruk, sejak tahun 1936 cikal bakal partai politik di Indonesia sudah walau tidak begitu kuat dan mendapatkan perwakilan untuk berada di lembaga dewan rakyat (volksraad) bentukan Kolonial. Namun karena pemikiran masyarakat Indonesia yang menganggap Volksraad adalah lembaga bentukan kolonial sehingga dipastikan tidak akan dapat menjadi lembaga perwakilan rakyat Indonesia dan tidak akan dapat menjadi penyalur dan memperjuangkan kepentingan rakyat.
Berdirinya Partai politik pada awalnya di semangati oleh semangat kolonialisme untuk menghadirkan model pemerintahan yang baik, namun spirit yang ada adalah mendukung kepentingan colonial, sehingga kaum pribumi yang waktu itu menyadari bahwa kepentingan rakyat tidak akan terwujud sehingga mulai hadirlah perjuangan rakyat yang terkonsolidasi dalam paguyuban atau kelompok berdasarkan golongan dan aliran seperti Serikat Islam, Persatuan Minahasa, Persatuan Perhimpunan Katoliek Jawa, Persatuan Kaum Kristen, selain kelompok aliran dan golongan ada juga kelompok Parindra dan Gerindo dan PSSI.
Kelompok ini sepakat untuk kemudian menentukan nasib sendiri dengan berparlemen dengan tujuan mencapai Indonesia berparlemen yang kemudan membentuk pemerintahan, lembaga-lembaga yang kemudian bertujuan untuk melepaskan diri dari jajahan Belanda.
Pasca kemerdekaan dari kolonialisme partai politik dalam kerja dan perjuangannya adalah mempertahankan Negara Republik Indonesia yang berdaulat adil dan makmur berdasarkan kedaulatan rakyat tujuan utama ini diperkuat dengan usaha – usaha diantaranya memperkuat persatuan bangsadan negara, memperbesar rasa cinta, setia dan bakti kepada tanah air, serta mengusahakan program ekonomi kerakyatan.
Dalam perjalanannya hingga pasca reformasi 1998 keberadaan partai politik mengalami distrorsi atau arah perjuangan asali dari partai politik tersebut, mereka lupa diri mengapa harus ada atau didirikan. Partai politik kini didirikan bukan berdasarkan ideology perjuangan yang ada tetapi lebih pada nafus kekuasaan. Partai Demokrat didirikan oleh SBY sebagai kendaraan politik, yang apabila memperoleh suara yang cukup maka dapat berperan sebagai partai pengusung dirinya sebagai Presiden.
Hal sama juga dilakukan oleh Wiranto ketika gagal berpasangan dengan Solahudin Wahid yang diusung Golkar pada pemilu presiden 2004 karena mesin partai yang tidak bekerja secara optimal, sehingga Wiranto menyatakan diri keluar dari partai politik dan membentuk Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA), kemudian juga disusul oleh Prabowo Subianto dengan mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya. Dan Surya Paloh pasca munas partai Golkar di Pekanbaru kalah dalam pertarungan merebut Ketua Umum Partai Golkar kemudian membentuk Ormas Nasional Demokrat yang kemudian katanya berada di belakang terbentuknya Partai NasDem, namun tak kalah pamornya para kelompok intelektual seperti Rocky Gerung, Arbi Sanit menengahi terbentuknya Partai Serikat Rakyat Independent (SRI) yang mengusung Sri Mulyani Indrawati sebagai calon President.
Melihat fenomena keberadaan partai-partai politik ini yang hampir semuanya memiliki kecenderungan sebagai kendaraan politik untuk menjadi penguasa, padahal hasil jajak pendapat yang dilakukan litbang Kompas pada 22-22 Juli 2011 memaparkan dari 819 responden yang menyatakan tidak mempercayai lagi lembaga-lembaga yang memperjuangkan kepentingan rakyat, lembaga yang paling tingi angka ketidak pecayaan masyarakat adalah partai politik yakni 80%, disusul oleh lembaga DPR dengan skor 76,6%, kemudian lembaga penegak hukum 70,8 % (Kompas 25/07/2011)
Dari angka ketidakpecayaan ini sebenarnya mewakili keadaan yang sebenarnya terjadi dalam masyarakat dan yang mensangsikan adalah ketidakpercayaan masyarakat pad bidang politik, karena peranan politik sebagai pembuat kebijakan, pembuat produk hukum agar mengatur proses hidup orang banyak, namun diperparah lagi dengan tingkat ketidakpercayaan terhadap penegak hukum pun lemah.
Keadaan ini menghasilkan pertanyaan, mengapa proses politik dalam negara ini menjadi kehilangan arah ? dan kemana tujuan politik dari negara ini akan diarahkan ? ketika keadaan politik dimana menyangkut kebijakan yang salah dalam sebuah negara, maka akan berdampak pada kekacauan ekonomi dan bidang – bidang yang lain. Ketika lembaga pemberi peringkat ternama standard & poor’s menurunkan peringkat ekonomi Amerika dari AAA menjadi AA+, membuat semua masyarakat dunia panik dan Presiden Barack Obama di cerca oleh para lawan polik namun Obama membela cercaan itu dengan mengatakan bahwa “tidak ada yang salah dengan negeri kita ini. Yang sebenarnya terjadi adalah, ada yang salah dengan politik kita (Kompas 13/08/2011).
Pernyataan Obama ada benarnya karena pergolakan antara partai republik dan partai demokrat yang tidak yang tidak mendukung menaikan pagu utang, padahal kebijakan anggaran pemerintahan Obama, kisruh ini ada kecenderungan mengarah pada pemilu presiden yang akan dilakukan tahun depan, partai politik republik tidak memperdulikan keaadaan negara tetapi malah mempertahankan kebijakan partai republik sebagai pukulan politik bagi partai democrat agar Obama yang berupaya melakukan pengurangan dan pemotongan anggaran guna membayar utang, namun momentum ini digunakan oleh partai republik untuk menjegal Obama tidak terpilih lagi pada periode berikutnya.
Kondisi di Amerika serikat berbeda dengan di Indonesia melakukan politik yang santun serta argumentasi yang dapat di percaya, strategi politik untuk memenangi kekuasaan hampir memiliki kesamaan yakni menyangkut persoalan anggaran, namun dalam konteks Indonesia adalah partai politik mendominasi bahkan mengatur anggaran dalam hal ini APBN hingga proyek-proyek di sejumlah kementrian, pola yang dilakukan oleh partai politik adalah melalui wakil rakyatnya di DPR bagaimana memburu rente proyek-proyek yang di danai oleh APBN.
Penjajahan Secara Sistemik
Partai Politik tidak memiliki sumber dana yang jelas karena keberadaan parpol yang awalnya di danai oleh pendiri partai namun ketika sudah mendapatkan kursi di DPR maka pendiri menyerahkan upaya pencarian keuangan partai diserahkan sepenuhnya kepada pengurus partai, sebagaimana keberadaan Partai Demokrat ketika masih dibiayai oleh pendiri maka Ketua Umum partai politik ditunjuk saja sebagaiamana Hadi Utomo yang juga adik Ipar SBY menggantikan Ketua Umum pertama Subur Budi Santoso hal ini bertujuan agar kontrol keuangan dapat dilakukan dengan pengiritan.
Ketika partai demokrat sudah memiliki kekuasaan yang kuat di parlement maka pemilihan ketua umum partai dilakukan melalui kongres sehingga menuju partai yang terkesan demokratis, padahal dalam proses ini inilah penjajahan terhadap bangsa dilakukan dimana terjadi mafia proyek, dimana dukungan swasta dibutuhkan oleh para kandidat yang yan akan bertarung, yakni menyerahkan sejumlah uang dengan janji setelah tepilih akan mengupayakan sejumlah proyek APBN untuk dikerjakan sebagaimana Anas dan Ibas pernah disebut Nazarudin turut menerima uang dari proyek Wisma Atlet SEA Games, di samping uang sebesar Rp 50 miliar dari proyek Hambalang yang digunakan untuk pemenangan Anas dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung tahun lalu (http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=284975).
Kekuasaan partai politik dalam melakukan penjajahan terhadap rakyat melalui APBN melibatkan legislatif maupun eksekutif, partai politik menempatkan Menteri dari partai politik tertentu di Kementrian tertentu sudah tentu adalah untuk mengarahkan sejumlah proyek APBN ataupun proyek pengadaan barang kepada rekanan perusahaan yang sudah memiliki hubungan emosional dengan partai politik, atau perusahaan tersebut sudah menyerahkan sejumlah uang dalam sebuah perhelatan politik baik itu munas atau dalam kegiatan partai sehingga janji akan diberikan proyek menjadi hak perusahaan tersebut.
Mengerat Bersama
Ketika Anas Urbaningrum terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dengan beberbesar hati demi membangun Partai Demokrat, maka rela melepaskan diri sebagai anggota DPR karena akan konsen untuk mengurus partai. Partai Politik di Indonesia hampir tidak memiliki sumber dana tetap yang berasal dari iuran anggota sehingga menjadi hadir pertanyaan bagaimana menghidupi dan menjalankan roda organisasi ini, menjadi tugas pengurus partai untuk mengusahakan sumber-sumber keuangan.
Partai politik yang telah memperoleh kursi di DPR maka salah satu sumber keuangan bagi keuangan partai adalah berasal dari gaji anggota DPR yang dipotong untuk partai politik, namun hal ini jika di lakukanpun tidak akan cukup untuk membiayai opersional parpol, sehingga hal lain yang akan di lakukan adalah melakukan harus melakukan lobi proyek.
Lobi proyek melibatkan sejumlah pihak baik itu legislatif yakni badan anggaran dewan (banggar), Kementrian terkait dan legislatif dari partai politik terkait. Skema kerja mereka memiliki keterkaitan badan anggaran dalam melakukan fungsi mereka untuk mengalokasikan APBN untuk proyek kementrian tersebut, anggota DPR dari partai bersangkutan bertanggung jawab untuk melakukan lobi dengan Bagian anggaran serta kementrian yang bersangkutan agar segera disepakati, pengurus parpol bertanggung jawab mencari dan menemukan pengusaha atau swasta yang akan mengikuti tender proyek.
Jaringan inilah yang terjadi pada kasus korupsi wisma atlet, mereka yang terlibat dalam lobi dan pemulusan proyek bahkan penitia tender yang dilakukan secara formalitas dimana sudah ada perusahaan/kontraktor pemenang tender pun semuanya mendapatkan komisi dari anggaran ini. Nilai proyek yang cukup besar yang telah di tetapkan dalam APBN kemungkinan terealisasi hanya 40 – 60 % anggaranya sedangkan hampir 20% nilai anggaran itu di bagi kepada anggota legislatif, pejabat eksekutif, pengusaha, dan pelaksana lapangan (yang melakukan tender dan melakukan pengawasan proyek dari kementrian atau lembaga terkait ).
Contoh proyek wisma atlet yang senilai Rp. 191 milyar diduga pemotongan anggaran sebesar 13% untuk Nazarudin,, Daerah (Gubernur Sumsel) 2.5%, Komite Pembangunan Wisma Atlet 2,5%, Panitia pengadaan 0,5%, Sekretaris Kemenpora 2%`(Kompas14/07/2011). Pembagian ini belum termasuk sejumlah anggota DPR yang diduga turut menerima komisi atau sucsees fee dalam melobi anggran seperti yang santer disebutkan yakni Anggelina Sondak, Mirwan Amir, I wayan Koster dan Menpora sendiri, nilai poryek dan dikorupsi sebesar 20%, apabila korupsi 20% diberlakukan kepada dana APBN yang dialokasikan kepada sejumlah kementrian berapa kerugian negara. Hasil survey Indonesia Procurement Watch (IPW) terhadap 792 penyedia barang, jasa pengusaha rekanan pemerintah sebanyak 89 % menyatakan melakukan suap untuk memenangi tender suduh menjadi hal lumrah dan telh berjalan berpuluh –puluh tahun (Kompas 16/07/2011) perilaku suap inilah yang kemudian membuat para pengusaha mengerjakan proyek hanya asal jadi, yang kemudian merugikan negara dan rakyat.
Praktek ini menunjukan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia dari penindassan penjajah tidak berakhir seperti pekikan kemerdekan tahun 1945, ada pergeseran penjajahan yang dialihkan kepada partai politik yang menjalankan sistem politik Indonesai. Sebab apabila rakyat tidak lagi mempercaya pemerintah dan lembaga – lembaga polotik yang ada. Tentunya rakyat memiliki alasan apabila ditanya sudahkah menikmati kemerdekaan? jawaban yang mungkin di berikan adalah belum merdeka dari penindasan sistim politik yang koruptif.
*Penulis Mahasiswa Ilmu Politik – Kekhususan Politik Indonesia – FISIP - UI
Kamis, 04 Agustus 2011
"GEOPOLITIK KOTA KUPANG 30 BANDING 70"
“Geopolitik Kota Kupang 30 Banding 70”
*Yoyarib Mau
Pilkada Kota Kupang masih satu tahun ke depan tetapi strategi, intrik dan konsolidasi politik telah dilakukan oleh mereka yang akan berkompetisi dalam Pilkada 2012, semua dilakukan oleh incumbent Daniel Adoe dan juga Wakil Walikota Daniel Hurek, dan sejumlah kandidat yang memiliki peluang untuk maju sebagai kandidat melalui partai politik maupun melalui jalur independent.
Tak ada pembatasan karena demokrasi menjamin semua orang untuk mendapatkan hak yang sama dalam mengajukan diri, namun harus memenuhi syarat yang diatur dalam Undang-Undang serta aturan main yang ditetapkan melalui Komisi Pemilihan Umum.
Melihat perkembangan politik serta peta politik pada akhir-akhir ini tercipta rasa suka atau tidak suka akibat trik dan strategi yang dilakukan oleh para kandidat untuk mencitrakan diri serta mendapatkan elektabilitas serta aksebilitas, sehingga masyarakat kota sepertinya membelah diri dalam kelompok-kelompok dukungan.
Keberuntungan selalu menguntungkan bagi incumbent yang akan maju karena berkuasa serta sejumlah infrastruktur pendukung tersedia dengan sendirinya, namun untuk kota Kupang akibat kebijakan-kebijakan walikota yang tidak populis hal ini dibuktikan dengan pemberitaan media masa serta demo penolakan atas kebijakan walikota dapat dijadikan indikator bahwa rakyat kecewa dengan kepemimpinan walikota Daniel Adoe.
Kekecewaan masyarakat akibat kepemimpinan dan kebijakan Daniel Adoe akibat janji politik pada saat kampanye pilkada 2007 seperti pembuatan sumur bor tetapi tidak terealisasi, hukuman psikis dengan tidak memberikan jabatan strategis terhadap sejumlah PNS yang kala itu memberikan dukungan kepada kandidat lain.
Indikator kekecewaan masyarakat kota Kupang yang sangat disayangkan adalah proses peletakan batu pertama pada pembangunan Masjid Nur Musafir di Jl.Air Sagu Kelurahan Batuplat pada bulan Juni 2011 yang lalu, dimana menurut warga bahwa proses penyetujuan pembangunan masjid ini adanya keganjilan data adminsitratif persetujuan dari masyarakat sekitar, diantaranya tidak adanya bukti dukungan langsung dari masyarakat sekitar, serta belum ada urun rembuk warga terkait dengan pembangunan masjid sesuai dengan syarat dalam SKB menteri, yang walaupun ada aksi penolakan oleh warga setempat tetapi sepertinya kekuatan penuh sang walikota menjadi jaminan bagi pembangunan masjid ini.
Jaminan walikota dalam menjamin pembangunan masjid ini dibuktikan dengan kehadirannya melakukan peletakan batu pertama, namun jaminan itu sepertinya harus mampu dipertanggungjawabkannya kepada rakyat kota Kupang dengan hadir dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi A DPRD Kota Kupang bersama warga Kelurahan Batuplat yang melakukan penolakan, dan bukan mengutus mereka yang tidak berkompeten yang hadir, sebab kebijakan ini ditanda tangani walikota sedangkan mereka yang diutus hadir adalah mereka yang melakukan tugas administratife saja.
Bentuk-bentuk kekecewaan masyarakat kota jika diakumulasi dalam persenan maka berkisar 70% masyarakat kecewa dengan kepemimpinan Daniel Adoe, terlepas dari besaran persenan ini benar atau tidak jika dilakukan penelitian tetapi angka ini dijadikan patokan penulis untuk melakukan analisis politik dalam tulisan ini. Jika 70% masyarakat Kota Kupang kecewa dengan kepemimpinan Daniel Adoe maka masih tersisa 30 % masyarakat kota yang terdiri dari keluarganya, dukungan PNS yang setia serta barter dukungan politik dari kebijakan-kebijakannya.
Persoalan diatas menghadirkan sebuah pisau analisis yakni, mengapa walikota bersikeras untuk pembangunan masjid di Batuplat itu tetap dilakukan walau menuai aksi penolakan warga masyarakat ? Miftah Thoha salah seorang Guru besar di Universitas Gajah Mada mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang seringkali menimbulkan perbedaan yang memunculkan konflik diantara orang atau kelompok orang adalah nilai atau (value) yang diyakini kebenarannya oleh masing-masing. Suatu nilai adalah suatu objek atau situasi yang dianggap sebagai sesuatu yang sangat berharga, sesuatu yang mempunyai harga yang sangat tinggi dan yang dicari (Birokrasi dan Politik di Indonesia – Rajawali Pers – 2007).
Nilai yang diharapkan dari masyarakat adalah nilai yang berlaku secara umum maupun nilai yang berlaku lokal, nilai yang berlaku umum yakni demokrasi yang didalamnya menjamin semua orang memiliki hak yang sama untuk menjalankan kehidupan beragamanya , namun untuk itu tidak juga mengabaikan nilai lokal musyawarah-mufakat atau urun-rembuk.
Kenyataan yang terjadi bahwa nilai lokal diabaikan nilai lokal telah di bajak oleh walikota dengan kekuasaannya dalam menentukan semua hal tanpa melibatkan masyarakat dalam kebijakan yang seharusnya mempertimbangkan nilai-nilai lokal. Konon bahwa kumpulan tanda tangan yang dijadikan syarat dukungan untuk pendirian rumah ibadah pun dilakukan dengan cara yang manipulative kondisi persoalan ini berbeda dengan apa yang terjadi dengan GKI Yasmin yang berada di Bogor.
Barter Politik
Ada kecenderungan yang dilakukan oleh walikota kota kupang adalah barter politik dengan kelompok tertentu sehingga mengabaikan nilai lokal di tengah masyarakat, bagi sang walikota untuk menjaga 30 % dukungan masyarakat adalah hal yang lebih penting, jelang pilkada tinggal menghitung beberapa bulan kedepan sehingga persoalan nilai adalah persoalan nanti, prinsip Machevelian menjadi prinsip walikota saat ini sehingga menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. 30 % dukungan kelompok masyarakat harus di jaga demi kemenangan.
Pemikiran Daniel Adoe didasari hitung-hitungan politik, apabila 70 % masyarakat menolak tetapi tidak mungkin memenangkan pertarungan pilkada, sebab dari 70 % dukungan masayarakat itu, tidak mutlak menyatakan dukungannnya pada satu kandidat. Perkembangan pemetaan politik yang berkembang sebagaimana pada pendaftaran bakal calon walikota dan wakil walikota yang dilakukan oleh beberapa partai politik seperti DPC PDIP Kota Kupang dan DPC Gerindra Kota Kupang pada bulan Juni 2011 yang lalu dapat diduga lebih dari 4 (empat) kandidat akan bertarung memperebutkan 70 % suara rakyat kota yang kecewa dengan Daniel Adoe.
Hitung-hitungan kotor saja, apabila 70% dukungan diperebutkan oleh 4 kandidat yang bertarung melawan Daniel Adoe yang sudah jelas maju melalui pintu Partai Golkar, dukungan akan terpecah dan maksimal dari para kandidat yang memperebutkan 70 % suara ini masing-masing akan maksimal memperoleh dukungan sebesar 20% sedangkan Daniel Adoe akan aman dengan dukungan 30%, sehingga kebijakan Daniel Adoe dalam memperjuangkan berdirinya Masjid di Batuplat adalah lebih pada pertimbangan barter politik mempertahankan dukungan 30% suara untuk memenangkan Pilkada Kota Kupang pada 2012.
Agama Dalam Politik Praktis
Agama pada dasarnya netral dalam politik tidak harus memihak dan terlibat politik praktis, disertai mobilisasi dukungan untuk memihak pada dukungan kandidat tertentu dalam komunitas yang plural karena akan menimbulkan konflik, karena agama telah terkooptasi dalam memberi dukungan. seyogianya kehadiran walikota harus mampu berada di semua kelompok masyarakat yakni masyarakat yang menuntut agar proses berjalan sesuai nilai formal berdasarkan aturan atau prosedural formal yang berlaku seperti syarat-syarat yang diatur dalam SKB Menteri, maupun nilai lokal warga masyarakat setempat guna mewujudkan adanya tempat untuk beribadah.
Jika agama telah di tarik untuk berada dalam dukungan politik praktis maka akan berdampak pada pasca pilkada dimana masyarakat akan hidup dalam sikap yang saling mewaspadai dan saling mengintai sehingga akan mempengaruhi perkembangan pembangunan dan segala kebijakan pemerintahan. Persoalan persetujuan pendirian rumah ibadah yang dilakukan oleh walikota ini mengarah pada politik praktis karena dilakukan menjelang pilkada 2012 yang akan tiba.
Agama sejatinya hadir dan memberikan keteduhan bagi semua insan, agama tidak hadir untuk mengkotak-kotakn diri dan menciptakan konflik atau perpecahan dengan kelompok lain, keberadaan agama tidak harus mudah di manfaaatkan oleh pihak lain dalam hal ini kekuasaan (baca : walikota) untuk memberikan dukungan bagi niat atau tujuan politik dari penguasa. Agama harus mampu memberikan kebebasan bagi pemeluknya untuk bebas menentukan pilihan.
Ketika agama telah masuk dan berada dalam hitung-hitungan geopolitik angka maka agama berkontribusi terhadap terciptanya konflik, agama pada dasarnya yang harus netral dan berada di semua kelompok, namun jika telah terjerumus dalam kondisi dimana membatasi diri dalam hubungannya dengan komunitas atau kelompok lain karena telah berada dalam kooptasi kekuasaan maka agama tidak lagi mampu memadukan diri dalam kehidupan kehidupan demokratis dan tidak lagi ada dalam kaidah-kaidah keagamaan yang menjungjung tinggi nilai-nilai lain dalam menghadirkan keteduhan bagi semua kelompok masyarakat.
*Mahasiswa Ilmu Politik – Kekhususan Politik Indonesia – FISIP - UI
*Yoyarib Mau
Pilkada Kota Kupang masih satu tahun ke depan tetapi strategi, intrik dan konsolidasi politik telah dilakukan oleh mereka yang akan berkompetisi dalam Pilkada 2012, semua dilakukan oleh incumbent Daniel Adoe dan juga Wakil Walikota Daniel Hurek, dan sejumlah kandidat yang memiliki peluang untuk maju sebagai kandidat melalui partai politik maupun melalui jalur independent.
Tak ada pembatasan karena demokrasi menjamin semua orang untuk mendapatkan hak yang sama dalam mengajukan diri, namun harus memenuhi syarat yang diatur dalam Undang-Undang serta aturan main yang ditetapkan melalui Komisi Pemilihan Umum.
Melihat perkembangan politik serta peta politik pada akhir-akhir ini tercipta rasa suka atau tidak suka akibat trik dan strategi yang dilakukan oleh para kandidat untuk mencitrakan diri serta mendapatkan elektabilitas serta aksebilitas, sehingga masyarakat kota sepertinya membelah diri dalam kelompok-kelompok dukungan.
Keberuntungan selalu menguntungkan bagi incumbent yang akan maju karena berkuasa serta sejumlah infrastruktur pendukung tersedia dengan sendirinya, namun untuk kota Kupang akibat kebijakan-kebijakan walikota yang tidak populis hal ini dibuktikan dengan pemberitaan media masa serta demo penolakan atas kebijakan walikota dapat dijadikan indikator bahwa rakyat kecewa dengan kepemimpinan walikota Daniel Adoe.
Kekecewaan masyarakat akibat kepemimpinan dan kebijakan Daniel Adoe akibat janji politik pada saat kampanye pilkada 2007 seperti pembuatan sumur bor tetapi tidak terealisasi, hukuman psikis dengan tidak memberikan jabatan strategis terhadap sejumlah PNS yang kala itu memberikan dukungan kepada kandidat lain.
Indikator kekecewaan masyarakat kota Kupang yang sangat disayangkan adalah proses peletakan batu pertama pada pembangunan Masjid Nur Musafir di Jl.Air Sagu Kelurahan Batuplat pada bulan Juni 2011 yang lalu, dimana menurut warga bahwa proses penyetujuan pembangunan masjid ini adanya keganjilan data adminsitratif persetujuan dari masyarakat sekitar, diantaranya tidak adanya bukti dukungan langsung dari masyarakat sekitar, serta belum ada urun rembuk warga terkait dengan pembangunan masjid sesuai dengan syarat dalam SKB menteri, yang walaupun ada aksi penolakan oleh warga setempat tetapi sepertinya kekuatan penuh sang walikota menjadi jaminan bagi pembangunan masjid ini.
Jaminan walikota dalam menjamin pembangunan masjid ini dibuktikan dengan kehadirannya melakukan peletakan batu pertama, namun jaminan itu sepertinya harus mampu dipertanggungjawabkannya kepada rakyat kota Kupang dengan hadir dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi A DPRD Kota Kupang bersama warga Kelurahan Batuplat yang melakukan penolakan, dan bukan mengutus mereka yang tidak berkompeten yang hadir, sebab kebijakan ini ditanda tangani walikota sedangkan mereka yang diutus hadir adalah mereka yang melakukan tugas administratife saja.
Bentuk-bentuk kekecewaan masyarakat kota jika diakumulasi dalam persenan maka berkisar 70% masyarakat kecewa dengan kepemimpinan Daniel Adoe, terlepas dari besaran persenan ini benar atau tidak jika dilakukan penelitian tetapi angka ini dijadikan patokan penulis untuk melakukan analisis politik dalam tulisan ini. Jika 70% masyarakat Kota Kupang kecewa dengan kepemimpinan Daniel Adoe maka masih tersisa 30 % masyarakat kota yang terdiri dari keluarganya, dukungan PNS yang setia serta barter dukungan politik dari kebijakan-kebijakannya.
Persoalan diatas menghadirkan sebuah pisau analisis yakni, mengapa walikota bersikeras untuk pembangunan masjid di Batuplat itu tetap dilakukan walau menuai aksi penolakan warga masyarakat ? Miftah Thoha salah seorang Guru besar di Universitas Gajah Mada mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang seringkali menimbulkan perbedaan yang memunculkan konflik diantara orang atau kelompok orang adalah nilai atau (value) yang diyakini kebenarannya oleh masing-masing. Suatu nilai adalah suatu objek atau situasi yang dianggap sebagai sesuatu yang sangat berharga, sesuatu yang mempunyai harga yang sangat tinggi dan yang dicari (Birokrasi dan Politik di Indonesia – Rajawali Pers – 2007).
Nilai yang diharapkan dari masyarakat adalah nilai yang berlaku secara umum maupun nilai yang berlaku lokal, nilai yang berlaku umum yakni demokrasi yang didalamnya menjamin semua orang memiliki hak yang sama untuk menjalankan kehidupan beragamanya , namun untuk itu tidak juga mengabaikan nilai lokal musyawarah-mufakat atau urun-rembuk.
Kenyataan yang terjadi bahwa nilai lokal diabaikan nilai lokal telah di bajak oleh walikota dengan kekuasaannya dalam menentukan semua hal tanpa melibatkan masyarakat dalam kebijakan yang seharusnya mempertimbangkan nilai-nilai lokal. Konon bahwa kumpulan tanda tangan yang dijadikan syarat dukungan untuk pendirian rumah ibadah pun dilakukan dengan cara yang manipulative kondisi persoalan ini berbeda dengan apa yang terjadi dengan GKI Yasmin yang berada di Bogor.
Barter Politik
Ada kecenderungan yang dilakukan oleh walikota kota kupang adalah barter politik dengan kelompok tertentu sehingga mengabaikan nilai lokal di tengah masyarakat, bagi sang walikota untuk menjaga 30 % dukungan masyarakat adalah hal yang lebih penting, jelang pilkada tinggal menghitung beberapa bulan kedepan sehingga persoalan nilai adalah persoalan nanti, prinsip Machevelian menjadi prinsip walikota saat ini sehingga menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. 30 % dukungan kelompok masyarakat harus di jaga demi kemenangan.
Pemikiran Daniel Adoe didasari hitung-hitungan politik, apabila 70 % masyarakat menolak tetapi tidak mungkin memenangkan pertarungan pilkada, sebab dari 70 % dukungan masayarakat itu, tidak mutlak menyatakan dukungannnya pada satu kandidat. Perkembangan pemetaan politik yang berkembang sebagaimana pada pendaftaran bakal calon walikota dan wakil walikota yang dilakukan oleh beberapa partai politik seperti DPC PDIP Kota Kupang dan DPC Gerindra Kota Kupang pada bulan Juni 2011 yang lalu dapat diduga lebih dari 4 (empat) kandidat akan bertarung memperebutkan 70 % suara rakyat kota yang kecewa dengan Daniel Adoe.
Hitung-hitungan kotor saja, apabila 70% dukungan diperebutkan oleh 4 kandidat yang bertarung melawan Daniel Adoe yang sudah jelas maju melalui pintu Partai Golkar, dukungan akan terpecah dan maksimal dari para kandidat yang memperebutkan 70 % suara ini masing-masing akan maksimal memperoleh dukungan sebesar 20% sedangkan Daniel Adoe akan aman dengan dukungan 30%, sehingga kebijakan Daniel Adoe dalam memperjuangkan berdirinya Masjid di Batuplat adalah lebih pada pertimbangan barter politik mempertahankan dukungan 30% suara untuk memenangkan Pilkada Kota Kupang pada 2012.
Agama Dalam Politik Praktis
Agama pada dasarnya netral dalam politik tidak harus memihak dan terlibat politik praktis, disertai mobilisasi dukungan untuk memihak pada dukungan kandidat tertentu dalam komunitas yang plural karena akan menimbulkan konflik, karena agama telah terkooptasi dalam memberi dukungan. seyogianya kehadiran walikota harus mampu berada di semua kelompok masyarakat yakni masyarakat yang menuntut agar proses berjalan sesuai nilai formal berdasarkan aturan atau prosedural formal yang berlaku seperti syarat-syarat yang diatur dalam SKB Menteri, maupun nilai lokal warga masyarakat setempat guna mewujudkan adanya tempat untuk beribadah.
Jika agama telah di tarik untuk berada dalam dukungan politik praktis maka akan berdampak pada pasca pilkada dimana masyarakat akan hidup dalam sikap yang saling mewaspadai dan saling mengintai sehingga akan mempengaruhi perkembangan pembangunan dan segala kebijakan pemerintahan. Persoalan persetujuan pendirian rumah ibadah yang dilakukan oleh walikota ini mengarah pada politik praktis karena dilakukan menjelang pilkada 2012 yang akan tiba.
Agama sejatinya hadir dan memberikan keteduhan bagi semua insan, agama tidak hadir untuk mengkotak-kotakn diri dan menciptakan konflik atau perpecahan dengan kelompok lain, keberadaan agama tidak harus mudah di manfaaatkan oleh pihak lain dalam hal ini kekuasaan (baca : walikota) untuk memberikan dukungan bagi niat atau tujuan politik dari penguasa. Agama harus mampu memberikan kebebasan bagi pemeluknya untuk bebas menentukan pilihan.
Ketika agama telah masuk dan berada dalam hitung-hitungan geopolitik angka maka agama berkontribusi terhadap terciptanya konflik, agama pada dasarnya yang harus netral dan berada di semua kelompok, namun jika telah terjerumus dalam kondisi dimana membatasi diri dalam hubungannya dengan komunitas atau kelompok lain karena telah berada dalam kooptasi kekuasaan maka agama tidak lagi mampu memadukan diri dalam kehidupan kehidupan demokratis dan tidak lagi ada dalam kaidah-kaidah keagamaan yang menjungjung tinggi nilai-nilai lain dalam menghadirkan keteduhan bagi semua kelompok masyarakat.
*Mahasiswa Ilmu Politik – Kekhususan Politik Indonesia – FISIP - UI
Langganan:
Postingan (Atom)