Kamis, 04 Agustus 2011

"GEOPOLITIK KOTA KUPANG 30 BANDING 70"

“Geopolitik Kota Kupang 30 Banding 70”
*Yoyarib Mau

Pilkada Kota Kupang masih satu tahun ke depan tetapi strategi, intrik dan konsolidasi politik telah dilakukan oleh mereka yang akan berkompetisi dalam Pilkada 2012, semua dilakukan oleh incumbent Daniel Adoe dan juga Wakil Walikota Daniel Hurek, dan sejumlah kandidat yang memiliki peluang untuk maju sebagai kandidat melalui partai politik maupun melalui jalur independent.

Tak ada pembatasan karena demokrasi menjamin semua orang untuk mendapatkan hak yang sama dalam mengajukan diri, namun harus memenuhi syarat yang diatur dalam Undang-Undang serta aturan main yang ditetapkan melalui Komisi Pemilihan Umum.

Melihat perkembangan politik serta peta politik pada akhir-akhir ini tercipta rasa suka atau tidak suka akibat trik dan strategi yang dilakukan oleh para kandidat untuk mencitrakan diri serta mendapatkan elektabilitas serta aksebilitas, sehingga masyarakat kota sepertinya membelah diri dalam kelompok-kelompok dukungan.

Keberuntungan selalu menguntungkan bagi incumbent yang akan maju karena berkuasa serta sejumlah infrastruktur pendukung tersedia dengan sendirinya, namun untuk kota Kupang akibat kebijakan-kebijakan walikota yang tidak populis hal ini dibuktikan dengan pemberitaan media masa serta demo penolakan atas kebijakan walikota dapat dijadikan indikator bahwa rakyat kecewa dengan kepemimpinan walikota Daniel Adoe.

Kekecewaan masyarakat akibat kepemimpinan dan kebijakan Daniel Adoe akibat janji politik pada saat kampanye pilkada 2007 seperti pembuatan sumur bor tetapi tidak terealisasi, hukuman psikis dengan tidak memberikan jabatan strategis terhadap sejumlah PNS yang kala itu memberikan dukungan kepada kandidat lain.

Indikator kekecewaan masyarakat kota Kupang yang sangat disayangkan adalah proses peletakan batu pertama pada pembangunan Masjid Nur Musafir di Jl.Air Sagu Kelurahan Batuplat pada bulan Juni 2011 yang lalu, dimana menurut warga bahwa proses penyetujuan pembangunan masjid ini adanya keganjilan data adminsitratif persetujuan dari masyarakat sekitar, diantaranya tidak adanya bukti dukungan langsung dari masyarakat sekitar, serta belum ada urun rembuk warga terkait dengan pembangunan masjid sesuai dengan syarat dalam SKB menteri, yang walaupun ada aksi penolakan oleh warga setempat tetapi sepertinya kekuatan penuh sang walikota menjadi jaminan bagi pembangunan masjid ini.

Jaminan walikota dalam menjamin pembangunan masjid ini dibuktikan dengan kehadirannya melakukan peletakan batu pertama, namun jaminan itu sepertinya harus mampu dipertanggungjawabkannya kepada rakyat kota Kupang dengan hadir dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi A DPRD Kota Kupang bersama warga Kelurahan Batuplat yang melakukan penolakan, dan bukan mengutus mereka yang tidak berkompeten yang hadir, sebab kebijakan ini ditanda tangani walikota sedangkan mereka yang diutus hadir adalah mereka yang melakukan tugas administratife saja.

Bentuk-bentuk kekecewaan masyarakat kota jika diakumulasi dalam persenan maka berkisar 70% masyarakat kecewa dengan kepemimpinan Daniel Adoe, terlepas dari besaran persenan ini benar atau tidak jika dilakukan penelitian tetapi angka ini dijadikan patokan penulis untuk melakukan analisis politik dalam tulisan ini. Jika 70% masyarakat Kota Kupang kecewa dengan kepemimpinan Daniel Adoe maka masih tersisa 30 % masyarakat kota yang terdiri dari keluarganya, dukungan PNS yang setia serta barter dukungan politik dari kebijakan-kebijakannya.

Persoalan diatas menghadirkan sebuah pisau analisis yakni, mengapa walikota bersikeras untuk pembangunan masjid di Batuplat itu tetap dilakukan walau menuai aksi penolakan warga masyarakat ? Miftah Thoha salah seorang Guru besar di Universitas Gajah Mada mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang seringkali menimbulkan perbedaan yang memunculkan konflik diantara orang atau kelompok orang adalah nilai atau (value) yang diyakini kebenarannya oleh masing-masing. Suatu nilai adalah suatu objek atau situasi yang dianggap sebagai sesuatu yang sangat berharga, sesuatu yang mempunyai harga yang sangat tinggi dan yang dicari (Birokrasi dan Politik di Indonesia – Rajawali Pers – 2007).

Nilai yang diharapkan dari masyarakat adalah nilai yang berlaku secara umum maupun nilai yang berlaku lokal, nilai yang berlaku umum yakni demokrasi yang didalamnya menjamin semua orang memiliki hak yang sama untuk menjalankan kehidupan beragamanya , namun untuk itu tidak juga mengabaikan nilai lokal musyawarah-mufakat atau urun-rembuk.

Kenyataan yang terjadi bahwa nilai lokal diabaikan nilai lokal telah di bajak oleh walikota dengan kekuasaannya dalam menentukan semua hal tanpa melibatkan masyarakat dalam kebijakan yang seharusnya mempertimbangkan nilai-nilai lokal. Konon bahwa kumpulan tanda tangan yang dijadikan syarat dukungan untuk pendirian rumah ibadah pun dilakukan dengan cara yang manipulative kondisi persoalan ini berbeda dengan apa yang terjadi dengan GKI Yasmin yang berada di Bogor.

Barter Politik

Ada kecenderungan yang dilakukan oleh walikota kota kupang adalah barter politik dengan kelompok tertentu sehingga mengabaikan nilai lokal di tengah masyarakat, bagi sang walikota untuk menjaga 30 % dukungan masyarakat adalah hal yang lebih penting, jelang pilkada tinggal menghitung beberapa bulan kedepan sehingga persoalan nilai adalah persoalan nanti, prinsip Machevelian menjadi prinsip walikota saat ini sehingga menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. 30 % dukungan kelompok masyarakat harus di jaga demi kemenangan.

Pemikiran Daniel Adoe didasari hitung-hitungan politik, apabila 70 % masyarakat menolak tetapi tidak mungkin memenangkan pertarungan pilkada, sebab dari 70 % dukungan masayarakat itu, tidak mutlak menyatakan dukungannnya pada satu kandidat. Perkembangan pemetaan politik yang berkembang sebagaimana pada pendaftaran bakal calon walikota dan wakil walikota yang dilakukan oleh beberapa partai politik seperti DPC PDIP Kota Kupang dan DPC Gerindra Kota Kupang pada bulan Juni 2011 yang lalu dapat diduga lebih dari 4 (empat) kandidat akan bertarung memperebutkan 70 % suara rakyat kota yang kecewa dengan Daniel Adoe.

Hitung-hitungan kotor saja, apabila 70% dukungan diperebutkan oleh 4 kandidat yang bertarung melawan Daniel Adoe yang sudah jelas maju melalui pintu Partai Golkar, dukungan akan terpecah dan maksimal dari para kandidat yang memperebutkan 70 % suara ini masing-masing akan maksimal memperoleh dukungan sebesar 20% sedangkan Daniel Adoe akan aman dengan dukungan 30%, sehingga kebijakan Daniel Adoe dalam memperjuangkan berdirinya Masjid di Batuplat adalah lebih pada pertimbangan barter politik mempertahankan dukungan 30% suara untuk memenangkan Pilkada Kota Kupang pada 2012.

Agama Dalam Politik Praktis

Agama pada dasarnya netral dalam politik tidak harus memihak dan terlibat politik praktis, disertai mobilisasi dukungan untuk memihak pada dukungan kandidat tertentu dalam komunitas yang plural karena akan menimbulkan konflik, karena agama telah terkooptasi dalam memberi dukungan. seyogianya kehadiran walikota harus mampu berada di semua kelompok masyarakat yakni masyarakat yang menuntut agar proses berjalan sesuai nilai formal berdasarkan aturan atau prosedural formal yang berlaku seperti syarat-syarat yang diatur dalam SKB Menteri, maupun nilai lokal warga masyarakat setempat guna mewujudkan adanya tempat untuk beribadah.

Jika agama telah di tarik untuk berada dalam dukungan politik praktis maka akan berdampak pada pasca pilkada dimana masyarakat akan hidup dalam sikap yang saling mewaspadai dan saling mengintai sehingga akan mempengaruhi perkembangan pembangunan dan segala kebijakan pemerintahan. Persoalan persetujuan pendirian rumah ibadah yang dilakukan oleh walikota ini mengarah pada politik praktis karena dilakukan menjelang pilkada 2012 yang akan tiba.

Agama sejatinya hadir dan memberikan keteduhan bagi semua insan, agama tidak hadir untuk mengkotak-kotakn diri dan menciptakan konflik atau perpecahan dengan kelompok lain, keberadaan agama tidak harus mudah di manfaaatkan oleh pihak lain dalam hal ini kekuasaan (baca : walikota) untuk memberikan dukungan bagi niat atau tujuan politik dari penguasa. Agama harus mampu memberikan kebebasan bagi pemeluknya untuk bebas menentukan pilihan.

Ketika agama telah masuk dan berada dalam hitung-hitungan geopolitik angka maka agama berkontribusi terhadap terciptanya konflik, agama pada dasarnya yang harus netral dan berada di semua kelompok, namun jika telah terjerumus dalam kondisi dimana membatasi diri dalam hubungannya dengan komunitas atau kelompok lain karena telah berada dalam kooptasi kekuasaan maka agama tidak lagi mampu memadukan diri dalam kehidupan kehidupan demokratis dan tidak lagi ada dalam kaidah-kaidah keagamaan yang menjungjung tinggi nilai-nilai lain dalam menghadirkan keteduhan bagi semua kelompok masyarakat.

*Mahasiswa Ilmu Politik – Kekhususan Politik Indonesia – FISIP - UI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar