Minggu, 22 Januari 2012

“MENAKAR JANJI PARPOL PADA NATAL PARTAI POLITIK DI KUPANG”

“MENAKAR JANJI PARPOL PADA NATAL PARTAI POLITIK DI KUPANG”
*Yoyarib Mau

Perayaan ini juga di lakukan mobilisasi masa sebanyak mungkin untuk menghadiri perayaan natal kedua partai ini, perayaan ini juga di hadiri oleh sejumlah petinggi partai dan menteri dari partai masing-masing. Pimpinan Nasional yakni Ketua Umum dari kedua partai Aburizal Bakrie dan Anas Urbaningrum juga hadir namun yang membedakan antara petinggi partai golkar yang hadir yakni jika para petinggi partai demokrat mengenakan pakaian dengan motif tenunan NTT sedangkan petinggi Golkar mengenakan pakian bebas yang kebanyakan nuansa kuningnya, dalam ibadah perayaan Anas Urbaningrum bersedia hadir dari permulaan ibadah natal hingga perayaan natal sedangkan Aburizal Bakrie hanya hadir pada saat perayaan sedangkan tidak mengikuti ibadah natalnya. Kedua pimpinan parpol nasional ini masing-masing memberi kata sambutan dalam perayaan tersebut.

Kata sambutan sekaligus pidato yang disampaikan oleh kedua petinggi partai politik ini dalam sambutannya Aburizal Bakrie menekankan “Berbahagialah kita bangsa Indonesia karena dikaruniakan oleh Tuhan sebagai bangsa yang mejemuk. Realitas tersebut harus kita syukuri, bukan kita pungkiri. Karenanya, sejak awal Partai GOLKAR menegaskan komitmen nyata dalam mewadahi realitas Keindonesiaan kita yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. The Founding Fathers kita sepakat, Indonesia bukan negara agama, melaikan Negara Pancasila.

Dalam Negara Pancasila, agama memiliki posisi dan kedudukan yang sangat penting, mendasar, dan istimewa. Pasal 29 UUD 1945 disebutkan : “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.” Bahkan Dalam kesempatan tersebut Ical mengimbau agar sesama anak bangsa menjaga kedamaian dan hidup harmonis serta meminta semangat Natal yang mengajarkan damai dan cinta kasih diaktualisasikan dalam kehidupan.

Dilain kesempatan pada natal nasional Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengungkapkan dalam sambutan sekaligus pidatonya : Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum tidak henti-hentinya mengulangi pernyataan agar bangsa Indonesia bersungguh-sungguh membangun budaya pluralisme. Pernyataan tegas tentang pentingnya menegakkan pilar Bhineka Tunggal Ika kembali disampaikan Anas dalam Perayaan Natal Nasional Partai Demokrat di Kupang, Kamis 19 Januari 2012 malam. “Saya tegaskan pentingnya membangun budaya pluralisme di Indonesia. Kita majemuk, beragam tapi satu kesamaan dan cita-cita. Pluralitas harus diolah. Perbedaan adalah rahmad dan potensi membangun rasa kebangsaan yang kuat,” kata Anas. Anas kemudian menekankan tentang pentingnya bangsa Indonesia menghormati keragaman dan kemajemukan yang ada. Salah satu bentuk penghormatan pada keberagaman itu adalah kebebasan beragama.

Pernyataan tegas Anas ini mengundang aplaus meriah dari hadirin. “Kebebasan beragama bukan hanya dijamin konstitusi tapi harus diikhtiarkan agar ini (kebebasan beragama) terjadi di Indonesia. Tidak boleh ada ancaman kekerasan terhadap penjalan ibadah agama apa pun di Indonesia. Itu komitmen bangsa dan itu harus diikhtiarkan bersama. Kalau itu terwujud maka bangsa Indonesia punya landasan untuk bergerak lebih besar menjadi bangsa yang bermartabat. Komitmen itu hendaknya bisa ditunaikan dengan baik.

Kedua partai nasional ini dalam sambutannya seolah-olah menjamin akan kebebasan beragama harus di perjuangkan dan untuk mempertahankan Pancila dan UUD 1945 yang menjamin akan kebebasan beragama di tanah air Indonesia. Namun pertanyaannya, apakah pidato setelah perayaan natal di Kupang hanyalah bualan belaka untuk membuai para tokoh agama dan hampir 6.000 warga (Golkar) dan 4.000 orang (Demokrat) yang hadir pada saat perayaan kedua partai besar tersebut ? sedangkan ketika partai-partai politik kembali ke Jakarta dan melihat apa yang di alami oleh GKI Yasmin apakah hanya cukup disampaikan di perayaan natal saja dan tidak membuktikannya secara konkrit ?

Menurut Firmanzah bahwa partai politik adalah dimensi yang kompleks. Untuk menganalisis ideologi politik dibutuhkan pendekatan yang komprehensif, dari isi orasi, figure yang ditonjolkan, misi dan dan visi partai, dan isu-isu politik yang ditawarkan kepada publik. Bahkan bukan hanya itu, ideologi partai politik pun dapat dicermati melalui hal-hal yang bersifat non-organisasional alias individual seperti cara berpakian, bahasa tubuh, dan karakter fungsionaris partai. Ideologi partai politik membutuhkan konsistensi diantara elemen-elemen penyusunannya. Ideologi partai menjadi baik dan kuat kalau ada konsistensi yang tinggi antara satu elemen dengan elemen lainnya (Firmanzah – Mengelola Partai Politik – Obor – 2011).

Dari orasi atau kata sambutan yang disampaikan dalam perayaan natal yang telah lalu, kedua pimpinan partai menekankan tentang kebangsaan yang menghargai kemajemukan dan pluralism, dan menekankan bahwa kebebasan beragama di jamin dalam konstitusi sehingga harus diwujudkan. Apa yang disampaikan oleh kedua petinggi partai yang sama-sama mengendalikan kekuasaan pemerintahan (koalisi) ini sepertinya ideal dan membuat hanyut seluruh hadirin yang hadir dalam perayaan tersebut mengenai euphoria keindonesiaan yang kita cita-citakan.

Selang beberapa hari perayaan ketika pimpinan dan seluruh pengurus pusat partai-partai ini kembali di Jakarta, pada minggu 22 Januari 2012 ketika warga GKI Yasmin yang melakukan ibadah minggunya, mereka kembali diusik untuk kesekian kalinya walau sudah ada kepututsan hukum tetap untuk beribadah di tempat ibadah mereka, kali ini kejadian bermula pada pukul 08.00, Minggu (22/1/2012), sekitar 100 warga melakukan aksi di Pertigaan Giant Yasmin. Setelah orasi, mereka bergerak ke salah satu rumah warga di Jalan Cemara Raya, Taman Yasmin. Mereka hendak membubarkan jemaat yang tengah beribadah di sana.

Kondisi yang terjadi ini seharusnya pasca orasi atau kata sambutan petinggi-petinggi partai dalam perayaan natal nasional di Kupang, seharusnya ditindak lanjuti dengan jaminan bagi warga gereja untuk beribadah dengan tenang, atau bahkan mendesak aparat pemerintah yang ada untuk memberikan jaminan bagi kebebasan beribadah atau membuktikan konsistensi partai politik yang tidak hanya berbicara tetapi hadir dan memberikan dukungan bagi GKI Yasmin. Di lapangan yang membuktikan diri untuk memperjuangkan kebebasan beribadah adalah Lily Wahid, anggota Komisi I DPR yang berasal dari PKB yang tidak merayakan natal secara nasional tetapi memiliki komitment kebangsaan.

Bukan hanya persoalan tersebut mengagendakan rapat gabungan dengan pemerintah.Namun, tiga kali jadwal rapat yang diatur DPR gagal lantaran pemerintah tak bisa hadir dengan berbagai alasan. Padahal pemerintahan yang dimaksud adalah pemerintahan yang dijalankan oleh kedua partai besar ini. Dua partai politik ini menamakan diri mereka sebagai partai politik dengan ideology nasionalis – religious, tetapi mungkinkah ideologi ini hanyalah wacana belaka untuk membuai warga gereja di Kupang, yang memang hanya memahami persoalan kebangsaan sebatas bantuan berupa materi bagi daerah NTT saja dengan tanpa perlu memikirkan persoalan kebangsaan lain yakni kebebsan beribadah yang di pasung oleh negara sendiri (partai politik koalisi yang berkuasa).

Jika partai politik merasa bahwa nasionalisme menjadi perjuangan utama sebagaimana yang disampaikan pada kata sambutan atau pidato dalam perayaan tersebut maka konsistensi ideologi partai harus dibuktikan secara nyata bagi kehidupan beragama bukan hanya sekedar berwacana atau membual.

Kondisi ini membuktikan bahwa banyaknya pertanyaan warga NTT yang bertanya mengapa NTT menjadi pilihan bagi partai-partai nasional untuk melakukan natal, apakah karena mudah di buai ? sebagaimana pengalaman yang sama ketika janji Presiden SBY untuk menambah dana percepatan pembangunan NTT senilai Rp. 5,3 triliun saat peringatan Hari Pers Nasional pada 09-02-2011 yang lalu hingga kini tak jelas nasibnya.

Janji dari partai-partai politik ini tidak disadari oleh warga masyarakat karena mendapatkan pengaminan dari para tokoh gereja bahkan di pertegas dalam suara gembala, sebagaimana yang disampaikan oleh ketua Sinode Pdt. Robert Litelnoni bahwa: Golkar harus menjadi bintang yang terang bercahaya menerangi bangsa ini menuju kehidupan yang makmur dan sejahtera. Dia mengakui, Golkar telah berbuat banyak untuk NTT dalam segala bidang.

Namun, Golkar, kata Robert, juga harus konsentrasi untuk membantu mereka yang menjerit dan berteriak karena ketidakadilan. "Korupsi masih menggurita, hukum tidak lagi berpihak pada yang lemah dan masih adanya kesenjangan pembangunan Indonesia timur dan barat. Ini harus menjadi perjuangan Partai Golkar,"

Pengaminan yang telah di lakukan oleh tokoh gereja dengan suara gembalanya sepertinya dianggap angin lalu, suara itu ibarat menabur angin tidak memiliki makna magic dan tekanan yang diharapkan, mampu mengingatkan petinggi parpol untuk melakukan perwujudan ideologi partai yang sesungguhnya. Kenyataannya semua melakukan janji palsu dengan sejumlah seremoni yang menodai hari suci keagamaan, tak bisa di salahkan karena perayaan ini mendapat restu berupa suara gembala. Ataukah warga pasrah menerima semua bualan ini karena apa yang dilakukan oleh parpol maupun tokoh agama dengan suara gembala tidak pada tempatnya.

*Mahasiswa Ilmu Politik – Kekhususan Politik Indonesia – FISIP - UI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar