“NTT MEMBANGUN DENGAN KEBIJAKAN
DADU”
*Yoyarib Mau
Alokasi
anggaran bagi daerah ibarat bermain dadu, pemerintah pusat berperan sebagai
bandar yang memiliki kekuasaan penuh untuk mengarahkan kemana besaran anggaran
itu ditujukan. NTT sering menaruh harapan besar bagi anggota DPR RI terpilih
yang berjumlah 13 orang di tambah dengan DPD RI yang terdiri dari 4 orang namun
keempat orang DPD RI memiliki kewenangan yang terbatas soal fungsi anggaran.
Dalam
pemerintahan Jokowi-JK harapan warga NTT berharap akan keberadaan Saleh Husein
sebagai Menteri Perindustrian, agar dalam kebijakannya dapat berpihak dengan
melakukan pengembangan industri berskala nasional di NTT, tidak saja itu tetapi
beban di pundak Setya Novanto pun demikian apalagi sebagai Ketua DPR RI namun
dirinya memiliki tanggung jawab untuk mendapatkan sumber pendanaan bagi Partai
Golkar sehingga perhatiannya terbagi. Diakhir tahun 2014 sebuah lembaran dadu
dari Jokowi memberikan keuntungan bagi NTT melalui Bendungan Raknamo, pembangunan
Bendungan Reknamo ini dianggarakan dana yang bersumber dari APBN sebesar Rp732
miliar lebih, yang terdiri dari konstruksi sekitar Rp710 miliar lebih dan
sisanya untuk supervisi/pengawasan.
Pemberian
Dadu ini melalui perjuangan panjang oleh anggota DPR RI periode 2009-2014 yang
seharusnya sudah diwujudkan dengan nama Bendungan Kolhua di Kota Kupang namun
karena menuai penolakan dari masyarakat setempat sehingga dialihkan ke Raknamo
menjadi Bendungan Raknamo, dengan demikian berarti dalam satu periode NTT mendapatkan kebijakan dadu hanya
satu mega proyek. Kondisi ini dapat saja menciptakan kesejahteraan namun sangat
lamban dan hanya terkonsentrasi pada wilayah geografis tertentu, sebagaimana
dengan keberadaan Bendungan Tilong yang dibangun tahun 1999, diresmikan
Presiden Megawati Soekarnoputri, 19 Mei 2002. secara kasat mata besar namun
dampak ekonominya tidak signifikan. Jauh sebelum itu ada Bendungan Kambaniru
yang di bangun pada tahun 1992 di Sumba Timur. Mega proyek untuk bagi NTT
seperti bendungan hanya akan ada paling kurang 5 tahunan.
Mengawali tahun
2015 Gubernur Frans Leburaya mengajak seluruh pimpinan SKPD dan pejabat eselon
III dalam rapat pimpinan di Aula Utama El Tari, Senin, 5 Januari 2015. “Mari
bersatu, kita keroyokan bangun NTT,” Frans Leburaya mengingatkan agar NTT bisa
dibangun lebih cepat, semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) harus
disiplin, serius, kreatif, kerja keras, kerja cerdas dan kerja tuntas. Khusus
pengelolaan anggaran tahun 2015, harus segera dipersiapkan dan diselesaikan
Dokumen Pelaksanaan Anggaran 2015, berbagai dokumen teknis terkait proses
pengadaan barang dan jasa seperti jadual, target dan dokumen pendukung lainnya
supaya disiapkan dan dilaksanakan sesuai aturan.
Salah satu
program pembangunan dari kepemimpinan Frans Leburaya adalah Program Desa Mandiri Anggur Merah serta
Bantuan Perumahan. Berharap mendapatkan penilaian Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP) dalam pelaksanaan anggaran 2015. Frans Leburaya memiliki optimisme yang
luar biasa namun tentunya membangun NTT tidak sekedar optimisme tetapi membutuhkan
anggaran yang cukup besar. Berdasarkan
penyampaian nota keuangan atas RAPBD 2015 yang disampaikan Gubernur NTT, Frans
Leburaya, pada 17 November 2014, APBD NTT 2015 diperkirakan sebesar Rp,3,2
triliun atau naik 18,34 persen dari APBD 2014 sebesar Rp 2,7 Triliun. Dan Alokasi
APBD tersrebut ditujukan kepada hal-hal starategis yang perlu diperhatikan
Pemprov NTT Pada tahun anggaran 2015, yakni enam tekad pembangunan yakni
menjadikan NTT menjadi provinsi ternak, provinsi jagung, provinsi cendana, provinsi
koperasi serta pariwisata dan kelautan (www.nntprov.go.id).
Biaya membangun
sebuah bendungan dari APBN yang nilainya kurang lebih 700 miliar sedangkan
Alokasi APBD hanya sebesar 3 triliun, jika dialokasikan untuk pembangunan
besar maka hanya akan mungkin mendapatkan sebuah proyek besar, hal ini belum
termasuk alokasi anggaran APBD untuk belanja operasional birokrasi, kondisi ini
menuntut bahwa pembangunan NTT hanya akan bergantung pada APBN dan investor
asing. Pada Natal Victroy News 29/12/2014 Frans Leburaya memberikan sambutan yang
menekankan bahwa NTT memiliki optimisme untuk mewujudkan pembangunan guna
mensejahterahkan rakyat.
Hadir
pertanyaan yang menggelitik bagaimana dan
dengan apa NTT mampu mewujudkan
optimisme pembangunan itu ? Dalam memahami beberapa konsep negara,
tentu tidak lepas dari teori negara kontemporer yang sangat terkenal yaitu: Pertama, bentuk negara kesatuan yang
terdiri dari negara kesatuan dengan sistem sentralisasi yaitu pemerintahan
pusat menyelenggarakan seluruh urusan kenegaraan, sementara pemerintah daerah
merupakan pihak yang dimintai untuk melaksanakan perintah pusat. Kedua, Sistem desentralisasi yaitu
daerah diberikan kebebasan dan kewenangan untuk mengurus rumah tangganya
sendiri secara otonomi (Kansil, 2001). Dari pemikiran teori kontemporer
ini NTT berada pada NKRI sehingga NTT harus mewujudkan apa yang menjadi
agenda pusat, sedangkan di lain hal NTT juga harus melaksanakan sistem desentralisasi
yang merupakan ruh dari otonomi daerah dimana NTT harus mengurus rumah
tangganya sendiri.
Dari teori
kontemporer ini kemudian dihubungkan dengan realitas mebiayai pembangunan di
NTT maka hipotesisnya adalah NTT hanya akan mengurus dirinya sendiri jika dibiayai
oleh pemerintah pusat. Dalam politik anggaran membutuhkan perjuangan panjang dan tidak cukup
dilakukan oleh ke 13 orang Anggota DPR RI yang mewakili NTT sehingga diperlukan cara-cara baru dalam
merumuskan dan mengelola anggaran agar dapat memberikan pelayanan kepada
rakyat. Dalam peran mereka menjalankan fungsi anggaran/budgeting,
tidaklah mudah karena keberadaan mereka tidak saja memikirkan NTT, tetapi juga
memikirkan partai politik yang mengusung mereka sehingga tarik menarik-menarik
alokasi anggaran tidak saja memikirkan daerah pemilihan tetapi memikirkan
keuntungan bagi partai politik pengusung.
Fakta politik
ini diperlukan cara-cara baru dalam
merumuskan dan mengelola anggaran, agar dapat memberikan pelayanan kepada rakyat
NTT. Persoalan
anggaran dianggap sebagai persoalan pemerintah, kelembagaan, tata kelola,
kewenangan, kekuasaan, dengan demikian ada celah untuk mendapatkan kesempatan
untuk turut serta menentukan kebijakan dadu tersebut. Kebijakan dadu tidak
hanya bisa dilakukan oleh ke 13 orang wakil rakyat NTT dan 1 orang menteri
tetapi bisa disiasati dalam peran eksekutif yakni di setiap kementerian, jumlah
pos kementerian saat ini berjumlah 34, dari 34 kementerian tersebut ada
struktur kementerian dibawah menteri yang terdiri dari sekertaris jenderal
kemudian dibawahnya ada direktur jenderal (ditjend) kemudian di bawah ditjend
ada badan-badan atau direktur-direktur, kesemuanya ini adalah jabatan karier
bukan jabatan politik.
Berapa jumlah birokrat dari Pemda NTT yang menduduki ditjen
atau direktur di sejumlah kementerian hampir tidak ada, padahal posisi ditjen
atau direktur sangat strategis bagi penyusunan APBN agar berpihak bagi NTT,
karena keberadaan ditjend memiliki peran dan fungsi strategis yakni merumuskan
serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidangnya. Kompetensi
ditjend sangat dibutuhkan untuk mensinergikaan perumusan program pembangunan di
NTT dengan di kementerian.
Persoalannya adalah
ketika pilkada gubernur dan dukungan birokrat terhadap pasangan tertentu, dan
paasangan yang menang melakukan balas budi atau sebaliknya pengkandangan dengan
memberikan non job terhadap birokrat yang berseberangan, seyogianya gubenur
dengan lobi politiknya mendorong birokrat daerah, atau para dosen di perguruan
negeri yang memiliki kapasitas dan
kompetensi di bidangnya untuk berada di kementerian guna menjalani jenjang
karier menuju posisi ditjend demi menopang pembangunan di NTT hal ini sangat
dimungkinkan karena masih dalam bentuk negara kesatuan.
*Pemerhati Sosial - Politik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar