Selasa, 06 Januari 2015

"NTT MEMBANGUN DENGAN KEBIJAKAN DADU"



“NTT MEMBANGUN DENGAN KEBIJAKAN DADU”
*Yoyarib Mau

Alokasi anggaran bagi daerah ibarat bermain dadu, pemerintah pusat berperan sebagai bandar yang memiliki kekuasaan penuh untuk mengarahkan kemana besaran anggaran itu ditujukan. NTT sering menaruh harapan besar bagi anggota DPR RI terpilih yang berjumlah 13 orang di tambah dengan DPD RI yang terdiri dari 4 orang namun keempat orang DPD RI memiliki kewenangan yang terbatas soal fungsi anggaran.

Dalam pemerintahan Jokowi-JK harapan warga NTT berharap akan keberadaan Saleh Husein sebagai Menteri Perindustrian, agar dalam kebijakannya dapat berpihak dengan melakukan pengembangan industri berskala nasional di NTT, tidak saja itu tetapi beban di pundak Setya Novanto pun demikian apalagi sebagai Ketua DPR RI namun dirinya memiliki tanggung jawab untuk mendapatkan sumber pendanaan bagi Partai Golkar sehingga perhatiannya terbagi. Diakhir tahun 2014 sebuah lembaran dadu dari Jokowi memberikan keuntungan bagi NTT melalui Bendungan Raknamo, pembangunan Bendungan Reknamo ini dianggarakan dana yang bersumber dari APBN sebesar Rp732 miliar lebih, yang terdiri dari konstruksi sekitar Rp710 miliar lebih dan sisanya untuk supervisi/pengawasan. 

Pemberian Dadu ini melalui perjuangan panjang oleh anggota DPR RI periode 2009-2014 yang seharusnya sudah diwujudkan dengan nama Bendungan Kolhua di Kota Kupang namun karena menuai penolakan dari masyarakat setempat sehingga dialihkan ke Raknamo menjadi Bendungan Raknamo, dengan demikian berarti dalam satu  periode NTT mendapatkan kebijakan dadu hanya satu mega proyek. Kondisi ini dapat saja menciptakan kesejahteraan namun sangat lamban dan hanya terkonsentrasi pada wilayah geografis tertentu, sebagaimana dengan keberadaan Bendungan Tilong yang dibangun tahun 1999, diresmikan Presiden Megawati Soekarnoputri, 19 Mei 2002. secara kasat mata besar namun dampak ekonominya tidak signifikan. Jauh sebelum itu ada Bendungan Kambaniru yang di bangun pada tahun 1992 di Sumba Timur. Mega proyek untuk bagi NTT seperti bendungan hanya akan ada paling kurang 5 tahunan.

Mengawali tahun 2015 Gubernur Frans Leburaya mengajak seluruh pimpinan SKPD dan pejabat eselon III dalam rapat pimpinan di Aula Utama El Tari, Senin, 5 Januari 2015. “Mari bersatu, kita keroyokan bangun NTT,” Frans Leburaya mengingatkan agar NTT bisa dibangun lebih cepat, semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) harus disiplin, serius, kreatif, kerja keras, kerja cerdas dan kerja tuntas. Khusus pengelolaan anggaran tahun 2015, harus segera dipersiapkan dan diselesaikan Dokumen Pelaksanaan Anggaran 2015, berbagai dokumen teknis terkait proses pengadaan barang dan jasa seperti jadual, target dan dokumen pendukung lainnya supaya disiapkan dan dilaksanakan sesuai aturan. 

Salah satu program pembangunan dari kepemimpinan Frans Leburaya  adalah Program Desa Mandiri Anggur Merah serta Bantuan Perumahan. Berharap mendapatkan penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam pelaksanaan anggaran 2015. Frans Leburaya memiliki optimisme yang luar biasa namun tentunya membangun NTT tidak sekedar optimisme tetapi membutuhkan anggaran yang cukup besar. Berdasarkan penyampaian nota keuangan atas RAPBD 2015 yang disampaikan Gubernur NTT, Frans Leburaya, pada 17 November 2014, APBD NTT 2015 diperkirakan sebesar Rp,3,2 triliun atau naik 18,34 persen dari APBD 2014 sebesar Rp 2,7 Triliun. Dan Alokasi APBD tersrebut ditujukan kepada hal-hal starategis yang perlu diperhatikan Pemprov NTT Pada tahun anggaran 2015, yakni enam tekad pembangunan yakni menjadikan NTT menjadi provinsi ternak, provinsi jagung, provinsi cendana, provinsi koperasi serta pariwisata dan kelautan (www.nntprov.go.id).

Biaya membangun sebuah bendungan dari APBN yang nilainya kurang lebih 700 miliar sedangkan Alokasi APBD hanya sebesar 3 triliun, jika dialokasikan untuk pembangunan besar maka hanya akan mungkin mendapatkan sebuah proyek besar, hal ini belum termasuk alokasi anggaran APBD untuk belanja operasional birokrasi, kondisi ini menuntut bahwa pembangunan NTT hanya akan bergantung pada APBN dan investor asing. Pada Natal Victroy News 29/12/2014 Frans Leburaya memberikan sambutan yang menekankan bahwa NTT memiliki optimisme untuk mewujudkan pembangunan guna mensejahterahkan rakyat. 

Hadir pertanyaan yang menggelitik bagaimana dan dengan apa  NTT mampu mewujudkan optimisme pembangunan itu ?  Dalam memahami beberapa konsep negara, tentu tidak lepas dari teori negara kontemporer yang sangat terkenal yaitu: Pertama, bentuk negara kesatuan yang terdiri dari negara kesatuan dengan sistem sentralisasi yaitu pemerintahan pusat menyelenggarakan seluruh urusan kenegaraan, sementara pemerintah daerah merupakan pihak yang dimintai untuk melaksanakan perintah pusat. Kedua, Sistem desentralisasi yaitu daerah diberikan kebebasan dan kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri secara otonomi (Kansil, 2001). Dari pemikiran teori kontemporer ini NTT berada pada NKRI sehingga NTT harus mewujudkan apa yang menjadi agenda pusat, sedangkan di lain hal NTT juga harus melaksanakan sistem desentralisasi yang merupakan ruh dari otonomi daerah dimana NTT harus mengurus rumah tangganya sendiri.

Dari teori kontemporer ini kemudian dihubungkan dengan realitas mebiayai pembangunan di NTT maka hipotesisnya adalah NTT hanya akan mengurus dirinya sendiri jika dibiayai oleh pemerintah pusat. Dalam politik anggaran  membutuhkan perjuangan panjang dan tidak cukup dilakukan oleh ke 13 orang Anggota DPR RI yang mewakili NTT sehingga diperlukan cara-cara baru dalam merumuskan dan mengelola anggaran agar dapat memberikan pelayanan kepada rakyat. Dalam peran mereka menjalankan fungsi anggaran/budgeting, tidaklah mudah karena keberadaan mereka tidak saja memikirkan NTT, tetapi juga memikirkan partai politik yang mengusung mereka sehingga tarik menarik-menarik alokasi anggaran tidak saja memikirkan daerah pemilihan tetapi memikirkan keuntungan bagi partai politik pengusung.

Fakta politik ini diperlukan cara-cara baru dalam merumuskan dan mengelola anggaran, agar dapat memberikan pelayanan kepada rakyat NTT. Persoalan anggaran dianggap sebagai persoalan pemerintah, kelembagaan, tata kelola, kewenangan, kekuasaan, dengan demikian ada celah untuk mendapatkan kesempatan untuk turut serta menentukan kebijakan dadu tersebut. Kebijakan dadu tidak hanya bisa dilakukan oleh ke 13 orang wakil rakyat NTT dan 1 orang menteri tetapi bisa disiasati dalam peran eksekutif yakni di setiap kementerian, jumlah pos kementerian saat ini berjumlah 34, dari 34 kementerian tersebut ada struktur kementerian dibawah menteri yang terdiri dari sekertaris jenderal kemudian dibawahnya ada direktur jenderal (ditjend) kemudian di bawah ditjend ada badan-badan atau direktur-direktur, kesemuanya ini adalah jabatan karier bukan jabatan politik.

Berapa jumlah birokrat dari Pemda NTT yang menduduki ditjen atau direktur di sejumlah kementerian hampir tidak ada, padahal posisi ditjen atau direktur sangat strategis bagi penyusunan APBN agar berpihak bagi NTT, karena keberadaan ditjend memiliki peran dan fungsi strategis yakni merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidangnya. Kompetensi ditjend sangat dibutuhkan untuk mensinergikaan perumusan program pembangunan di NTT dengan di kementerian. 

Persoalannya adalah ketika pilkada gubernur dan dukungan birokrat terhadap pasangan tertentu, dan paasangan yang menang melakukan balas budi atau sebaliknya pengkandangan dengan memberikan non  job terhadap  birokrat yang berseberangan, seyogianya gubenur dengan lobi politiknya mendorong birokrat daerah, atau para dosen di perguruan negeri  yang memiliki kapasitas dan kompetensi di bidangnya untuk berada di kementerian guna menjalani jenjang karier menuju posisi ditjend demi menopang pembangunan di NTT hal ini sangat dimungkinkan karena masih dalam bentuk negara kesatuan.

*Pemerhati Sosial - Politik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar