Senin, 09 Maret 2015

"REINVENTING PEMUDA INDONESIA"



                                      “REINVENTING ORGANISASI PEMUDA”
                                                              *Yoyarib Mau

Kata ‘reinventing’ memiliki berbagai dimensi makna: menemukan kembali (jatidiri, kepercayaan diri, potensi diri), memperbaiki (diri, tatanan, kinerja), mengembalikan (sesuatu yang hilang atau terlupakan atau terabaikan, perjalanan yang sedang menyimpang ke jalur yang benar), dan membangkitkan (kesadaran, tekad, semangat). Kata ini disematkan di depan kalimat organisasi pemuda, hal ini dikarenakan Pasca Kongres Komite Nasional Pemuda Indonesia - XIV  (KNPI), salah satu pimpinan OKP peserta kongres menghubungi via hand phone untuk membantu menghubungi salah satu tim sukses dari salah satu kandidat calon ketua umum, soal janji imbalan dukungan kepada salah satu calon yang belum diberikan.

Imbalan dukungan sudah menjadi sebuah kebiasaan yang hampir terjadi dalam setiap perhelatan perebutan pimpinan pucuk organisasi, baik partai politik, organisasi kemasyarakatan termasuk organisasi kepemudaan. Kebiasaan ini dilakukan sangat sistematis biasannya diawali dengan “road show” ke sejumlah daerah sebelum kongres dilakukan sebagai bentuk sosialisasi diri, perkenalan serta mohon dukungan.

Jelang kongres ada deklarasi sang calon untuk memantapkan langkah sebagai calon, disaat inilah dilakukan ikatan dukungan dengan memberikan uang tiket bagi organisasi pendukung serta informasi bahwa disediakan tempat penginapan. Pada hari pelaksanaan kongres pimpinan organisasi pendukung kandidat akan diberikan kunci kamar penginapan dan sebagaian imbalan diberikan sebagai uang saku.

Puncak perhelatan kongres yakni acara pemilihan, nilai imbalan akan bertambah jika intensitas pertarungan diarena kongres semakin memanas karena konstelasi dukungan suara yang berubah. Keberadaan dukungan awal bisa mengalihkan dukungan kepada calon yang lain, tergantung kesepakatan tim sukses biasanya  kalau bukan karena posisi jabatan dalam struktur kepengurusan, maka nilai uang yang lebih besar dari calon sebelumnya. 

Kondisi ini merasuk dalam organisasi kepemudaan yang menyebabkan posisi tawar pemuda Indonesia dalam pembangunan nasional menjadi lemah serta mengalami degradasi peran, saat sebelum dan setelah kemerdekaan sumbangsi pemuda sangat jelas yakni berjuang untuk mencapai kemerdekaan, setelah kemerdekaan mengisi kemerdekaan dengan menganalisa persoalan-persoalan kebangsaan dan nasionalisme hampir di seluruh nusantara dan memberikana solusi dengan analisa yang memadai. Pemuda kini hanya berperan sebagai kurir pengantar pesan atau sebagai corong untuk menyampaikan informasi konstelasi politik, manuver lawan politik, kepada pimpinan organisasi dengan harapan setelah informasi di terima maka mendapatkan ongkos pulang.

Melihat fenomena sepak terjang Organisasi Kemasrakatan Kepemudaan (OKP) dalam perilaku berorganisasi seperti yang digambarkan diatas, maka dapat dilakukan hipotesa sementara bahwa, kekuatan pemuda tidak lagi terletak pada pemikirannya tetapi dilihat pada sebagaimana kuat pemuda mampu membayar, memberi mahar, bahkan seberapa lama mampu memelihara kawanan OKP. 

Perilaku ini tidak berjalan sesuai dengan skema strukurtur organisasi yang terdiri dari berbagai bidang kehidupan seperti; bidang ekonomi, bidang hukum, bidang pertanian, ada advokasi, bidang komunikasi. Bidang-bidang ini apabila berjalan ideal sesuai fungsinya maka akan mencerminkan wajah asli organisasi tersebut, namun yang terjadi adalah pengadaan struktur organisasi yang gemuk dengan tujuan untuk mengakomodir mereka yang telah memberikan dukungan suara. 

Keberadaan organisasi pemuda hari ini menghadirkan pertanyaan yang sederhana namun sangat sulit untuk dijawab, bagaimana membangun organisasi kepemudaan yang sesuai dengan jati diri pemuda sebagai bentuk mengisi kemerdekaan yang sudah dicapai oleh para pejuang ?

Seorang demonstran, dosen, penulis dan pencinta alam Soe Hok Gie (17 Desember 1942 – 16 Desember 1969), dalam kumpulan quotesnya mengatakan bahwa; "Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi "manusia-manusia yang biasa". Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia." (http://uniqpost.com/76456/kumpulan-quotes-soe-hok-gie/).

Mimpi sang demonstran sepertinya tidak lagi berlaku bagi pemuda Indonesia saat ini, bahkan Soe Hok Gie menambahkan, Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.” Jalan pemikiran Soe Hok Gie mungkin dipandu oleh ungkapan yang selalu disematkan bagi pemuda yakni; pemuda sebagai tulang punggung bangsa. Keberadaan tulang yang kuat akan menampilkan pemuda yang kokoh, tangguh. Kenyataannya tulang pemuda terlihat kropos tak berisi, hanya memikirkan berapa “tarikan” yang diperoleh, kata “tarikan” dijadikan padanan kata atas besar imbalan yang diperoleh dari sebuah pertemuan atau kegiatan organisasi kepemudaan. 

Realitas tulang kropos bukan pengertian secara literal tetapi lebih pada matinya kreatifitas berorganisasi sebagaimana dikatakan oleh Soe Hok Gie soal manusia normal, manusia normal selalu mengedepankan manusia sebagai makhluk yang berakal. Akal sebagai modal untuk hidup, menciptakan kreatifitas, berpikir sebagai tujuan mulia untuk membangun bangsa. 

Arus balik dari pemuda hari ini dalam organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan telah mengalami pergeseran, pergeseran dari perilaku pemuda dan mahasiswa kekinian dalam  organisasi kepemudaan ada beberapa hal; Pertama, kegiatan organisasi hanya sebagai ajang selfie dengan menggunakan atribut organisasi untuk di pamerkan melaluoi media sosial atau dapat dipajang sebagai hiasan dinding di rumah/kantor. Kedua, berburu jabatan struktur organisasi sebagai keperluan pemenuhan curiculum vitae / daftar riwayat hidup guna kebutuhan lamaran pekerjaan bahkan kebutuhan bergaining politik di partai politik. Ketiga, sebagai kesempatan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, karena dengan berada dalam struktur organisasi, dengan mudah untuk mengelola alokasi anggaran pemerintah bagi pembinaan kepemudaan. Sebagai pengurus organisasis dengan mudah dapat membangun hubungan dengan pemerintah atau swasta untuk mendapatkan proyek, membuat proposal kegiatan untuk mendapatkan dana perusahaan (CSR) atau dapat beriklan dalam kegiatan (event) yang diadakan. Keempat, sebagai sarana menghimpun basis untuk dukung-mendukung dalam pileg, pilpres dan pilkada.

Daya magis OKP saat ini menghadirkan orientasi ekonomi (pragmatisme material), sangat menggangu serta membangun budaya organisasi yang akan menyuburkan suap-menyuap, karena ada sebab-akibat adanya transaksional sebagaiamana hukum ekonomi terdapat permintaan (demand) dan penawaran (supply). Kebiasaan ini mendorong para pemuda untuk berada dalam organisasi pemuda tidak lagi berpikir untuk menjalankan ide dan gagasan untuk membangun bangsa, tetapi arah orientasi berorganisasinya adalah meraup keuntungan. 

Kemudian organisasi kepemudaan dalam setiap perhelatan pergantian kepengurusan, tidak lagi ada panggung untuk adu argumen, ide dan gagasan, tetapi lebih pada adu energi uang, siapa yang lebih besar membeli suara dialah yang akan menjadi pucuk pimpinan. Pola ini kemudian berujung pada dualisme kepemimpinan organisasi kepemudaan, karena kelompok yang tidak puas memilih untuk melakukan kongres/musyawarah tandingan, bahkan lebih radikal dengan mendirikan organisasi baru dengan nama yang baru tetapi motif dan perilaku organisasi masih tetap sama.

*Pemerhati Sosial - Politik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar