“REINVENTING
ORGANISASI PEMUDA”
*Yoyarib
Mau
Kata ‘reinventing’ memiliki berbagai dimensi makna:
menemukan kembali (jatidiri, kepercayaan diri, potensi diri), memperbaiki
(diri, tatanan, kinerja), mengembalikan (sesuatu yang hilang atau terlupakan
atau terabaikan, perjalanan yang sedang menyimpang ke jalur yang benar), dan
membangkitkan (kesadaran, tekad, semangat). Kata ini disematkan di depan
kalimat organisasi pemuda, hal ini dikarenakan Pasca Kongres Komite Nasional
Pemuda Indonesia - XIV (KNPI), salah
satu pimpinan OKP peserta kongres menghubungi via hand phone untuk membantu
menghubungi salah satu tim sukses dari salah satu kandidat
calon ketua umum, soal janji imbalan dukungan kepada salah satu calon yang
belum diberikan.
Imbalan dukungan sudah menjadi sebuah kebiasaan yang
hampir terjadi dalam setiap perhelatan perebutan pimpinan pucuk organisasi,
baik partai politik, organisasi kemasyarakatan termasuk organisasi kepemudaan.
Kebiasaan ini dilakukan sangat sistematis biasannya diawali dengan “road show”
ke sejumlah daerah sebelum kongres dilakukan sebagai bentuk sosialisasi diri,
perkenalan serta mohon dukungan.
Jelang kongres ada deklarasi sang calon untuk
memantapkan langkah sebagai calon, disaat inilah dilakukan ikatan dukungan dengan
memberikan uang tiket bagi organisasi pendukung serta informasi bahwa
disediakan tempat penginapan. Pada hari pelaksanaan kongres pimpinan organisasi
pendukung kandidat akan diberikan kunci kamar penginapan dan sebagaian imbalan
diberikan sebagai uang saku.
Puncak perhelatan kongres yakni acara pemilihan, nilai
imbalan akan bertambah jika intensitas pertarungan diarena kongres semakin
memanas karena konstelasi dukungan suara yang berubah. Keberadaan dukungan awal
bisa mengalihkan dukungan kepada calon yang lain, tergantung kesepakatan tim
sukses biasanya kalau bukan karena
posisi jabatan dalam struktur kepengurusan, maka nilai uang yang lebih besar
dari calon sebelumnya.
Kondisi ini merasuk dalam organisasi kepemudaan yang
menyebabkan posisi tawar pemuda Indonesia dalam pembangunan nasional menjadi
lemah serta mengalami degradasi peran, saat sebelum dan setelah kemerdekaan
sumbangsi pemuda sangat jelas yakni berjuang untuk mencapai kemerdekaan, setelah
kemerdekaan mengisi kemerdekaan dengan menganalisa persoalan-persoalan
kebangsaan dan nasionalisme hampir di seluruh nusantara dan memberikana solusi dengan
analisa yang memadai. Pemuda kini hanya berperan sebagai kurir pengantar pesan
atau sebagai corong untuk menyampaikan informasi konstelasi politik, manuver
lawan politik, kepada pimpinan organisasi dengan harapan setelah informasi di
terima maka mendapatkan ongkos pulang.
Melihat fenomena sepak terjang Organisasi Kemasrakatan
Kepemudaan (OKP) dalam perilaku berorganisasi seperti yang digambarkan diatas,
maka dapat dilakukan hipotesa sementara bahwa, kekuatan pemuda tidak lagi
terletak pada pemikirannya tetapi dilihat pada sebagaimana kuat pemuda mampu
membayar, memberi mahar, bahkan seberapa lama mampu memelihara kawanan OKP.
Perilaku ini tidak berjalan sesuai dengan skema
strukurtur organisasi yang terdiri dari berbagai bidang kehidupan seperti;
bidang ekonomi, bidang hukum, bidang pertanian, ada advokasi, bidang komunikasi.
Bidang-bidang ini apabila berjalan ideal sesuai fungsinya maka akan
mencerminkan wajah asli organisasi tersebut, namun yang terjadi adalah
pengadaan struktur organisasi yang gemuk dengan tujuan untuk mengakomodir
mereka yang telah memberikan dukungan suara.
Keberadaan organisasi pemuda hari ini menghadirkan
pertanyaan yang sederhana namun sangat sulit untuk dijawab, bagaimana membangun organisasi kepemudaan
yang sesuai dengan jati diri pemuda sebagai bentuk mengisi kemerdekaan yang
sudah dicapai oleh para pejuang ?
Seorang demonstran, dosen, penulis dan pencinta alam Soe
Hok Gie (17 Desember 1942 – 16 Desember 1969), dalam kumpulan quotesnya
mengatakan bahwa; "Mimpi saya yang terbesar, yang ingin
saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi
"manusia-manusia yang biasa". Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi
yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang
manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai
seorang pemuda dan sebagai seorang manusia." (http://uniqpost.com/76456/kumpulan-quotes-soe-hok-gie/).
Mimpi sang demonstran
sepertinya tidak lagi berlaku bagi pemuda Indonesia saat ini, bahkan Soe Hok
Gie menambahkan, Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula
pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.” Jalan pemikiran
Soe Hok Gie mungkin dipandu oleh ungkapan yang selalu disematkan bagi pemuda
yakni; pemuda sebagai tulang punggung bangsa. Keberadaan tulang yang kuat akan
menampilkan pemuda yang kokoh, tangguh. Kenyataannya tulang pemuda terlihat
kropos tak berisi, hanya memikirkan berapa “tarikan” yang diperoleh, kata “tarikan”
dijadikan padanan kata atas besar imbalan yang diperoleh dari sebuah pertemuan
atau kegiatan organisasi kepemudaan.
Realitas tulang kropos bukan
pengertian secara literal tetapi lebih pada matinya kreatifitas berorganisasi
sebagaimana dikatakan oleh Soe Hok Gie soal manusia normal, manusia normal
selalu mengedepankan manusia sebagai makhluk yang berakal. Akal sebagai modal
untuk hidup, menciptakan kreatifitas, berpikir sebagai tujuan mulia untuk membangun
bangsa.
Arus balik dari pemuda hari
ini dalam organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan telah mengalami pergeseran,
pergeseran dari perilaku pemuda dan mahasiswa kekinian dalam organisasi kepemudaan ada beberapa hal; Pertama, kegiatan organisasi hanya
sebagai ajang selfie dengan menggunakan atribut organisasi untuk di pamerkan
melaluoi media sosial atau dapat dipajang sebagai hiasan dinding di rumah/kantor.
Kedua, berburu jabatan struktur organisasi
sebagai keperluan pemenuhan curiculum vitae / daftar riwayat hidup guna
kebutuhan lamaran pekerjaan bahkan kebutuhan bergaining politik di partai
politik. Ketiga, sebagai kesempatan
untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, karena dengan berada dalam struktur
organisasi, dengan mudah untuk mengelola alokasi anggaran pemerintah bagi pembinaan
kepemudaan. Sebagai pengurus organisasis dengan mudah dapat membangun hubungan
dengan pemerintah atau swasta untuk mendapatkan proyek, membuat proposal kegiatan
untuk mendapatkan dana perusahaan (CSR) atau dapat beriklan dalam kegiatan
(event) yang diadakan. Keempat,
sebagai sarana menghimpun basis untuk dukung-mendukung dalam pileg, pilpres dan
pilkada.
Daya magis OKP saat ini
menghadirkan orientasi ekonomi (pragmatisme material), sangat menggangu serta
membangun budaya organisasi yang akan menyuburkan suap-menyuap, karena ada
sebab-akibat adanya transaksional sebagaiamana hukum ekonomi terdapat
permintaan (demand) dan penawaran (supply). Kebiasaan ini mendorong para pemuda
untuk berada dalam organisasi pemuda tidak lagi berpikir untuk menjalankan ide
dan gagasan untuk membangun bangsa, tetapi arah orientasi berorganisasinya
adalah meraup keuntungan.
Kemudian organisasi
kepemudaan dalam setiap perhelatan pergantian kepengurusan, tidak lagi ada
panggung untuk adu argumen, ide dan gagasan, tetapi lebih pada adu energi uang,
siapa yang lebih besar membeli suara dialah yang akan menjadi pucuk pimpinan. Pola
ini kemudian berujung pada dualisme kepemimpinan organisasi kepemudaan, karena
kelompok yang tidak puas memilih untuk melakukan kongres/musyawarah tandingan, bahkan
lebih radikal dengan mendirikan organisasi baru dengan nama yang baru tetapi
motif dan perilaku organisasi masih tetap sama.
*Pemerhati
Sosial - Politik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar