Selasa, 23 November 2010

"LOGIKA TERBALIK HUKUM DI INDONESIA"

“LOGIKA TERBALIK HUKUM DI INDONESIA”
*Yoyarib Mau

Setiap Warga Negara Indonesia sebenarnya memiliki kesamaan yang sama didepan hukum, tanpa adanya pembedaan karena memiliki hak yang sama, dan juga memiliki kewajiaban yang sama tanpa adanya pembedaan. Warga Negara memiliki kesempatan untuk menikmati hak namun juga di tuntut untuk melakukan kewajibannya.

Negara Indonesia adalah negara hukum dimana hokum menjadi ujung tombak dalam menjalankan sebuah pemerintahan atau yang sering di kenal dengan istilah “rule of law”, hukum ada untuk mengatur warga negara agar tidak liar, sebagaimana pemikiran Hobbes “homo homini lupus” manusia adalah serigala untuk manusia lainnya, keadaan alamiah masyarakat ini sepertinya belum ada hukum normal yang mengatur manusia karena manusia masih hidup alamiah siapa yang kuat dia yang akan berkuasa.

Kondisi alamiah ini tidak bisa di biarkan terus berlanjut karena akan memunahkan manusia lain kondisi ini yang kemudian adanya contrac social yang dihadirkan oleh Hobbes dimana kelompok – kelompok manusia bersepakat untuk membentuk “institusi” dimana menyerahkan sebagian hak mereka kepada penguasa untuk menjalankan institusi tersebut. Institusi yang kemudian hari disebut negara.

Sehingga memiliki legalitas untuk mengatur kehidupan bersama berdasarkan elemen hukum dimana adanya unsur kesetaraan, idealnya hukum memberikan perlakuan yang sama bagi semua warga negara guna memenuhi perasaan keadilan yang dibutuhkan oleh warga negara.

Hak warga negara mendapatkan perlindungan hukum; berhak atas pekerjaaan dan penghidupan yang layak; memiliki kedudukan yang sama di mata hukum; bebas memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan masing-maning; berhak memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan; wajib mempertahankan NKRI dari serangan musuh; serta memiliki kebebasan dan kemerdekaan untuk berkumpul dan berserikat serta mengeluarkan pendapat.

Hak – hak yang disebutkan diatas hampir kesemuanya tercantum dalam UUD 1945 dan juga dalam sejumlah UU lainnya, namun warga negara saja tidak hanya diberikan hak tetapi warga negara juga dituntut untuk melakukan kewajiabannya sejumlah kewajiban yang harus dijalankan oleh seorang warga negara yakni memiliki kewajiban membela dan mempertahankan kedaulatan negara, membayar pajak dan retribusi di tingkat daerah dan pusat, menjunjung tinggi dasar negara, hukum serta berkewajiban tunduk dan taat dan patuh terhadap segala macam peraturan yang berlaku di negara ini.

Presiden dalam sambutan pelantikannya salah satu aspek yang menjadi prioritas dalam menjalankan pemerintahan sejak Periode SBY- JK kemudian periode kedua SBY – Boediono komitmentnya untuk melakukan “supremasi hukum” sangat kuat hal ini untuk menghadirkan rasa keadilan bagi warga negara serta memperlakukan semua warga negara sama di mata hukum. Komitment ini tidak hanya janji pepesan belaka tetapi SBY mewujudkannya dengan membentuk lembaga – lembaga yang lain walaupun sudah ada kementrian Hukum dan HAM, ada Kehakiman, Kejaksaan, Kepolisian, MK, MA, KPK, tetapi kenyataannya hukum tidak dapat di tegakan sehingga SBY harus membentuk lagi lembaga hukum yang namanya SATGAS (Satuan Tugas) Pemberantasan Mafia Hukum yang dipimpin oleh Kuntoro Mangkusubroto.

Begitu banyaknya lembaga hukum di tanah air ini tetapi mengapa hukum di Indonesia masih mengalami kepincangan atau berat sebelah ? Banyak permasalahan hukum di tanah air yang tidak memberikan rasa keadilan bagi masyarakat proses hukum dan sanksi hukum tidak berlaku sama bagi semua warga ada perlakuan khusus. Hans Kelsen menungkapkan bahwa suatu badan hukum adalah sekelompok orang yang oleh hukum diperlakukan sebagai suatu kesatuan, yaitu sebagai suatu pribadi (person) yang mempunyai hak dan kewajiban (Miriam Budiardjo – Gramedia – 2008).

Tugas badan hukum yakni bagaimana menjamin agar setiap pribadi dapat menikmati hak dan menjalankan kewajiabannya. Sebagaimana kondisi bangsa saat ini banyak orang yang melakukan kewajibannya tetapi tidak menikmati haknya. Semua rakyat diharapkan agar mendapatkan perlakuan yang sama dimata hukum kenyataannya yang menjalani hukuman penjara atau yang menjalankan hukum hanyalah rakyat jelata yang hanya bisa menerima putusan pengadilan.

Hukum yang Elastis

Badan hukum yang diharapkan berperan untuk menumbuhkan rasa keadilan malah membuat hukum menjadi elastis`di tangan para penegak hukum, hukumana hanya berlaku bagi mereka yang tidak memiliki akses politik maupun yang tidak sanggup menyuap atau membayar, Kasus cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Miranda Gultom yang melibatkan istri seorang anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera yang konon katanya partai bersih termasuk bersih dari korupsi hanya dengan alasan sakit lupa ingatan dirinya bebas dari jeratan hukum.

Panda Nababan yang sudah terbukti terlibat masih saja melakukan pengaduan terhadap hakim konstitusi untuk mengulur waktu dan membuat kasus ini menguap, mengulur perkara dengan melakukan gugatan balik merupakan sebagaimana juga kasus korupsi yang melibatkan Yusril Ihza Mahendra melakukan uji materil ke MK untuk memperlambat bahkan mencari kelemahan kajian hukum yang dilakukan oleh para penegak hukum, padahal sudah status tersangka tetapi tidak di tahan di rumah tahanan.

Kasus bank century yang menggemparkan karena menghabiskan uang negara sebesar 6,7 triliun namun menguap begitu saja, karena diduga melibatkan penguasa sehingga hanya negosiasi politik dan kasus ini menguap begitu saja tanpa ada yang terjerat hukum, namun anehnya salah satu Politisi yang bersuara lantang saat penyelesaian kasus century di DPR dari Partai Keadlian Sejahtera yang getol dalam tim Sembilan (9) dalam mengajukan hak angket Bank Century di DPR, untuk menyelesaikan kasus ini malah harus menerima pil pahit yakni vonis penjara satu (1)tahun penjara kareana dituduh memalsukan dokumen L/C saat menjadi Komisaris PT Selalang, malah yang memakai uang senilai 6.7 triliun tidak dapat mempertangngunjawabkannya malah negosiasi politik yang terjadi dimana Sri Mulyani yang harus menerima resiko tesebut dengan melepaskan jabatan menteri.

Kasus mafia pajak dalam Gayus Tambunan yang melibatkan jaksa Cirus Sinaga, Cirus Sinaga disangka menghilankgan pasal korupsi kasus mafia pajak Gayus Halomoan Tambunan, Gayus terbukti korupsi tetapi Cirus Sinaga hanya di copot dan menerima sanksi administrative tetapi tidak ditahan sebagai tersangka melakukan pelanggaran hukum sebagi sanksi hokum, namun hendak dicalonkan menjadi Jaksa Agung menggantikan Hendarman Supanji.

Pengecualian Hukum

Gayus Halomoan Tambunan yang ditahan Rutan Brimob Kelapa Dua tetapi malah mendapatkan kesempatan meninggalkan rutan untuk menonton commonwealth bank tournament of champions di Bali. Alasan Gayus ke Bali hanya karena ingin menyaksikan petenis idolanya Maria Sharapova petenis cantik asal Rusia. Proses dan sanksi hokum sedang dijalani tetapi para penegak hukum dapat ditundukan dengan kekuasaan uang dan jaringan politik yang dimiliki Gayus.

Mereka yang terlibat dalam pemberian keleluaasan bagi seorang tahanan untuk pergi adalah sebuah pelanggaran hukum yang di lakukan oleh Kepala Rumah Tahanan Iwan Siswanto dan anak buahnya hanya di berkan sanksi padahal hal ini sudah termasuk persekongkolan dan menerima suap hal ini juga telah melakukan pelanggran hukum dan sudah seharusnya ditahan sebagai tersangka dan bukan hanya diberi sanksi administrasi agar mewujudakn prinsip kesamaan di depan hukum.

Kasus sudah di tahan sebagai mafia kasus pajak tetapi obyek pajak yang memakai Gayus sebagai Klien untuk memanipulasi data pajak, hingga hari ini tidak diusut. Energy terkuras untuk penyelesaian kasus Gayus saja, padahal perusahaan yang memakai atau memanfaatkan Gayus pun tidak dibiarkan karena maslah ini memiliki sebab akibat.

Bukan karena perusahaan yang di bantu Gayus milik para konglomerat yang memiliki sumber-sumber kekuasaan dan menguasai penguasa sehingga tidak diproses ke meja hijau, ketegasan hukum yakni harus diselesaikan secara komprehensif antara pemberi dan penerima, karena penegakan sanksi hukum tidak hanya berlaku bagi mereka yang kedapatan atau terbukti. Hukum juga seharusnya menyentuh mereka yang turut berkontribusi, memfasilitasi, bahkan memuluskan niat busuk pelaku sehingga dapat membrikan efek jera bagi semua pihak.

Hukum sepertinya hanay berlaku bagi sipil tetapi tidak berlaku bagi mereka yang berpakian aparat penegak hukum. Para penegak hukum yang didaulat untuk menegakan hukum tidak saja melakukan haknya sebagai penegak hukum tetapi bukan berarti kebal hukum bahkan tidak tersentuh hukum hanya karena dirinya sebagai alat negara untuk menjatuhkan vonis hukum, padahal penegak hukumpun seyogianya memiliki kewajiban yang sama untuk menjungjung hukum tanpa pengecualian.

*Penulis : Mahasiswa Ilmu Politik – FISIP – UI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar