Selasa, 19 Oktober 2010

"JALAN SK. LERIK, JALAN UMUM ATAU JALAN POLITIK"

“JALAN RAYA SK. LERIK, JALAN UMUM ATAU JALAN POLITIK ?”
*Yoyarib Mau

Kebijakan merupakan peluru dari sebuah jabatan politis itulah yang di lakukan Bupati Rote – Ndao dengan kebijakan pembangunan patung Jenderal Sudirman sebagai monumen di pulau Ndana, pulau terluar di ujung selatan Indonesia, demikian juga Walikota Kupang – Daniel Adoe dengan Surat Keputusan Walikota Kupang Nomor 163A/F/HK/Trans 2010.

Penetapan Jalan raya SK. Lerik di salah satu jalan raya kota Kupang menurut Walikota Kupang bahwa SK. Lerik sebagai mantan Walikota Kupang sudah memberikan yang terbaik untuk kota Kupang selain itu juga almarhum adalah sebagai peletak dasar kota Kupang, selayaknyalah dikenang oleh masyarakat kota Kupang dengan pemberian nama Jalan Samuel Kristian Lerik.

Pemberian nama bagi almarhumah menjadi nama sebuah jalan di Kota Kupang tidak banyak di persoalkan oleh warga kota karena merupakan hal yang mungkin saja tidak secara langsung mempengaruhi kepentingan warga kota sehingga tidak banyak warga kota mempersoalkan pemberian nama jalan yang menempati ruang antara jalur Jalan Ade Irma dan Jalan Sam Ratulangi.

Pemberian nama Jalan SK. Lerik ini dilakukan dengan berbagai pertimbangan seperti yang diungkapkan oleh Walikota Daniel Adoe bahwa Mantan Walikota Kupang periode 1997 – 2007, Kolonel Infantri Purnawirawan Samuel Kristian Lerik sudah memberikan yang terbaik bagi kota Kupang, selain itu menurutnya almarhum sebagai peletak dasar pembentukan kota Kupang, selayaknyalah dikenang oleh masyarakat Kota Kupang dengan pemberian nama Jalan Samuel Kristian Lerik.


Sah-sah saja jika pemberian nama salah satu ruas jalan di kota Kupang bagi Mantan Walikota Kupang, namun yang menjadi persoalan adalah apakah telah melalui mekanisme, kajian yang mendalam serta sejauhmana melibatkan warga kota dalam penentuan dan pemberian nama pada ruas jalan tersebut ?

Pakar kebijakan publik George Gallup berpendapat bahwa, ”Opini publik dalam pasar politik adalah mirip dengan permintaan konsumen dalam pasar ekonomi. Dalam demokrasi, seseorang bisa mengatakan bahwa kebijakan publik adalah suatu fungsi dari opini publik. Permintaan kebijakan menentukan penawaran kebijakan. Dan argumen yang menyatakan agenda kebijakan sangat dipengaruhi oleh opini publik dan kekuatan publik diperkuat oleh fakta bahwa opini diukur dan diperlakukan dengan penuh perhatian oleh pembuat kebijakan” (Wayne Parson – Public Policy – Kencana – 2005).

Surat Keputusan Walikota Kupang Nomor 163A/F/HK/Trans 2010, apakah telah melalui proses opini publik atau merupakan sebuah kebijakan pribadi yang lebih bernuansa politis ? pemberian gelar atau nama jalan merupakan bagian dari kebijakan publik sehingga sebuah kebijakan sudah barang tentu diawali dengan dengan membangun opini publik tentang kebijakan publik.

Apabila di tingkat nasional yang memeliki keterkaitan dengan pemberian nama jalan adalah pemberian gelar sebagai pahlawan nasional, contoh saja dalam tahun ini akan di berikan gelar sebagai pahlawan nasional terhadap beberapa tokoh yang sudah almarhumah namun memiliki nilai- kejuangan serta memberikan dampak baik langsung-maupun tidak langsung bagi masyarakat, diantaranya adalah Johanes Leimena dan Ignatius Joseph Kasimo, masyarakat yang merasa bahwa nilai, spirit dan semangat kejuangan yang dimiliki kedua tokoh ini sangat berarti dan memiliki peranan penting bagi bangsa sehingga merasa perlu untuk diajukan sebagai Pahlawan Nasional.

Proses membangun opini dilakukan melalui seminar, panitia mengenang Johanes Leimena melakukan seminar di UKRIDA (Universitas Krida Wacana) pada 17 Juni 2005, kemudian 04 Agustus 2005 di Kementrian Kesehatan,dan di Auditorium Balai Pustaka pada 24 September 2005, sedangkan kelompok masyarakat yang mengusulkan Ignatius Joseph Kasimo melakukan dua kali seminar di Yogyakarta 08 Oktober 2010, dan di Jakarta pada 12 Oktbober 2010.

Bentuk kegiatan diatas merupakan proses membangun opini dan secara tidak langsung mencoba membangun dilektika di tengah masyarakat agar adanya pendapat publik (umum) mengenai keberadaan dua tokoh ini apakah berkenan di hati masyarakat atau tidak.

Ditingkat daerah tokoh lokal yang memiliki peran terbatas di lokal pun pemebrian nama jalan sudah serta merta memberikan gelar kepahlawanan daerah, seyogianya melalui proses dan mekanisme yang sama guna membangun opini publik, bukan tidak ada ”hujan atau angin” langsung surat sakti dikeluarkan dan ada penetapan nama jalan tersebut.

Pengusulan nama sebagai bentuk penghargaan terhadap jasa dan pengabdian dari tokoh yang memiliki peran penting, namun akibat tidak melalui proses yang tepat menyebabkan penghargaan yang diseharusnya sesuatu yang berharga dan mulia pagi pengenangan tokoh tersebut cenderung dilihat sebagai bentuk belas kasihan atau balas budi belaka.

Kecenderungan pemikiran ini bisa saja timbul karena dilatar belakangi oleh berbagai persoalan karena menganggap hal ini dilakukan sebagai oligarki kekuasaan, bahwa kekuasaan dikelola oleh sekelompok orang dalam hal ini keluarga (istri walikota saat ini yang merupakan saudara dari mantan walikota sebelumnya) demi kepentingan keluarga. Atau pertimbangan lain bahwa penganugerahan nama jalan ini sebagai bentuk kompromi politik antara Walikota dan Ketua DPDR Kota yang nota bene adalah anak dari Mantan Walikota SK. Lerik sehingga antara Legislatif dan Eksekutif tidak saling menggangu tetapi saling mengamankan. Hal lain lagi yakni pemberian nama jalan ini sebagai bentuk ampun dosa dari Walikota karena pernah memaksa sang Mantan Walikota untuk meninggalkan rumah jabatan yang di tempati.

Pemikiran dalam tulisan ini menyoroti hal ini demi sebuah proses kebijakan yang bermutu dan berkualitas bukan karena keberadaan kota Kupang yang jauh dari Ibu Kota negara sehingga setiap kebijakan hanya dilegalkan melalui sebuah surat sakti yakni Surat Keputusan tetapi sebaiknya melalui mekanisme, proses perumusan yang mendalam dan berbobot sehingga menjadi dasar yang kuat dan mengakomodir semua kepentingan masyarakat.

Seandainya melibatkan semua masyarakat dengan membangun opini publik terlebih dahulu dalam setiap kebijakan publik maka akan mendapatkan dukungan dari masyarakat luas sehingga jika ada pergantian kepemimpinan di tingkat kota tidak mempermasalahkan atau menganulir jalan tersebut dengan alasan bahwa pemberian nama tersebut tidak melalui proses dan opini publik tetapi sebuah keputusan politis.


*Penulis : Mahasiswa Ilmu Politik – Kekhususan Politik Indonesia – FISIP - UI

1 komentar:

  1. kotong orang awam ni jadi dong pung bahan mainan.... politik....politik....ckckc

    ikuti b pung blog ju kaka e......

    http://lebe-lebe.blogspot.com/

    BalasHapus