Senin, 13 Desember 2010

"DUA SISI INTELEJEN"

“DUA SISI BADAN INTELEJEN”

*Yoyarib Mau



Bocornya dokumen - dokumen rahasia yang bersumber dari situs wikileaks membuat masayarakat dunia menjadi terpecah akan keberadaan Intelejen, kelompok yang setuju akan keberadaan intelejin akan menghujat keberadan situs wikileaks dan menuntut agar pendiri situs ini di tangkap karena membocorkan dokumen - dokumen rahasia, namun kelompok yang tidak setuju akan perilaku intelijin asing yang mengutak-atik kedaulatan sebuah negara, memberikan dukungan moril bagi pendiri situs ini.



Keberadaan Intelejin ibarat dua sisi mata uang dibutuhkan untuk menjamin keamanan negara dari ancaman luar maupun dalam negeri, tetapi tetapi di lain kesempatan menjadi ancaman bagi rakyatnya sendiri. Sistem kerahasian dokumen dan informasi negara merupakan hal yang sangat dibutuhkan untuk menjamin kedaulatan sebuah negara, namun kedaulatan negara yang dimaksud disinipun mengalami hegemoni kekuasaan dari negara-negara adidaya.



Bagaimana tidak keberadaan dinas rahasia dari negara-negara adidaya bisa dengan mudah memasuki negara-negara tertentu untuk mencari informasi bahkan melakukan aktifitas mata-mata bagi kepentingan negara asalnya. Keberadaan agen rahasia dunia yang sudah mendunia seperti CIA (Amerika), Mozzad (Israel), KGB (Rusia), MI6 (Inggris).

Keberadaan agen atau dinas rahasia ini sanagat dibutuhkan oleh negara untuk membantu negara dalam menyelesaikan persoalan atau memperoleh informasi tentang aktifitas individu atau kelompok yang membahayakan orang lain atau negara. Informasi yang di peroleh oleh agen rahasia ini haruslah di jaga kerahasiaannya, dan hanya menjadi konsumsi lembaga terkait dalam melaksanakan tugas kenegaraannya.



Intelejen adalah nama lain dari dinas rahasia yang sangat familiar dalam dunia militer, menurut Direktur Pro Patria Institut T Hari Prihartono menilai dalam sistem keamanan nasional, intelejen negara ditempatkan sebagai satu isntitusi yang diberikan kewenangan khusus yang dimungkinkan melanggar kaidah-kaidah demokrasi, khususnya terkait informasi public dan pembatasan ruang privat seseorang (Republik Online – 18 Nov – 2010)



Pemikiran ini membuat keberadaan intelejen menjadi institusi yang memiliki dua sisi yakni sisi baik maupun buruk atau sisi disukai dan dan sisi dibenci, keberadaan lembaga ini untuk menegakan kedamaian namun juga keberadaannya menghadirkan benih kebencian. Kondisi ini di picu oleh pasca pengeboman di WTC pada 11 September 2001 terjadi globalisasi intelejen karena terjadi pertukaran informasi antar negara mengenai keberadaan para terorisme yang dianggab menjadi ancaman bagi manusia dunia.



Pertukaran informasi untuk menangkap para teroris dan pelaku kejahaatan dunia dilakukan oleh lembaga-lembaga intelejen dunia untuk mengetahui jaringan-jaringan dari kelompok radikal dunia yang telah mampu meruntuhkan hegemoni teknologi pertahanan dan kemaanan AS yang dianggap sebagai salah satu negara dengan sistem kemaanan terbaik dunia.



Atas dasar informasi dari berbagai intelejin dunia sehingga memberikan berbagai informasi mengenai kelompok-kelompok yang dianggap sebagai teroris atau ancaman bagi komunitas dunia, namun suatu sisi demi membasmi para teroris yang telah melakukan aksinya pada 11 September 2001 membuat para agen rahasia ini melakukan banyak tindakan yang dianggab tidak memenuhi kaidah-kaidah kemanusiaan. Tindakan yang dilakukan seperti menghabiskan nyawa orang yang dianggab membahayakan atau terlibat terorisme sepertinya di sepakati oleh semua negara yang memiliki kerjasama dalam bidang intelejen.



Kondisi perlakuan tidak manusia ini membuat para aktifis kemanusiaan melakukan protes bahkan keinginana untuk penegakan hak asasi manusia, bagi apara aktifis kemanusiaan proses penghilangan nyawa orang lain tanpa proses hukum yang layak merupakan sebuah ketidakadilan sehingga para aktifis ini menentang perilaku para intelejen tersebut.

Komunitas masyarakat yang memperjuangakan hak-hak kemanusiaan ini yang kemudian membangun komunikasi dengan mempublikasikan praktek-praktek ketidakmanusiaan dari para dinas intelejen dunia ini, sehingga para aktifitas sepakat untuk mendirikan situs wikileaks sebagai jaring informasi untuk membagi informasi perbuatan atau kesepakatan tidak manusiawi lainnya atau kesepakatan yang merugikan orang lain.



Apabila institusi intelejen ini dalam prakteknya dianggab melanggar nilai-nilai kemanusiaan tetapi mengapa institusi ini dibutuhkan dalam sebuah negara ? pernyataan ini akan mendasari pembahasan tulisan ini, bahwa mengapa intelejen di butuhkan tetapi juga di tolak. Keberadaan intelejen merupakan sebuah kekuatan untuk melanggengkan kekuasaan karena dapat membantu segala aktifitas politik dari segala penguasa, hal ini lah yangditerapkan oleh Soeharto dalam melanggengkan kekuasaannya yakni memakai tentara sebagai agen rahasia untuk memata-matai aktifitas individu atau rakyat yang tidak setuju dengan kepemimpinannnya.



Intelejen Bukan Perpanjangan Tangan Penguasa



Soeharto memanfaatkan dinas intelejen di bawah kendali militer untuk mengamankan kekuasaannnya bahkan lebih para lagi militer dan intelejen di tarik dalam politik praktis sehingga peran intelejen tidak lagi independen tetapi bekerja untuk kemenangan partai politik dan penguasa yang berkuasa sehingga nyawa atau keberadaan lawan politik di berangus atau dihilangkan karena dianggap sebagai ancaman bagi kekuasaan, dimana dalam pemilu semasa orde baru babinsa sebagai perpanjangan tangan dari penguasa bertindak sebagai militer, intelejen sekaligus corong politik untuk memenangkan golkar dalam setiap pemilu sepanjang kejayaan orde baru.



Keberadaan intelejen menjadi tidak efektif dan mengalami penolakan karena apabila keberadaan intelejen di tunggangi oleh kepentingan tertentu baik itu partai politik, penguasa yang berkuasa bahkan bekerja bagi kepentingan perusahaan tertentu, karena akan mengkhianati keberadaannya sebagai lembaga independen, keberadaan intelejen mengemban tugas dan tanggung jawab strategis untuk mengamati kehidupan masyarakat dan melakukan penyampaian informasi kepada pemerintah untuk di tindak lanjuti dengan kebijakan tertentu, namun informasi itu perlu di kajia kembali untuk dipastikan valid dan dapat di pertanggungjawabkan kepada pemerintah sehingga ada ada kebijakan pengamanan guna kebaikan dan kedaulatan bangsa dan negara.



Fungsi intelejen haruslah mandiri tidak di memakai jalur politik seperti memfungsikan keberadaan diplomatik karena kebradaan diplomatik yang dimanfaatkan sebagai badan intelejin akan menyebabkan bocornya berbagai informasi sebagaimana yang terjadi atas dokumen yang dirilis dari 274 Kedutaan Amerika di berbagai belahan dunia (Majalah Tempo 06 – 12 Desember 2010) karena akan putusnya hubungan diplomatik antar negara-negara. Bahkan dinas intelejen dapat dipakai oleh korporasi dunia (multinational corporation) untuk melanggengkan usahanya. Hal ini serupa yang dilakukan oleh Soeharto dengan memanfaatkan keberadaan babinsa.





Intelejen lembaga Independen



Keberdaan intelejen haruslah lembaga struktural mandiri yang dapat berkomunikasi dengan lembaga-lembaga lain, keberadaan lembaga intelejen bukanlah sebuah lembaga yang menyeramkan yang harus ditakuti bahkan menjadi ancaman bagi warga negara, namun keberdaaan dinas rahasia negara ini seyogianya sebagaimana lembaga kajian dan penelitian lainnya namun keberadaan dinas ini lebih pada kajian dan analisa bahkan pengumpulan data dan informasi yang lebih menyangkut pertahanan dan kemanan negara.



Badan atau dinas rahasia ini diharapkan memiliki kemampuajn untuk mendeteksi atau mengamati ancaman atau tantangan yang datang dari luar dan maupun dari dalam yang kemudian menginformasikan kepada lembaga penentu kebijakan seperti legislative dan eksekutif yang kemudian menghasilkan kebijakan tertentu yang pelaksanaannya akan di laksanakan oleh instansi terkait, apabila informasi itu menyangkut terorisme maka kebijakan itu ditujukan kepada pihak kepolisian dalam hal ini Densus 88 untuk melakukan penanganana sesuai proedur yang berlaku.



Intelejen menjadi tidak independent jika dalam pelaksanaan fungsinya hanya memberikan informasi atau hasil temuan hanya kepada pribadi tertentu, sebagaimana penemuan potret – potret atau photo wajah Presidnet SBY yang sedang di bidik senjata, hal ini akan menggangu keberadaan intelejen tidak lagi sebagai lembaga independent, independensi intelejen akan menentukan jika hasil temuan itu di publikasikan ke pihak terkait dalam hal ini legislative dan eksekutif untuk di lakukan pembahasan yang kemudian akan ditentukan kebijakan bagi penanganan yang sistemik.



Menjadi permasalahan selama ini yakni keberadaan intelejen yang melakukan tugas melampaui perannya yakni melakukan tindakan yang menyebabkan persoalan seperti pelanggaran hak asasi manusia (HAM), dan dimanfaatkan oleh penguasa sehingga menghadirkan gaya kepemimpinan yang otoriter serta menghadirkan oligarki kepemimpinan yang berujung pada perilaku leviathan.



Mungkin mengalirnya dukungan kepada pendiri situs wikileaks karena membocorkan informasi dari kedutaan-kedutaan Amerika cukup kuat hal ini disebabkan oleh penyalahgunaan peran dan fungsi lembaga intelejin dalam hal ini CIA sehingga informasi dari pihak intelejen kepada AS sehingga informasi diterjemahkan oleh penguasa dengan melakukan invasi ke negara – negara yang diduga sebagai tempat bermukim para teroris seperti Irak, Afganistan dan lain-lain. Padahal seharusnya informasi ini diterima dan dikaji lebih dalam kemudian menghasilkan kebijakan dan pendekatan yang lebih demokratis dan lebih menjamin akan Hak Asazi Manusia (HAM).





*Mahasiswa Ilmu Politik – Kekhususan Politik Indonesia – FISIP – UI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar