“MENGAPA HARUS EKONOMI NAGA DAN BUKAN EKONOMI KANGURU”
*Yoyarib Mau
Indonesia berada diantara dua kekuatan ekonomi yang berusaha membangun hubungan baik dan juga menjadikan Indonesia sebagai pasar yang efektif, hubungan ekonomi antara kedua negara dilakukan dengan bergabung dalam organisasi regional yang dibangun untuk bekerjasama di bidang ekonomi.
Untuk menancapkan kekuatran untuk dapat menjalin kerjasama maka perlu dilakukan perjanjian kerjasam yang dilakukan dengan membentuk organisasi kerja sama regional dilakukan untuk menyepakati aturan-aturan perdagangan tertentu yang saling menguntungkan. Sebagaimana hubungan kerjsama ekonomi regional dengan dibentuknya APEC (Asia Pacifik Economic Cooperation) dimana Australia menjadi salah satu negara pendiri bersama dengan Indonesia.
Australia merupakan salah satu negara terbesar yang memiliki pengaruh di negara-negara Pasifik dan juga dekat ke Asia terutama Indonesia, sehingga gagasan pembentukan APEC sangat menguntungkan karena sebagai negara yang cukup besar dapat menjadikan negara-negara di pasifik dan asia sebagai tujuan pasar dan sebaliknya.
APEC didirikan pada tahun 1989 di Canbera - Australia yang memiliki anggota hingga hari ini sebanyak 18 anggota, keberadaan organisasi ini pada awalnya negara-negara Asia Tenggara berharap keberadaan APEC ini hanya bersifat non kelembagaan karena negara-negara Asia Tenggara telah memiliki organisasi negara regional sendiri yakni ASEAN. Negara anggota ASEAN menghendaki APEC sebagai forum komunikasi dan konsultasi saja, namun dalam perkembangananya Amerika Serikat (AS) dan Australia menginginkan APEC bersikap aktif.
Kekuatan negara AS mampu merubah pemikiran negara – negara Asean dan menyepakati beberapa tujuan antara lain (www.garudamuda.com) :
1. Menjadi tempat usaha negara maju untuk membantu negara yang sedang berkembang
2. Meningkatkan perdagangan dan investasi antar anggota.
3. Menjalankan kebijakan ekonomi secara sehat dengan tingkat inflasi rendah, serta
4. Mengurangi atau mengatasi sengketa ekonomi perdagangan.
Kemudian dalam perjalanan APEC yang pasang surut maka para pemimpin negara-negara APEC kembali menegaskan komitment kerjasamanya di Indonesia yang dikenal dengan sebutan Deklarasi Bogor dan salah satu butir penting dalam deklarasi itu menyatakan bahwa di antara negara-negara anggota APEC akan diberlakukan suatu sistem yang disebut perdagangan bebas. Perdagangan bebas akan diberlakukan dalam dua tahap, yakni diterapkan pada tahun 2010 di kalangan negara-negara maju anggota APEC dan untuk negara-negara yang masih berkembang diterapkan pada tahun 2020 (www.crayonpedia.org).
Hubungan kerjasama yang telah berlangsung sejak tahun 1989 hampir 20 tahun lebih terjadinya hubungan kerjasama di bidang ekonomi namun kebangkitan ekonomi Indonesia tidak mengalami pertumbuhan signifikan sehingga menimbulkan pertanyaan, apa yang menyebabkan peran besar negeri kanguru itu tidak aktif dan mampu membantu membangun perekonomian Indonesia dan sekitarnya, sedangkan saat ini yang memiliki power dan pengaruh, kontribusi terhadap perekonomian Indonesia adalah China ?
Ekonomi Naga
Penetapan inilah yang memberikan celah bagi China untuk menikung Australia, karena waktu yang ditetapkan yakni 2020 adalah waktu yang cukup lama sedangkan China dengan pola ekonomi naganya melihat bagaimana menguasai perekonomian di Asia, di suatu sisi negara-negara berkembang tidak ingin menanti hingga tahun 2020 untuk kemajuan ekonomi negaranya, sehingga China yang juga anggota APEC segera melakukan sebuah terobosan baru yakni melakukan hubungan kerjasama baru yakni ACFTA (Asean – China Free Trade Center).
Hubungan kerja ACFTA ini memberikan peluang yang sangat luar biasa bagi China untuk membangun hubungan perdagangan bebas, Perjanjian perdagangan yakni ACFTA memberikan kesan bahwa ada penggolongan negara center (pusat) dan satelit/ peri-peri (pinggiran) sehingga tercipta ketergantungan sebagaimana diungkapkan oleh ekonom Amerika Andre Gunder Frank yang mengungkapkan tentang hubungan yang tidak sehat antara negara-negara pusat dan pinggiran. Menurutnya keterbelakangan bukan suatu kondisi alamiah dari sebuah dari sebuah masyarakat. Bukan juga karena masyarakat itu kekurangan modal. Keterbelakangan merupakan sebuah proses ekonomi, politik, dan sosial yang terjadi sebagai akibat globalisasi dari sistem kapitalisme. Keterbelakangan di negara-negara pinggiran (yang oleh Frank disebut sebagai negara satelit) adalah akibat langsung dari terjadinya pembangunan pembangunan di negara-negara pusat (Frank : negara-negara metropolis) (Arif Budiman, Teori Pembangunan Dunia Ketiga-Gramedia- 2000).
Kondisi ini tidak serta merta membuat Indonesia diam dan tidak memanfaatkan hubungan dagang dengan China, Indonesia menanggapi hubungan ini dengan baik Indonesia mengikuti berbagai event expo di China dan beberapa negara-negara yang memiliki keterkaitan dengan ekonomi naga atau berperan sebagai negara peri-peri atau pinggiran yakni Taiwan, Thailand, Vietnam, Kamboja, dan Singapore, hal ini memberikan dampak yang cukup baik bagi ekonomi Indonesia.
Kegiatan ini memberikan dampak yang cukup baik dimana para pengusaha China memiliki minat untuk melakukan investasi di Indonesia, demikian juga pengusaha Indonesia bersedia untuk mengirimkan barang mentah untuk di produksi di China, pilihan ini sangat menguntungkan bagi perekonomian Indonesia. Kondisi ekonomi Indonesia 2009 seperti yang di ungkapkan anggota DPR RI Komisi VI Mukhamad Misbakhum, dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 4,3 % (Batavia.co.id), jika di bandingkan dengan saat ini hingga triwulan II tahun 2010 pertumbuhan ekonomi telah mengalami peningkatan hingga 6, 2 % (www.tempointeraktif.com).
Kenaikan pertumbuhan ini tidak terlepas dari kinerja ekspor produk migas dan nonmigas ke China yang hingga 2010 ini mencapai USD 116 miliar, Menurut Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Diah Maulida, diakuinya saat ini pasca ACFTA, Indonesia menghadapi serbuan produk impor negeri tirai bambu mulai seperti tekstil, kita jangan hanya melihat sisi serbuan produk China ke Indonesia, namun jangan lupa China juga sebagai penimpor bahan baku yang cukup besar sebagai bahan baku peralatan, konsumsi. Eksport nonmigas ke China tumbuh hingga enam persen, dan diharapkan bisa meningkat menjadi sembilan persen (ekonomi.okezone.com).
Ekonomi Kanguru
Kondisi ini membuat Indonesia lebih memilih untuk membangun hubungan ekonomi dan perdaganangan dengan China di bandingkan dengan Australia. Sanagat lemah padahal berdirinya APEC pada tahun 1989 sudah berlangsung cukup lama namun permintaan pasar disana belum banyak tergarap padhal secara geografis benua tersebut relatif dekat jika di bandingkan ke China.
Sudah tentu ada penyebab mengapa Indonesia tidak melakukan hubungan dagang yang lebih optimal dengan Australia, apakah karena tingkat kepercayaan antara kedua negara yang rendah sehingga tidak terbangun hubungan komunikasi yang baik untuk pertumbuhan ekonomi ? di suatu sisi Australia melihat Indonesia sebagai negara yang tidak demokratis, sebagaimana hasil Poling yang dilakukan oleh Lowy Institute (Juli 2009), misalnya memperlihatkan bahwa sebanyak empat puluh lima persen tingkat kepercayaan masyarakat Australia masih sangat rendah terhadap Indonesia. Menurut Colin Brown (2009), salah satu sebabnya adalah karena sebagaian besar masyarakat Australia masih melihat Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam masih sebagai momok. Sehingga tidak mengherankan juga bila dalam polling di atas, Iran menduduki peringkat yang paling rendah yaitu tujuh puluh lima persen (75%), sebaliknya pada sisi lain masyarakat Indonesia juga masih melihat Australia sebagai negara kurang bisa dipercaya dan memiliki maksud-maksud yang tidak baik, pengalaman kiprah Australia pada waktu dan setelah penentuan pendapat di Timor Leste nampaknya masih tidak begitu mudah untuk dihapuskan dari memori ingatan sebagaian besar masyarakat, keterlibatan kelompok-kelompok masyarakat di Australia terhadap gerakan separatisme di Papua juga menambah kuat munculnya perspektif negatif atas negara tetangga (Genawati Wuryandari – www.politik.lipi.go.id).
Krisis kepercayaan yang terjadi antara kedua negara menyebabkan hubungan ekonomi perdagangan antara kedua negara juga mengalami pasang surut, hal ini ditambahkan dengan kaum imigran yang diselundupkan oleh nelayan Indonesia ke Australia, penangkapan ikan yang melewati batas teritorial kedua negara, dan sebaliknya Australia yang tidak konsisten untuk membantu menyelesaikan persoalan tumpahan minyak di laut Timor, intervensi Australia dalam penyusutan aktifis RMS (Republik Maluku Selatan ) yang meninggal di penjara di Ambon yang diduga di siksa oleh aparat Densus 88.
Bukan saja masalah krisis kepercayaan yang menimbulkan sikap antipati antar kedua negara serta image yang bertumbuh di masyarakat kedua negara. APEC sebagai lembaga moderator perdagangan antar negara atau sebagai mediator untuk membangun hubungan perdagangan antar negara sebagaimana semangat atau spirit berdirinya organissasi ini dalam perjalanannya sepertinya mengalami pergeseran. Keberadaan organisasi ini sepertinya tidak lagi memfokuskan pada proses hubungan perdagangan secara langsung, tetapi mengalami pergeseran yakni lebih pada bagimana menciptakan suasana atau iklim yang kondusif untuk terciptanya sebuah proses perdagangan.
Sehingga pergeseran kajian kerja APEC lebih pada penanganan teroris, sebagaimana Makarim Wibisono mengungkakpkan bahwa Pada pertemuan para pemimpin APEC di Shanghai pada tahun 2001, upaya-upaya untuk melawan terorisme ditempatkan secara tegas dalam agenda APEC. Alasannya sederhananya adalah karena terorisme adalah salah satu ancaman yang paling deskruktif terhadap tujuan APEC untuk mengembangkan perdagangan bebas dan investasi di wilayah Asia-Pasifik (MakarimWibisono – Tantangan Diplomasi Multilateral- LP3ES).
Kondisi ini yang membuat Australia tidak memfokuskan pada hubungan ekonomi dengan streotip dan tesis Samuel Huntington mengenai benturan peradaban antara ”Islam dan Barat) karena kondisi Australia yang merupakan warisan model Westminster dari Kerajaan Inggris dan Australia menjadi negara federal sehingga secara tidak langsung Australia menjadi bagian dari Barat.
Namun suatau sisi kedua negara dalam hal ini Indonesia Australia sangat membutuhkan karena Australia dalam melakukan hubungan dagang dengan dunia yakni dengan negara Asia lainnya semisal; Jepang. Filipina, Korea dan lainnya harus melalui wilayah teritorial Indonesia, dan juga Indonesia sangat membuthkan bantuan dari Australia dalam pembangunan infrastruktur dan pengembangan sumber daya Manusia melalui lembaga Ausaid.
Jika Australia dan Indonesia ingin membangun hubungan baik dalam bidang ekonomi perdagangan yang dilakukan melalui kemitraan dalam eksport – impor, dengan kemjuan demokrasi di Indonesia saat ini dapat dijadikan dasar bahwa streotip sebagai negara Islam sebagaiman tesis Huntington tidak relevan karena Indonesia tidak diidentikan dengan terorisme. Pemerintah Indonesia juga harus mampu memberikan jaminan tersebut bahwa terorisme sudah tidak ada Indonesia, karena traumatis bom bali 12 Oktober 2002 yang menewaskan sejumlah WNA asal Australia.
Pembangunan demokrasi yang baik akan menentukan hubungan ekonomi yang baik karena dengan tumbuhnya demokrasi maka ada rasa saling mempercaya cukup tinggi, China yang bukan negara Demokratis saja mampu membangun hubungan perdagangan yang cukup menguntungkan.
Hubungan ekonomi yang baik dapat di lakukan jika kedua negara konsisten dalam mewujudkan demokrasi sehingga dengan sendirinya meruntuhkan kecurigaan dan ketidakpastian di tengah masyarakat domestik kedua negara. Iklim demokrasi yang baik akan membuat hubungan antar dua negara dapat melakukan hubungan antar pribadi berupa pertemanan yang terjalin melalui pendidikan, bisnis, turisme dan jaringan begitu besar jika hubungan ini terjalin dengan baik maka akan tercipta pemahaman yang baik pula dan memberikan keuntungan jangka panjang, apalagi letak geografis dengan Australia yang cukup dekat.
Sebagaimana hubungan perdagangan baik dengan China dapat di lakukan karena begitu kentalnya budaya China yang sudah ada sejak lama di Indonesia yakni kentalnya dialek lokal Hokkian yang sudah tentu memiliki ikatan dengan orang China, sehingga penguasaan budaya dan bahasa China inilah yang menyebabkan kemudahan serta unsur mempercayai dalam perdagangan bebas, kondisi memberikan gambaran bahwa kerjasama antar lembaga atau melakukan kerjasama reigional antar bangsa saja tidak cukup jika tidak membangun hubungan budaya untuk menghadirkan rasa saling percaya.
*Mahasiswa Ilmu Politik – Kekhususan Politik Indonesia – FISIP – UI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar