“Pembentukan Komisi atau Panitia Ad Hoc Penyeleksian Caleg”
Oleh: Yoyarib Mau
Pemilu legislatife tahun 2009 ini meninggalkan banyak kisah yang perlu di cermati bersama, pemilu kali ini partai peserta pemilu terbanyak yang terdiri dari 44 partai politik yang didalamnya terdapat 6 partai local yang semuanya ada di Provinsi Aceh. Dari 34 Partai ini memperebutkan 560 kursi di DPR RI, dan juga perebutan kursi DPRD di tingkatan Provinsi serta Kota/Kabupaten.Oleh: Yoyarib Mau
Perebutan kursi legislatife puncaknya telah diikuti bersama oleh seluruh masyarakat di seluruh wilayah NKRI pada tanggal 09 April 2009 yang sebelumnya di minta untuk diundur pelaksanaannya karena permasalahan DPT (Daftar Pemilih Tetap) yang dimuat dalam Majalah Tempo Edisi 23 Februari – 1 Maret 2009 bahwa “ada masalah serius pada daftar pemilih tetap yang jumlahnya 170 juta, pemilih tak terdaftar, ditemukan pemilih yang lahir setelah 2008, duplikasi nama, komposisi lelaki dan perempuan dilokasi yang tak masuk akal, juga pemilih fiktif” Protes diajukan oleh Partai politik bahkan lembaga swadaya masyarakat agar pemilu di tunda tetapi KPU (Komisi Pemilihan Umum) tetap konsisten untuk melakukan pesta demokrasi atau legislatife. Pemilu kali ini diikuti oleh berbagai calon anggota legislative dari berbagai latar belakang profesi dan tingkatan pendidikan karena banyaknya partai politik sehingga perlu melakukan perekrutan guna memenuhi kuota.
Diantara para caleg (calon anggota legislatife) ada yang dari latar belakang anak petinggi negara, artis, penyanyi, pengusaha, birokrat, bahkan dari berbagai strata kehidupan mewarnai bursa calon anggota legislative, yang menarik adalah hasil dari pemilu legislatife itu sendiri pada satu sisi membawa berkah bagi yang beruntung, namun membawa petaka bahkan penyakit bagi mereka yang tidak terpilh atau berhasil, kebanyakan yang beruntung adalah mereka yang memiliki uang atau biaya operasional politik yang memadai dengan mendirikan sekertariat kampanye seperti di Daerah Pemilihan NTT II Setya Novanto dengan SNC (Setya Novanto Center) dan ada keberuntungan bagi partai politik tertentu yang mencalonkan anggota legislatife yang berasal dari kalangan selebritis, artis penyanyi ataupun pemain film, ini menjadi keberuntungan tersendiri seperti Tantowi Yahya maju dari daerah pemilihan Sumatera Selatan I yang memperikirakan akan meraup suara sekitar 200.000 suara, sedangkan H. Mandra yang nota bene seorang pemain sinetron yang memainkan peran yang lucu adalah seorang Caleg dari PAN (Partai Amanat Nasional) Daerah Pemilihan (Dapil) I Jakarta Timur yang mampu meraup suara sebanyak 1.244 suara.
Bagi para caleg yang gagal tidak terpilih banyak dari mereka yang mengalami frustasi bahkan depresi bahkan tidak segan-segan bunuh diri karena tidak kuat menangggung kekalahan, Koran tempo mencatat bahwa sedikitnya 15 calon anggota legislatife dari berbagai partai di duga mengalami tekanan kejiwaan (stress) Para calon legislator yang gagal dalam pemilihan 9 april lalu itu memilih pengobatan alternatife di Majelis Zikir Darul Lukman milik Ustad Bustomi di Desa Sinarancang, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon Jawa Barat. Tidak hanya yang stress tetapi yang lebih tragis lagi adalah nekat bunuh diri dengan gantung diri atau menabrakan diri hingga meregang nyawa seperti yang terjadi di Cirebon dimana anggota legislatife Partai Kebangkitan Bangsa Kota banjar Jawa Barat, Ny Sri Hayati di temukan tewas di sebuah gubuk di tengah sawah. Dan juga apa yang terjadi di Kupang - NTT Cristofel Max beberapa hari lalu, masih banyak hal lain yang dilakukan pasca kekalahan dalam pertarungan dalam pesta demokrasi bahkan apa yang telah disumbangakan kepada masyarakat mau di ambil kembali karena dia tidak dipilih realitas ini merupakan cerminan yang menunjukan bahwa ketidaksiapan atau ketidakmatangan berpikir dan tidak siap menerima kegagalan.
Kondisi ini membuat banyaknya jatuh korban akibat pesta demokrasi dan menjadi pertanyaan yang perlu dilakukan guna menjawab permasalahan ini yakni, “Bagaimana proses yang tepat untuk menentukan seseorang dapat menjadi Calon Anggota Legislatif?”
Memang partai politik memiliki hak dan kewenangan untuk menentukan calegnya untuk mewakili partai politik pengusung, dengan memenuhi sejumlah syarat administrative dan kesehatan namun hal lain yang perlu di perhatikan kedepan adalah masalah kejiwaan dan kematangan serta kedewasaan berpikir serta psikologinya dan yang terutama adalah kemampuan atau skill (keahlian) melalui proses kaderisasi partai, guna menjawab fungsi seorang legislatife.
Untuk mendapatkan respon yang baik dari masyarakat terhadap partai politik tertentu, hal ini ditentukan oleh kapabilitas legislatornya sehingga legislator harus dilihat dari perilaku manusia atau dilakukan Pendekatan perilaku Menurut Meriam Budiardjo - 2008 bahwa, “salah satu pemikiran pokok dari pendekatan perilaku ialah bahwa tidak ada gunanya membahas lembaga-lembaga formal, karena pembahasan seperti itu tidak banyak memberi informasi mengenai proses politik yang sebenarnya.sebaliknya lebih bermanfaat untuk mempelajari perilaku (behavior) manusia karena merupakan gejala yang benar-benar dapat diamati” dari pernyataan ini menunjukan bahwa perilaku manusianya yang menentukan arah politik atau hasil sebuah kebijakan politik
Pemikiran ini sesuai dengan salah dua dari konsep pokok yang disimpulkan oleh David Easton dan Albert Somit yang di tulis kembali oleh Miriam Budiardjo - 2008, “Perilaku politik menampilkan keteraturan (reigularities) yang perlu dirumuskan sebagai generalisasi-generalisasi yang kemudian dibuktikan atau diverifikasi kebenarannya. Dan yang kedua “harus ada usaha membedakan secara jelas antara norma (ideal atau standar sebagai pedoman untuk perilaku) dan fakta (sesuatu yang dapat dibuktikan berdasarkan pengamatan dan pengalaman). Dari pemikiran teori “pendekatan perilaku” dapat menunjukan bahwa perilaku anggota legislator di parlemen atau dirumah rakyat dapat terlihat dari perilaku anggota dewan perwakilan rakyat dalam memberikan suaranya dalam penyusunan undang-undang, melakukan pengawasan bahkan bagimana memperoleh inspirasi dalam memprakarsai sebuah ide yang akan dituangkan dalam undang-undan bahkan melakukan fungsinya sebagai seorang legislative, berdasarkan UUD 1945, lembaga DPR RI memiliki tiga fungsi utama yakni, fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan.
Tuntutan dari para calon legislator guna memiliki perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan sangatlah tepat karena harus memenuhi esensi dari legislative, namun kenyataaan saat ini bahwa partai politik hanya memenuhi nafsu kekuasaan tanpa mempertimbangkan esensi dari legislasi dengan demikian produk undang-undang yang dihasilkan pun tidak berbobot bahkan roda pemerintahan pun tidak berjalan maksimal bahkan berdampak pada tingkat pengambilan kuputusan yang sangat pragmatis. Pemikiran penulis sangat mendasar karena partai-partai politik yang mengajukan caleg-calegnya kebanyakan tidak memiliki kapabilitas yang cukup hanya karena wajah mereka yang familiar lewat media massa, atau bahkan mereka yang memiliki mental yang labil serta moral yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Penulis dalam tulisan ini menawarkan solusi atau wacana guna menemukan bahkan mendapatkan legislator-legislator yang baik dimasa yang akan datang. Peran pemerintah dalam memajukan demokrasi di Indonesia dengan membentuk Komisi Khusus atau Panitia Ad Hoc yang anggotanya berlatar belakang psikolog dan akademisi yang bertugas melakukan seleksi bagi calon-calon legislative yang diajukan oleh partai politik sebagai institusi pengkaderan yang kemudian nama-nama inilah yang diajukan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk di tetapkan dalam Daftar Calon Tetap (DCT) dari partai-partai politik peserta pemilu. Jika pola ini diterapkan maka niscaya Negara kita dapat dan mampu menghadirkan legislator-legislator yang bermutu dan berbobot yang akan tercermin lewat kinerjanya dalam menghasilkan produk-produk hukum serta melakukan pengawasan yang optimal terhadap roda pemerintahan yang di jalankan.
*Penulis : Mahasiswa Ilmu Politik - Kekhususan Politik Indonesia - FISIP - UI
NPM : 0806383314
Tidak ada komentar:
Posting Komentar