KOMUNITAS DEBIT COLLECTOR
*Yoyarib Mau
*Yoyarib Mau
Komunitas ini menarik untuk disimak karena pada hakekatnya komunitas ini diperlukan tetapi juga ditolak oleh masyarakat. Komunitas ini memiliki nama yang cukup beragam ada yang menyebut mereka preman, tukang tagih, penjaga tanah kosong, tukang pukul, pengaman dan lain sebagainya tergantung permasalahan yang dijalankan, namun mereka merasa aman dan supaya dapat di terima di tengah masyarakat mereka lebih memilih untuk di sebut “Debit Colector” hal ini bertujuan bahwa mereka professional dan dimata masyarakat mereka memiliki pekerjaan jelas.
Komunitas ini tersebar hampir di seluruh daerah di Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi dan Tanggerang, dan kebanyakan mereka berasal dari luar daerah seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua. Kehidupan berkelompok merupakan ciri utama kehidupan sosialnya, apabila semakin banyak komunitas ini mereka akan membela diri lagi dalam komunitas-komunitas tertentu berdasarkan bahasa dan suku dan Agama ataupun sekampung berdasarkan jumlahnya biasanya satu keolompok kecil terdiri dari 10-20 orang.
Ada kelompok Maluku yang terbagi menjadi Kelompok Basri Sangaji (kelompok yang kebanyakan beragama Islam) dan juga ada Jhon Kei (kata “Kei” menunjukan bahwa ia berasal dari Maluku Tenggara dimana beribukota Kei dan mereka kebanyakan beragama Kristen dan berasal dari kota Ambon dan Kei). Kelompok NTT hanya membela diri dalam komunitas Flores dan Timor, namun mereka semua tunduk kepada tokoh senior yang memiliki nama besar yakni Hercules. Kelompok Papua penulis kekurangan informsi tetapi mereka kebanyakan penerus dari kelompok Yoris Raweyai yang kini telah menjadi anggota DPR RI.
Ada kelompok-kelompok lain dari daerah lain tetapi mereka kurang diminati karena factor keberanian, dan kepecayaan dan jam terbang yang terbilang sangat rendah. Kelompok ini seperti FBR (Forum Betawi Rembug), FORKABI (Forum Komunikasi Anak Betawi), BPPKB (Badan Potensi Pembinaan Keluarga Banten). Mereka adalah organisasi massa kedaerahan yang memakai nama daerah atau provinsi, namun organisasi ini lebih bersifat politis yang berbasis masa untuk dukungan politik dalam Pilkada atau Pilpres.
Kelompok Debet Kolektor yang kebanyakan dari Indonesia Timur tidak menggunakan nama daerah karena sensitive dan dapat menimbulkan konflik SARA. mereka lebih menggunakan nama kelompok sesuai dengan Tokoh atau Pribadi yang memiliki nama yang dituakan sebagai pemimpin dan biasanya akan dipanggil Bung….. Si Bung biasanya sudah hidup lebih lama Jakarta dan memiliki jaringan luas/kenalan yang biasanya memberikan order pekerjaan, Tokoh atau Pribadi tersebut minimal memiliki kendaraan beroda dua, nama Si Bung inilah yang dijadikan nama kelompok ini sebagai identitas kelompok. Namun dalam perkembangan ada juga Bung yang lain mencoba membangun pemikiran baru terhadap Debit Colllector ini dengan Manajemen Baru dengan membuat Perseroan Terbatas yang bergerak dalam jasa penagihan, dan Beliau sukses membuka tempat usahanya ini di beberapa tempat di Jawa, mungkin karena manajemen modern serta kepercayaan perbankan kepada dirinya.
Peranan Si Bung sangat penting dalam kelompok, jika seseorang yang sudah punya jaringan atau patron yang banyak namun jika tidak memiliki anggota maka ia tidak dapat memperoleh keuntungan lebih karena ia tetap akan bergabung dengan kelompok tertentu. Seseorang yang telah mendapatkan panggilan Bung, karena hal ini menyangkut prestise dan mungkin saja jenjang karier di kalangan mereka, sehingga ia harus melakukan perekrutan anggota dengan menjemput teman, saudaranya dari daerah asalnya, dengan alasan bahwa mereka akan dipekerjakan di Jakarta, karena tampilan Jakarta di layar Televisi sebagai kota besar sering menarik hati semua orang, apalagi mereka yang di rekrut biasanya dari Kampung yang mengalami kesulitan ekonomi di tambah lagi dengan kondisi wilayah Indonesia Timur yang kondisi ekonomi sangat minim karena lapangan pekerjaan yang sangat terbatas sehingga tidak sulit bagi perekrut untuk menggugah hati mereka. Si Bung juga yang betanggung jawab atas kebutuhan hidup mereka terutama makan dan minum.
Sambil menanti orderan pekerjaan tagihan, mereka dilatih sebagai petinju dan sasana latihan hampir ada di tempat mereka tinggal (tanah sengketa) dan yang menjadi alasan mereka tertarik karena akan tampil di acara Tinju Profesional yang ditampilkan atau disiarkan di stasiun Televisi seperti Indosiar dan TVRI. Mereka pada dasarnya penuh semangat karena akan tampil di Televisi yang akan di saksikan oleh keluargnya di kampung. Padahal maksud tersembunyi di balik itu agar membentuk fisik dan bentuk tubuh yang ideal sebagai seorang Debit Kolektor, saat tampil di ring tinju mereka akan memakai nama asli dan akan ditambahkan dengan nama belakang dengan nama daerah asalnya seperti; Jhon Timor dan sebaginya (Timor menunjukan bahwa ia berasal dari Pulau Timor).
Mengenal para debit colectore tidak lah sulit yang pasti selain cirri-ciri fisik yang kebanyakan berkulit hitam dengan kepala plontos atau rambut di lepas seperti potongan rambut Tokoh Pemuda Pro Integrasi dari Timor Leste Eurico Guiteres. Ada fashion dan aksesors khusus yang dikenakan seperti, Jaket Kulit Hitam, Sepatu Kulit Vantofel, Rantai leher yang terbuat dari besi Putih dengan mata rantai yang berbentuk Salib bagi yang beragama Kristen sedangkan Islam dengan symbol Islam atau bentuk aksesoris lainya, gelang tangan yang terbuat dari besi putih, menarik bahwa mata rantai atau hiasan salib yang di gantung di rantai leher tersebut berukuran cukup besar mulai dari 5 cm – 10 cm. hal ini untuk menunjukan bahwa mereka memiliki dan menganut agama yang diakui dalam Negara ini. Kehidupan keagamaan mereka cukup baik mereka tetap akan beribadah pada jam ibadah bahkan mereka membentuk Persekutuan Doa atau kelompok Ibadah khsusus untuk komunitas mereka. Hal ini menunjukan bahwa mereka pun memiliki harapan untuk mendapatkan berkat atau Rezeki dari jasa yang mereka kerjakan.
Jenis Pekerjaan yang di kerjakan oleh kelompok ini sangat beragam yakni;
1. Jasa penagihan Hutang Perusahaan kepada Perusahaan lain
2. Jasa penagihan Hutang Perusahaan kepada Perorangan
3. Jasa Penagihan Hutang Perorangan Kepada Perusahaan
4. Jasa Penagihn Hutang Perorangan Kepada Orang Lain
5. Jasa Pengamanan Perusahaan
6. Jasa Pengamanan Aset
7. Jasa Pengamanan Pribadi (Body Guard)
8. Jasa Pengamanan Event
9. Jasa Pengamanan Pengalihan Lahan atau Eksekusi Lahan.
Jasa ini terkadang di bentuk dalam sebuah perusahan jasa, tetapi kebanyakan di bawah koordinasi Si Bung yang memiliki jaringan dengan para konglomerat ataupun para Advocat yang menangani perkara sengketa atau utang-piutang ini.
Menarik dalam perkembangan kini Si Bung juga sudah mulai membenahi diri dengan pendidikan Hukum alias Kuliah Ilmu hukum biasanya kelas malam atau eksekutif sabtu-minggu di universitas seperti Universitas Bung Karno, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Gotong Royong dan lainnya. Dengan perhitungan apabila ia sudah selesai ia dapat bergabung di kantor Advocat tertentu dan memiliki massa apabila ada eksekusi lahan atau rumah maka tidak perlu lagi mencari orang, bahkan mereka dapat tinggal di lahan atau rumah yang dalam masa sengketa atau proses pengadilan.
Hampir di semua lahan kosong di Jakarta yang dalam proses pengadilan di didiami oleh komunitas ini, tetapi tidak hanya melakukan pekerjaan itu saja tetapi mereka biasanya melakukan perkerjaan lain atau menerima jasa lain seperti penagihan hutang dari bank-bank swasta dan negeri. Dengan satu tujuan mengumpulkan uang sebanyaknya untuk dapat mengirimkan uang ke kampong halaman bagi orang tua.
Dalam melakukan penagihan mereka memiliki cara-cara baku dalam tahap-tahap tertentu ketika mereka mendapatkan orderan penagihan ada proses tawar menawar harga melalui proses perhitungan yang matang jika ada uang operasional yang ditanggung dari pemberi order berarti komisi dari jumlah penagihan berkisar 20-25% menjadi milik Penagih, pemberian 5% untuk Si Bung. Tetapi apabila tidak ada uang opeasional dari yang punya orderan maka komisi dan uang operasional diambil dari hasil tagihan yang berkisar 30- 35%. Sedangkan untuk jasa pengalihan lahan biasanya perhitungan harian dimana sehari Rp.50.000 - Rp. 100.000 tergantung berat ringannya kasus karena mengyangkut taruhan nyawa.
Apabila telah ada kesepakatan antara yang punya Hutang atau yang punya lahan mereka atau komunitas ini hanya memohon Surat Kuasa sebagai legalitas dan foto kopi surat-surat hutang-piutang, atau bukti-bukti transaksi lainya. Hal ini sebagai kekuatan baginya untuk melakukan pekerjaan ini. Cara kerja debit collector melalui proses dan jenjang dari sopan hingga batas tolerir yakni; Debit Collector dating ke rumah tagih secara sopan dan baik-baik terus menetapkan tanggal bayar, pada tanggal jatuh tempo tersebut mereka akan kembali hadir namun mereka sudah melaporkan diri ke polsek terdekat serta RT/RW dimana rumah tagih itu ada, apabila belum dilakukan pembayaran mereka akan menunggu di rumah tagih tesebut, apabila yang bersangkutan tidak ada mereka akan menelpon dan menggertak bahkan mereka akan datang ke tempat kerja dari si penghutang hingga mendapatkan kesepakatan tertentu tetapi apabila tidak ada kesepakatan maka para debit collector akan mengambil barang-barang berharga tertentu yang senilai dengan jumlah hutang tersebut, apabila telah di lakukan pelunasan maka barang jaminan akan di kembalikan.
Sikap inilah yang dianggap oleh para Penghutang bahwa sangat meresahkan dan dianggab sebagai sikap premanisme namun komunitas ini menolak untuk di katakan sebagai preman karena mereka memiliki Surat Kuasa sebagai legalitas atau dasar hukum untuk melakukan tugas atau jasa ini. Dan bahkan masyarakat memohon kepada Kapolri waktu itu Sutanto memberlakukan program penumpasan Premanisme di Indonesia banyak orang berharap agar bukan saja premanisme jalanan dan konvensional yang di tumpas tetapi mereka menggeneralisir agar komunitas ini pun ikut di tumpas.
Pemikiran ini sebenarnya sangat keliru karena jasa komunitas ini pun membantu pihak bank-bank baik itu swasta maupun Negara sehingga peran mereka sebenarnya tidak salah tetapi sebaiknya diatur dalam Undang-Undang yang mengatur tentang jasa penagihan karena hal ini menyangkut sistim perbankan yang ada di dalam Negara kita, sehingga tidak dapat di salahkan apabila komunitas ini ada karena mereka mampu melihat peluang atau menciptakan peluang kerja guna mengatasi problem lapangan kerja baru. Debit Collector bukanlah sebuah kutukan tetapi ini adalah peluang sesuai dengan karakter diri dimana mungkin alam dan kondisi geografis di Indonesia Timur yang sangat kompleks permasalahan nya dimana dengan kekuatan fisik untuk mendapatkan uang atau makanan sehingga Komunitas ini tertarik dengan profesi ini karena dengan kekuata fisik dapat menghasilkan uang namun sangat menggiurkan karena dapat memperoleh komisi dalam jumlah yang besar.
Hal lain yang turut mendorong adalah pembangunan yang hanya terkonsentrasi di wilayah Barat Indonesia menyebabkan kamajuan dan perputaran uang ada di Kota di Wilayah Barat Indonesia hal inilah yang menjadi daya tarik bagi komunitas ini untuk mengadu nasib di Jakarta dan kota lainnya, di perhadapkan lagi dengan pendidikan yang kurang memadai membuat peluang untuk mendapatkan pekerjaan lain sangat kecil sehingga apa boleh buat profesi yang mudah dan tidak sulit untuk di kerjakan adalah bergabun dengan komunitas Debit Collector.
Solusi yang perlu dilakukan pemerintah dalam hal ini anggota legislative adalah membuat Undang-Undang yang mengatur tentang Jasa penagihan dan pengamanan, mensahkan jasa penagihan sebagai salah satu profesi yang dapat diakui oleh masyarakat luas, dan diatur bagaimana komunitas atau seseorang dapat melakukan jasa ini dengan memiliki sertifikasi melalui pelatihan-pelatihan tertentu sehingga komunitas ini memiliki keahlian sebagai seorang tenaga atau profesi jasa penagihan atau pengamanan.
Penulis : Mahasiswa Ilmu Politik FISIP – UI NPM : 0806383314
Sebuah Refleksi atas Realitas Sosial yang faktual
Komunitas ini tersebar hampir di seluruh daerah di Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi dan Tanggerang, dan kebanyakan mereka berasal dari luar daerah seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua. Kehidupan berkelompok merupakan ciri utama kehidupan sosialnya, apabila semakin banyak komunitas ini mereka akan membela diri lagi dalam komunitas-komunitas tertentu berdasarkan bahasa dan suku dan Agama ataupun sekampung berdasarkan jumlahnya biasanya satu keolompok kecil terdiri dari 10-20 orang.
Ada kelompok Maluku yang terbagi menjadi Kelompok Basri Sangaji (kelompok yang kebanyakan beragama Islam) dan juga ada Jhon Kei (kata “Kei” menunjukan bahwa ia berasal dari Maluku Tenggara dimana beribukota Kei dan mereka kebanyakan beragama Kristen dan berasal dari kota Ambon dan Kei). Kelompok NTT hanya membela diri dalam komunitas Flores dan Timor, namun mereka semua tunduk kepada tokoh senior yang memiliki nama besar yakni Hercules. Kelompok Papua penulis kekurangan informsi tetapi mereka kebanyakan penerus dari kelompok Yoris Raweyai yang kini telah menjadi anggota DPR RI.
Ada kelompok-kelompok lain dari daerah lain tetapi mereka kurang diminati karena factor keberanian, dan kepecayaan dan jam terbang yang terbilang sangat rendah. Kelompok ini seperti FBR (Forum Betawi Rembug), FORKABI (Forum Komunikasi Anak Betawi), BPPKB (Badan Potensi Pembinaan Keluarga Banten). Mereka adalah organisasi massa kedaerahan yang memakai nama daerah atau provinsi, namun organisasi ini lebih bersifat politis yang berbasis masa untuk dukungan politik dalam Pilkada atau Pilpres.
Kelompok Debet Kolektor yang kebanyakan dari Indonesia Timur tidak menggunakan nama daerah karena sensitive dan dapat menimbulkan konflik SARA. mereka lebih menggunakan nama kelompok sesuai dengan Tokoh atau Pribadi yang memiliki nama yang dituakan sebagai pemimpin dan biasanya akan dipanggil Bung….. Si Bung biasanya sudah hidup lebih lama Jakarta dan memiliki jaringan luas/kenalan yang biasanya memberikan order pekerjaan, Tokoh atau Pribadi tersebut minimal memiliki kendaraan beroda dua, nama Si Bung inilah yang dijadikan nama kelompok ini sebagai identitas kelompok. Namun dalam perkembangan ada juga Bung yang lain mencoba membangun pemikiran baru terhadap Debit Colllector ini dengan Manajemen Baru dengan membuat Perseroan Terbatas yang bergerak dalam jasa penagihan, dan Beliau sukses membuka tempat usahanya ini di beberapa tempat di Jawa, mungkin karena manajemen modern serta kepercayaan perbankan kepada dirinya.
Peranan Si Bung sangat penting dalam kelompok, jika seseorang yang sudah punya jaringan atau patron yang banyak namun jika tidak memiliki anggota maka ia tidak dapat memperoleh keuntungan lebih karena ia tetap akan bergabung dengan kelompok tertentu. Seseorang yang telah mendapatkan panggilan Bung, karena hal ini menyangkut prestise dan mungkin saja jenjang karier di kalangan mereka, sehingga ia harus melakukan perekrutan anggota dengan menjemput teman, saudaranya dari daerah asalnya, dengan alasan bahwa mereka akan dipekerjakan di Jakarta, karena tampilan Jakarta di layar Televisi sebagai kota besar sering menarik hati semua orang, apalagi mereka yang di rekrut biasanya dari Kampung yang mengalami kesulitan ekonomi di tambah lagi dengan kondisi wilayah Indonesia Timur yang kondisi ekonomi sangat minim karena lapangan pekerjaan yang sangat terbatas sehingga tidak sulit bagi perekrut untuk menggugah hati mereka. Si Bung juga yang betanggung jawab atas kebutuhan hidup mereka terutama makan dan minum.
Sambil menanti orderan pekerjaan tagihan, mereka dilatih sebagai petinju dan sasana latihan hampir ada di tempat mereka tinggal (tanah sengketa) dan yang menjadi alasan mereka tertarik karena akan tampil di acara Tinju Profesional yang ditampilkan atau disiarkan di stasiun Televisi seperti Indosiar dan TVRI. Mereka pada dasarnya penuh semangat karena akan tampil di Televisi yang akan di saksikan oleh keluargnya di kampung. Padahal maksud tersembunyi di balik itu agar membentuk fisik dan bentuk tubuh yang ideal sebagai seorang Debit Kolektor, saat tampil di ring tinju mereka akan memakai nama asli dan akan ditambahkan dengan nama belakang dengan nama daerah asalnya seperti; Jhon Timor dan sebaginya (Timor menunjukan bahwa ia berasal dari Pulau Timor).
Mengenal para debit colectore tidak lah sulit yang pasti selain cirri-ciri fisik yang kebanyakan berkulit hitam dengan kepala plontos atau rambut di lepas seperti potongan rambut Tokoh Pemuda Pro Integrasi dari Timor Leste Eurico Guiteres. Ada fashion dan aksesors khusus yang dikenakan seperti, Jaket Kulit Hitam, Sepatu Kulit Vantofel, Rantai leher yang terbuat dari besi Putih dengan mata rantai yang berbentuk Salib bagi yang beragama Kristen sedangkan Islam dengan symbol Islam atau bentuk aksesoris lainya, gelang tangan yang terbuat dari besi putih, menarik bahwa mata rantai atau hiasan salib yang di gantung di rantai leher tersebut berukuran cukup besar mulai dari 5 cm – 10 cm. hal ini untuk menunjukan bahwa mereka memiliki dan menganut agama yang diakui dalam Negara ini. Kehidupan keagamaan mereka cukup baik mereka tetap akan beribadah pada jam ibadah bahkan mereka membentuk Persekutuan Doa atau kelompok Ibadah khsusus untuk komunitas mereka. Hal ini menunjukan bahwa mereka pun memiliki harapan untuk mendapatkan berkat atau Rezeki dari jasa yang mereka kerjakan.
Jenis Pekerjaan yang di kerjakan oleh kelompok ini sangat beragam yakni;
1. Jasa penagihan Hutang Perusahaan kepada Perusahaan lain
2. Jasa penagihan Hutang Perusahaan kepada Perorangan
3. Jasa Penagihan Hutang Perorangan Kepada Perusahaan
4. Jasa Penagihn Hutang Perorangan Kepada Orang Lain
5. Jasa Pengamanan Perusahaan
6. Jasa Pengamanan Aset
7. Jasa Pengamanan Pribadi (Body Guard)
8. Jasa Pengamanan Event
9. Jasa Pengamanan Pengalihan Lahan atau Eksekusi Lahan.
Jasa ini terkadang di bentuk dalam sebuah perusahan jasa, tetapi kebanyakan di bawah koordinasi Si Bung yang memiliki jaringan dengan para konglomerat ataupun para Advocat yang menangani perkara sengketa atau utang-piutang ini.
Menarik dalam perkembangan kini Si Bung juga sudah mulai membenahi diri dengan pendidikan Hukum alias Kuliah Ilmu hukum biasanya kelas malam atau eksekutif sabtu-minggu di universitas seperti Universitas Bung Karno, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Gotong Royong dan lainnya. Dengan perhitungan apabila ia sudah selesai ia dapat bergabung di kantor Advocat tertentu dan memiliki massa apabila ada eksekusi lahan atau rumah maka tidak perlu lagi mencari orang, bahkan mereka dapat tinggal di lahan atau rumah yang dalam masa sengketa atau proses pengadilan.
Hampir di semua lahan kosong di Jakarta yang dalam proses pengadilan di didiami oleh komunitas ini, tetapi tidak hanya melakukan pekerjaan itu saja tetapi mereka biasanya melakukan perkerjaan lain atau menerima jasa lain seperti penagihan hutang dari bank-bank swasta dan negeri. Dengan satu tujuan mengumpulkan uang sebanyaknya untuk dapat mengirimkan uang ke kampong halaman bagi orang tua.
Dalam melakukan penagihan mereka memiliki cara-cara baku dalam tahap-tahap tertentu ketika mereka mendapatkan orderan penagihan ada proses tawar menawar harga melalui proses perhitungan yang matang jika ada uang operasional yang ditanggung dari pemberi order berarti komisi dari jumlah penagihan berkisar 20-25% menjadi milik Penagih, pemberian 5% untuk Si Bung. Tetapi apabila tidak ada uang opeasional dari yang punya orderan maka komisi dan uang operasional diambil dari hasil tagihan yang berkisar 30- 35%. Sedangkan untuk jasa pengalihan lahan biasanya perhitungan harian dimana sehari Rp.50.000 - Rp. 100.000 tergantung berat ringannya kasus karena mengyangkut taruhan nyawa.
Apabila telah ada kesepakatan antara yang punya Hutang atau yang punya lahan mereka atau komunitas ini hanya memohon Surat Kuasa sebagai legalitas dan foto kopi surat-surat hutang-piutang, atau bukti-bukti transaksi lainya. Hal ini sebagai kekuatan baginya untuk melakukan pekerjaan ini. Cara kerja debit collector melalui proses dan jenjang dari sopan hingga batas tolerir yakni; Debit Collector dating ke rumah tagih secara sopan dan baik-baik terus menetapkan tanggal bayar, pada tanggal jatuh tempo tersebut mereka akan kembali hadir namun mereka sudah melaporkan diri ke polsek terdekat serta RT/RW dimana rumah tagih itu ada, apabila belum dilakukan pembayaran mereka akan menunggu di rumah tagih tesebut, apabila yang bersangkutan tidak ada mereka akan menelpon dan menggertak bahkan mereka akan datang ke tempat kerja dari si penghutang hingga mendapatkan kesepakatan tertentu tetapi apabila tidak ada kesepakatan maka para debit collector akan mengambil barang-barang berharga tertentu yang senilai dengan jumlah hutang tersebut, apabila telah di lakukan pelunasan maka barang jaminan akan di kembalikan.
Sikap inilah yang dianggap oleh para Penghutang bahwa sangat meresahkan dan dianggab sebagai sikap premanisme namun komunitas ini menolak untuk di katakan sebagai preman karena mereka memiliki Surat Kuasa sebagai legalitas atau dasar hukum untuk melakukan tugas atau jasa ini. Dan bahkan masyarakat memohon kepada Kapolri waktu itu Sutanto memberlakukan program penumpasan Premanisme di Indonesia banyak orang berharap agar bukan saja premanisme jalanan dan konvensional yang di tumpas tetapi mereka menggeneralisir agar komunitas ini pun ikut di tumpas.
Pemikiran ini sebenarnya sangat keliru karena jasa komunitas ini pun membantu pihak bank-bank baik itu swasta maupun Negara sehingga peran mereka sebenarnya tidak salah tetapi sebaiknya diatur dalam Undang-Undang yang mengatur tentang jasa penagihan karena hal ini menyangkut sistim perbankan yang ada di dalam Negara kita, sehingga tidak dapat di salahkan apabila komunitas ini ada karena mereka mampu melihat peluang atau menciptakan peluang kerja guna mengatasi problem lapangan kerja baru. Debit Collector bukanlah sebuah kutukan tetapi ini adalah peluang sesuai dengan karakter diri dimana mungkin alam dan kondisi geografis di Indonesia Timur yang sangat kompleks permasalahan nya dimana dengan kekuatan fisik untuk mendapatkan uang atau makanan sehingga Komunitas ini tertarik dengan profesi ini karena dengan kekuata fisik dapat menghasilkan uang namun sangat menggiurkan karena dapat memperoleh komisi dalam jumlah yang besar.
Hal lain yang turut mendorong adalah pembangunan yang hanya terkonsentrasi di wilayah Barat Indonesia menyebabkan kamajuan dan perputaran uang ada di Kota di Wilayah Barat Indonesia hal inilah yang menjadi daya tarik bagi komunitas ini untuk mengadu nasib di Jakarta dan kota lainnya, di perhadapkan lagi dengan pendidikan yang kurang memadai membuat peluang untuk mendapatkan pekerjaan lain sangat kecil sehingga apa boleh buat profesi yang mudah dan tidak sulit untuk di kerjakan adalah bergabun dengan komunitas Debit Collector.
Solusi yang perlu dilakukan pemerintah dalam hal ini anggota legislative adalah membuat Undang-Undang yang mengatur tentang Jasa penagihan dan pengamanan, mensahkan jasa penagihan sebagai salah satu profesi yang dapat diakui oleh masyarakat luas, dan diatur bagaimana komunitas atau seseorang dapat melakukan jasa ini dengan memiliki sertifikasi melalui pelatihan-pelatihan tertentu sehingga komunitas ini memiliki keahlian sebagai seorang tenaga atau profesi jasa penagihan atau pengamanan.
Penulis : Mahasiswa Ilmu Politik FISIP – UI NPM : 0806383314
Sebuah Refleksi atas Realitas Sosial yang faktual
Tidak ada komentar:
Posting Komentar