Rabu, 24 Juni 2009

"Kontroversi Kejatuhan Peswat Hercules TNI - AU"

“Jatuhnya Pesawat Hercules Milik TNI AU”
*Yoyarib Mau

Tragedi nahas jatuhnya Pesawat Hercules milik TNI – AU di Desa Geblak, Kec. Karas Kab. Magetan, Prov. Jawa Timur, adalah jatuhnya pesawat TNI – AU kesekian kalinya, sebelumnya pada tanggal 06 April 2009 di Bandung pesawat jenis Fokker 27 milik TNI- AU mengalami tragadei jatuh dan meledak di Bandara Intenational / Pangkalan Udara Husein Sastranegara, menewaskan 24 Prajurit TNI – AU (Kompas, 08- April 2009). Kejatuhan pesawat Hercules ini menarik perhatian semua pihak baik itu pemerintah, petinggi TNI dan juga masyarakat luas.
Pesawat Hercules C-130 A-1325 mengangkut 98 penumpang dengan 14 kru dan menewaskan hampir seluruh penumpangnya Pesawat ini berangkat dari Halim Perdana Kusuma dengan tujuan akhir Biak – Papua, pesawat ini menurut informasi bahwa telah mengalami peremajaan terlebih dahulu satu tahun lalu (Sinar Harapan,20 Mei 2009) dan menewaskan hampir seluruh penumpangnya.

Menjadi manarik bahwa semua pihak yang berkompeten mengucapkan rasa prihatin dan belasungkawa bagi korban yang meninggal dunia, selain itu ada yang mereduksi pernyataan bahwa jatuhnya pesawat ini karena usia pesawat sudah tua, dan tidak laik terbang. Pernyataan ini mengingatkan kita kembali pada tuntutan TNI yang memohon akan pengadaan “alat utama sistem persenjataan pertahanan” (alustista) TNI dan diresponi dengan baik oleh President RI pada oktober 2004 dengan memberikan instruksi kepada Menteri Pertahanan untuk menata dan menertibkan pengadaan alustista TNI (Kompas, 11 Mei 2009), bahkan Wakil President Jusuf Kalla juga berharap pemerintah yang terbentuk dari pemilu 2009 harus memiliki keinginan kuat untuk memperbaiki alutista TNI (Sinar Harapan, 20 Mei 2009).

Dari semua pernyataan pemerintah dan anggapan semua pihak bahwa jatuhnya pesawat Hercules ini di sebabkan oleh umur pesawat yang sudah usur, namun ada hal lain yang perlu kita cermati bersama permasalahan, mengapa sehingga korban yang tewas terbanyak adalah warga sipil ? padahal kita ketahui bersama bahwa pesawat Hercules TNI – AU ini memiliki fungsi untuk membawa logistic ke pangkalan TNI – AU yang tesebar di beberapa daerah di Indonesia, namun juga sering di gunakan untuk keperluan Negara seperti pengririman bantuan kemanusiaan ke daerah bencana atau keperluan lainnya yang menyangkut kepentingan Negara.

Maurice Duverger bahwa kekuasaan itu seperti dewa Janus bermuka dua; yakni dapat menimbulkan dua wajah kekuasaan ini – serentak penindas dan pelindung, penyalahgunaan dan pencipta ketertiban (Maurice Duverger - Sosiologi Politik – 1982) Teori Duverger ini dapat dipakai untuk melihat permasalahan ini, Pertama, penguasa politik (baca: Tentara) untuk mengatur masyarakat demi ketenangan, ketertiban dan kemajuan masyarakat. Kedua, kekuasaan (tentara) juga tergadang melakukan penyalagunaan kekuasaanya yang menyebabkan kecelakaan bagi masyarakat.

Pemerintah dalam hal ini juga didalamnya tentara terlepas dari umur pesawat yang tua, tetapi ada human eror (kesalahan manusia) yang di lakukan oleh TNI – AU yang menyebabkan korban kebanyakan warga sipil dalam peristiwa ini. Fungsi Pesawat Hercules ini telah bergeser dari fungsi sebenarnya, ada kelelaian Tentara dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya hal ini sepertinya telah di pelihara dalam waktu yang cukup lama.

Rasionalisasi dalam menilai permasalahan ini dapat diterima secara umum, secara sederhana pesawat ini dengan tujuan keberangkatan Biak – Papua dan transit dibeberapa daerah seperti Makasar dan lainnya dimana ada penumpang masyarakat sipil yang berasal dari Makasar perlu di telur. Apabila bila pesawat ini dengan tujuan Biak dan transit di beberapa wilayah persinggahan berarti membawa sejumlah logistic untuk kebutuhan militer dalam TNI – AU, dan di tambah dengan sejumlah penumpang bersama kru pesawat berjumlah kurang-lebih 100 orang, perlu di telusuri apakah para penumpang ini membeli tiket penumpang atau murni keluarga militer yang mendapatkan kemudahan, ini memberikan indikasi bahwa kelebihan muatan, penulis tidak menyimpulkan bahwa penyebab jatuhnya pesawat adalah kelebihan muatan, tetapi hal ini merupakan kelalaian dan penyalagunaan manfaat pesawat untuk kepentingan Bisnis Militer apabila para penumpang terbukti memberi sejumlah uang, padahal sudah diputuskan dan sudah dilakukan larangan bagi bisnis-bisnis militer.

Dengan demikian perlu tim khusus yang terdiri dari; SAR, anggota DPR RI, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), POLRI dan pihak TNI sendiri sehingga perlu ada pertanggungjawaban dan klararifikasi dari pihak TNI – AU mengenai jatuhnya pesawat ini guna memberikan kepastian hukum bagi korban dari masyarakat sipil……

*.Penulis : Mahasiswa Ilmu Politik – FISIP – Universitas Indonesia.
NPM : 0806383314

Tidak ada komentar:

Posting Komentar